GOB-037

Kejadian setelah Taeyong dan Taehyung dipaksa pulang ke rumah oleh Tuan Lee.

Brak!!

"Papa keterlaluan!" pekik Taeyong. "Gimana Papa bisa jadiin anak sepengecut ini?"

"Pengecut kamu bilang? Lebih baik kamu jadi pengecut daripada namamu ikut diseret-seret bersama dengan gadis itu!"

"Pa, Sohyun nggak salah! Temennya itu bunuh diri, Papa ini berlebihan!!"

Taeyong masih membantah papanya, sementara di ruang tamu yang sama, Taehyung berdiri tak berkutik. Ia juga kaget mendengar berita pagi itu, ketika Sohyun dibawa oleh polisi. Juga soal video bunuh diri Yena yang tersebar tak kurang dari sepuluh menit ke seluruh mahasiswa Perth Glory.

"Taehyung, apa kamu juga mau membantah papa seperti dia?"

Kali ini, Tuan Lee mengarahkan atensinya penuh pada Taehyung. Mata lelaki dengan senyum kotaknya itu memancar kosong, angannya berkelana dan tak sempat kesadarannya menjawab pertanyaan dari sang papa tiri.

"Taehyung! Katakan sesuatu, dasar idiot!" desak Taeyong meminta pembelaan.

"Lihat, kan? Taehyung memang lebih penurut dari pada kamu! Taehyung lebih pantas jadi anak papa," sindir Tuan Lee yang memicu kemarahan Taeyong.

Taeyong mengamuk. Gurat di lehernya tercetak jelas. Ia berteriak menggeram, kemudian berlari ke lantai atas menuju kamarnya. Ditutupnya pintu secara kasar hingga menimbulkan bunyi yang cukup keras. Bantingan benda-benda berbahan gelas pun terdengar, menyadarkan Taehyung dari lamunan.

"Pa, Taehyung ke kamar dulu," pamitnya kemudian meninggalkan ketegangan yang ada.

***

Saat makan malam bersama, suasana tak juga berubah. Taeyong masih mengurung diri di dalam kamar, sedangkan di meja makan, duduk Taehyung beserta kedua orang tuanya. Mereka menyantap dalam kesunyian. Tak ada yang berani bercakap, pun juga menatap. Aura Tuan Lee yang tegas dan otoriter terlalu mendominasi. Kemudian, muncullah kalimat pemecah keheningan yang keluar dari tenggorokan mama Taehyung.

"Nak, mau tambah nasi?"

"Nggak usah, Ma. Taehyung kenyang."

Dentingan suara sendok dan garpu yang diletakkan di atas piring, membuat Taehyung mendongak. Wajahnya bertatapan langsung dengan sang papa yang garang.

Tuan Lee tampak mengambil kain lap dan mengelap mulutnya. Kemudian, beliau mengambil air putih dan meneguknya dengan sopan.

"Taehyung, papa mau pindahkan kuliahmu ke Amerika. Bersama dengan Taeyong juga."

"Ke Amerika? T-tapi ... kenapa, Pa?"

"Perth Glory bukan kampus yang baik, apalagi seorang pembunuh dan lesbian belakangan ini viral di sana. Papa nggak mau masa depanmu hancur gara-gara sekolahmu yang tercemar buruk."

Taehyung lagi-lagi diam. Ia tak menjawab apa pun sampai akhirnya makan malam mereka yang menegangkan berakhir hampa.

Taehyung masih duduk di meja dengan otaknya yang terus bekerja. Haruskah ia menerima keputusan papanya? Taehyung yakin, Sohyun tidak bersalah. Ini hanya sebuah kesalahpahaman. Papanya menangkap berita mentah-mentah, tapi tidak berusaha mencari tahu kevalidannya.

Jelas Taehyung salah jika dirinya menuruti begitu saja permintaan sang papa. Lalu, bagaimana keadaan Sohyunnya?

Malam itu, lelaki kutu buku tersebut tidak dapat terlelap. Berulang kali kakinya mondar-mandir di sekeliling tempat tidur. Setengah hatinya merasa keberatan jika harus meninggalkan Perth Glory. Setengahnya lagi, tak bisa untuk tidak membalas budi sang papa yang telah menampung dirinya dan mamanya. Taehyung bingung bagaimana caranya berbakti kepada orang tua. Tapi ... kenapa harus bersinggungan dengan cintanya?

"KALAU KAMU NGGAK NURUT PAPA, KELUAR KAMU DARI RUMAH INI! JANGAN HARAP PAPA TERIMA KAMU SEBAGAI ANAK DI KELUARGA LEE!"

Tiba-tiba, telinga Taehyung mendengar teriakan yang cukup mengintimidasi. Kamarnya berseberangan dengan kamar Taeyong. Kentara, itu suara papanya yang sedang marah-marah. Lagi. Sejak pertama kali kaki Taehyung menginjak di rumah keluarga Lee, kedua ayah dan anak itu memang tidak bisa akur. Taehyung heran. Sekarang, ia tahu, menurun dari siapa sifat Taeyong yang keras dan kasar itu.

"Aku nggak mau kuliah di Amerika, TITIK!"

"TAEYONG! KELUAR KAMU DARI KAMAR!"

Kemudian, terdengar suara gedoran pintu yang sangat kencang. Taehyung tidak tahan! Ia menutup kedua telinganya rapat-rapat. Mereka sangat berisik, membuat suasana hatinya bertambah kacau.

"Taeyong! Keluar! Atau semua fasilitas kamu papa cabut!"

"Oh, masih tidak mau menurut, ya??"

Hening. Taehyung sudah tidak dengar apa-apa. Kemudian....

"Papa, STOP!!" teriak Taeyong lantang. Taehyung mendengar suara pintu terbuka lebar, lalu derap langkah cepat menyusuri tangga.

Tampaknya, Taeyong sudah keluar dari kamarnya, lalu bergerak ke bawah. Menuju halaman depan. Taehyung yang penasaran pun akhirnya melirik melalui jendela kamarnya yang transparan. Ia menyibakkan tirainya sedikit, lalu mengintip.

Matanya membola seketika setelah melihat kobaran api tak terelakkan. Taeyong berlutut di hadapan papanya, air matanya menetes. Taehyung terenyuh, baru kali ini ia melihat lelaki brutal itu menitikkan butiran bening.

"Pa ... maaf. Ampun! Jangan bakar motorku," rintihnya menahan pilu.

Tetapi, Tuan Lee tampaknya sudah kebal. Beliau tanpa ampun. Sedikit melangkah mundur, kedua tangannya aktif mengguyur bensin ke atas motor Taeyong, membuat kobaran apinya bertambah besar.

Seketika, terdengar suara ledakan. Motor itu hancur berkeping-keping! Taeyong yang tadinya mundur dan telah menduga hal itu akan terjadi, hatinya juga ikut terluka. Motor itu adalah hadiah ulang tahunnya yang ke tujuh belas, dari ibu kandungnya. Dan sekarang ... papanya sendiri yang telah menghancurkan salah satu kebanggaan dan sisa kenangan yang Taeyong miliki. Peninggalan dari ibunya lenyap sudah.

"Gimana, kapok kamu? Kamu mau gitar yang ada di kamar papa bakar juga?"

"Jangan, Pa! Jangan!!"

"Atau kamu mau, papa bakar gaun mama kamu yang kamu simpan di almari?!"

"Jangan, Pa! Cukup! Cukup, ampun!!"

Taehyung melihatnya lagi, Taeyong berlutut dan mencium kaki papanya. Tak terasa, lelaki berhati dingin itu ikut luluh lantak. Air matanya terjatuh, merasakan kekejaman papa tiri pada anak kandungnya sendiri. Mengancam akan menghancurkan semua barang peninggalan mendiang istrinya yang disimpan apik oleh Taeyong sendiri. Sekeras apapun Lee Taeyong yang Taehyung kenal, ia tetaplah berhati lembut dengan menyayangi ibunya.

"Taehyung? Kamu belum tidur?"

"Mama," seru Taehyung mengetahui sang mama memasuki kamarnya yang tidak terkunci.

"Kamu lihat semuanya?"

Taehyung mengangguk.

Seolah mengerti kebimbangan hati putranya, mama Taehyung membawa Taehyung duduk di atas kasur. Mata teduh ibunya bagai sihir, menenangkan jiwa Taehyung yang sempat terbawa suasana drama di luar sana.

"Mama tahu, kamu syok melihat sifat papamu yang sekejam itu. Mama sendiri juga tidak setuju dengan sikapnya, tapi ... mama bisa apa?"

"Lalu, Taehyung harus bagaimana, Ma? Mama tau sendiri kan, Taehyung kenal Sohyun sejak sekolah menengah pertama. Dia gadis baik, tidak mungkin membunuh apalagi berbuat asusila."

"Iya, mama percaya. Mama percaya sepenuhnya. Sama kamu, sama Sohyun juga. Mama akan menerima keputusan apapun yang akan kamu ambil, Nak. Mama akan menanggung semuanya nanti."

"Ma...."

Taehyung memeluk ibunya. Kemudian, bibirnya mengukir samar sebuah senyuman kecil.

Taehyung merapikan barang-barangnya ke dalam koper untuk keberangkatan pesawatnya besok pagi.

***

"Taehyung, hati-hati di jalan. Papa harap, kamu menimba ilmu dengan baik di sana. Jangan pulang sebelum kamu lulus, mengerti?"

"Mengerti, Pa."

Taehyung bersiap memasuki mobil yang disiapkan papanya. Ia akan segera diantar ke bandara untuk keberangkatannya ke Amerika. Taehyung menyetujui perintah sang papa, pada akhirnya.

"Taeyong bagaimana?" tanyanya kemudian.

"Dia akan menyusul. Papa masih perlu memberikannya beberapa hukuman."

"Pa...."

Tolong jangan terlalu keras padanya.

"Ada apa, Taehyung?"

"Tidak ada, Pa. Taehyung berangkat."

Taehyung melirik mamanya sebentar, mengucap pamit, lalu berjalan memasuki mobil yang sudah berisi seorang sopir.

"Hati-hati di jalan, Taehyung," pesan papanya.

Taehyung tersenyum pahit. Lalu, hatinya berkata, Papa jaga diri baik-baik. Maaf, Taehyung nggak bisa jadi anak yang baik.

***

Napas Taehyung terengah-engah. Tidak disangka, anak buah papanya mengejar Taehyung sampai ke Australia. Ya, Taehyung kabur. Ia tidak jadi mengambil penerbangan ke Amerika, tetapi, ia memilih untuk menyusul Sohyun ke Australia.

Beruntung ia mendengar kabar kalau sehari sebelumnya Sohyun pindah ke negara itu. Hatinya cukup tersayat, sebab sang kekasih hati tidak memberikan berita itu langsung pada Taehyung sendiri. Buru-buru Taehyung keluar dari burung besi yang dinaikinya, tepat lima belas menit sebelum keberangkatan. Taehyung pura-pura sakit agar bisa kabur dari penjagaan di pesawat yang cukup ketat.

Ia tak mengabari siapa pun, termasuk mamanya, dan terutama papanya. Ia menggunakan uang saku yang ada untuk memesan tiket ke Australia. Taehyung butuh bicara dengan Sohyun. Harus! Urusan mereka belum selesai, Sohyun perlu menceritakan banyak hal pada Taehyung agar Taehyung semakin yakin bahwa gadis itu sama sekali tidak bersalah.

Taehyung rela tidur di ruang tunggu bandara sampai keesokan paginya. Menggigil kedinginan demi bisa menyusul cinta pertamanya.

Hingga hari itu pun tiba. Dan inilah yang terjadi. Taehyung berlari mencari tempat sembunyi. Sesampainya di Australia, ia dikejar-kejar beberapa orang yang tak lain adalah anak buah relasi papanya yang ada di negeri kanguru. Tentu saja itu karena pengawasan papanya yang ketat. Sehari setelah jadwal seharusnya Taehyung tiba di Amerika, papanya menerima info kalau Taehyung tidak sampai di flat yang telah disewa oleh papanya di sana.

"Sial! Sial! Sial!"

Taehyung baru kali ini mengumpat kesal. Memang sial nasibnya. Gara-gara dikejar orang-orang itu, ia kehilangan kopernya di bandara. Taehyung tak punya apa-apa selain kain yang melekat di badannya. Ia benar-benar akan jadi gelandangan di sana. Kecuali ... jika ia berhasil menemukan Sohyun.

Namun, kemalangannya tak sebatas dikejar dan kehilangan tas. Taehyung salah membeli tiket pesawat hingga tanpa sadar, pesawatnya malah mendarat di Sydney. Yang artinya, membutuhkan waktu 8 jam 36 menit untuk sampai ke Kota Melbourne di Victoria. Perjalanan ke sana pun butuh kendaraan, butuh uang, butuh makan. Tapi ... Taehyung tidak punya apa-apa.

"Bagaimana ini? Kalau mereka menemukanku, habislah aku," racau Taehyung.

Hari pun mulai malam. Pertanda baik karena dalam keadaan gelap, tidak mungkin anak buah itu menangkapnya dengan mudah.

Taehyung menyusuri jalanan sambil menahan lapar. Tangannya memegangi perutnya yang terasa melilit dan keroncongan. Beberapa kali perut itu berbunyi. Kini, rasanya sangat perih.

"Aku lapar," gumamnya begitu lemas.

Sesekali ia memperhatikan orang-orang makan dari balik jendela restauran. Air liurnya menetes. Dalam suasana yang dingin, pasti enak di dalam sana mereka ditemani aneka sajian yang hangat.

Taehyung menghela napas. Kakinya terus melangkah, semakin pelan hingga ia tak sanggup lagi berjalan.

Taehyung terduduk lemas di sebuah gang sempit yang diapit dua bangunan mewah, tampaknya sebuah toko pakaian dan apartemen. Tubuh Taehyung menggigil. Ia mencengkeram kedua lengannya, memeluk tubuhnya supaya merasa lebih hangat. Wajahnya tak berbentuk, lusuh, kotor, dan mungkin juga bau keringat menjalar di seluruh pakaiannya. Ia lelah.

Tidak, aku tidak boleh menyesali pilihanku. Mama mengorbankan dirinya demi aku, aku tidak boleh menyerah sampai sini saja, semangatnya dalam hati yang masih membara.

Ia terus mengingat tujuannya ke Australia, yaitu menemui Sohyun. Sebelum itu tercapai, ia tidak bisa mati dengan tenang. Ya, dalam keadaan tertekan seperti itu, di otaknya yang terus terbayang adalah mati kedinginan dan kelaparan. Sungguh miris. Mati di negeri orang, bahkan ... bertemu Sohyun pun gagal. Ah, tidak boleh! Taehyung tidak boleh negative thinking.

Perlahan ... dengan segala beban pikirannya itu, peri tidur mengantarnya ke alam mimpi. Perih di lambungnya yang melilit, perlahan mulai tidak terasa lagi. Taehyung benar-benar tak sadarkan diri.

***

"Hei, orang asing, bangun!"

"Bangun! Ini daerah kami!"

Taehyung merasa seseorang menginjak pipinya. Juga menendangi kakinya. Dengan terpaksa, matanya yang berat terbuka. Rupanya, ia telah dikerubungi oleh tiga laki-laki remaja.

"Kalian siapa?"

"Kita yang punya gang ini, kau tidur di sini kan semalam?"

Taehyung tidak membalas dan terus menggunggah kesadarannya sendiri.

"Enak saja! Kau tau, di dunia ini tidak ada yang gratis, berikan uangmu!"

Taehyung mendecih. Ia tergelak dalam tawanya yang singkat dan terkesan miris.

"Ternyata, di luar negeri masih ada ya praktik preman macam ini? Hei, kalian masih remaja. Sekolah saja yang benar, jangan merampok gelandangan impor sepertiku. Aku jelas tidak punya uang."

"Ngomong apa dia?" cerocos anak berjaket merah dengan snapback di kepalanya.

Tentu saja mereka bingung, Taehyung mengucap kalimatnya dalam bahasa Korea yang mereka tidak pahami.

"F*ck, kau mengejek kami, ya? Berani-beraninya!"

Salah seorang anak yang lain, yang bertubuh lebih gempal dengan batang rokok di sela jari kanannya, memberontak. Ia mengira Taehyung menjelek-jelekkan mereka dengan kalimat yang buruk. Namun, ketika Taehyung hendak diberi pukulan tangan, gerombolan orang yang lain mencegah. Mereka mengusir ketiga anak itu dengan mudahnya.

"Hei, kabur!" teriak anak itu sembari mengajak kedua temannya lari terbirit-birit.

Taehyung langsung menoleh ke sumber suara. "Brengsek!"

Lagi-lagi mulutnya berkata kasar. Anak buah papanya yang semalam mengejar akhirnya menemukan keberadaannya.

"Ah, kalian menemukanku rupanya. Tapi sayang, perutku ini belum terisi apapun. Terlalu lemah untuk meladeni kalian sekarang," ucapnya.

Taehyung tidak kabur kali ini. Mau tidak mau ia harus berkelahi meskipun ia cinta perdamaian.

"Tangkap anak itu!" titah seorang pria dengan brewok di dagunya. Sepertinya, dia bos dari anak buah yang lain.

Taehyung mengerahkan tenaganya yang tersisa untuk melawan. Namun, orang lemah pasti akan dengan mudah ditumbangkan. Tenaga Taehyung tak cukup untuk menghadapi lebih dari lima orang. Ia terlalu lemas. Hingga tiba saatnya Taehyung mengambil kesempatan. Ketika mereka lengah, Taehyung kabur.

Ia berlari secepat yang ia bisa dalam kondisi wajah yang sudah babak belur. Kakinya terpincang-pincang, sepertinya retak akibat diinjak salah satu anak buah dengan tubuh paling besar. Tapi, Taehyung tidak mau kalah dengan rasa sakitnya. Ia mengambil langkah lebar-lebar dan terus berlari tanpa melihat ke belakang.

"Hei, berhenti kau! Jangan kabur!"

Jantungnya berdetak dua kali lipat lebih cepat. Rasanya, paru-parunya mau putus. Suara napasnya yang tersengal-sengal, menjadi irama merdu yang menemani usahanya melarikan diri. Lalu, sebuah hantaman keras terjadi. Suara napasnya tergantikan oleh suara rem mobil yang berdecit. Orang-orang itu berhenti mengejar Taehyung karena yang dikejar saat ini terkapar di jalanan beraspal dengan cairan merah yang membanjir di sekitar kepalanya.

Beberapa orang langsung datang menggerumbul. Pun juga petugas keamanan kota, mereka bergegas menuju lokasi terjadinya tabrak lari.

"Shit! Kita harus pergi sekarang, atau kita masuk kantor polisi, cepat!"

Para anak buah itu pun meninggalkan tempat. Takut jika polisi mengendus keberadaan mereka dan memenjarakan mereka atas tindak kekerasan pada warga negara asing.

Taehyung yang berantakan dengan luka darah di mana-mana, akhirnya dibawa ambulans setelah seseorang menelpon bantuan dan menemaninya pergi ke rumah sakit.

***

Kejadian kembali ke masa sekarang, Taeyong dan Sohyun masih saling berhadapan di cafe dengan kehadiran seorang lelaki yang tak lain adalah Kim Taehyung itu sendiri.

"Jadi ... kau kabur ke Australia dan kecelakaan di sana?"

"Benar. Mungkin memang sudah takdir Tuhan. Kami dipertemukan, itu semua berkat Felix. Sahabat Australiaku itulah yang telah menelpon ambulans dan mengantar Taehyung ke rumah sakit," sahut Sohyun menjabarkan secara singkat pertemuannya dengan Taehyung.

"Jadi Taeyong, apa kabarmu? Dan ... apa kabar papamu?"

Ya, semenjak Taehyung keluar dari rumah keluarga Lee, ia sudah bukan lagi anggota keluarga. Statusnya sebagai anak tiri ikut hanyut bersama tahun yang silih berganti. Papanya, bukan lagi papa mereka berdua, melainkan cuma papa bagi Taeyong saja.

"Aku dengar, papamu menceraikan mamaku satu bulan setelah aku menghilang, ya?"

"Benar-benar lelaki yang tidak bertanggung jawab," cibir Taehyung.

Tbc

Wah, panjang. Kalian. Nggak ngos-ngosan kan bacanya?

Okey, TaeSo shipper, kalian menang!!!

Tunggu episode terakhirnya :)

Salam cogan. Btw, kalian mau dikasih Bonus Chapter nggak?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top