GOB-031


"Jadi, kita mau ngapain?"

Dengan bodohnya aku melempar pertanyaan itu pada Hanbin. Ya sejujurnya aku memang bodoh sih. Aku cantik, sayangnya untuk masalah percintaan, pengalamanku NOL BESAR. Jangan dipikir aku tidak paham masalah cinta, aku sudah banyak membaca novel-novel romantis, bahkan sampai yang rating-nya dewasa. Tapi, kenapa rasanya aneh ya kalau diri sendiri yang mengalami?

Aku cuma melihat sisi samping dari wajah Hanbin. Aku baru sadar kalau dia setinggi ini. Aku juga baru sadar, Hanbin seorang pria yang menyenangkan di balik tingkahnya yang kadang bikin kesal. Aku tidak memprotesnya karena sedari tadi ia menggandeng tanganku. Kami berjalan menyejajarkan langkah. Aku tidak tahu mau di bawa ke mana olehnya. Ia tidak akan melakukan hal yang aneh-aneh, kan?  Aku percaya, Hanbin yang terlugu di antara cowok yang lainnya. Yah, semoga saja.

"Taman hiburan?"

"Iya. Ayo main sepuasnya!"

Benar, kan? Dia memang yang paling lugu. Aku diajaknya ke sebuah taman hiburan. Kami menikmati beberapa permainan dan game seru.  Karena berangkat sehabis kuliah sore, tidak terasa, malam berganti dengan cepatnya. Lampu-lampu, keramaian, dan suasana ini awalnya membuatku tak nyaman. Tapi, genggaman tangan Hanbin yang mengerat membuatku merasa tenang. Aku berada bersama orang yang tepat.

"Kita naik itu, yuk?"

"Bianglala?"

"Kenapa? Takut ketinggian? Boleh kok pegangin tanganku terus."

"Modus! Siapa takut? Berani, kok!"

Ya, aku berani. Selain cantik ... aku juga ... berani.

"Hei! Kenapa wajahmu pucat?"

"S-siapa yang pucat? I-ini ... ini karena aku lupa memakai lipstick-ku tau!"

"Ahaha. Nggak usah bohong. Tuh, pipimu merah. Ketahuan ngibul!"

Sial. Kupikir ini semudah yang aku bayangkan. Kenyataannya, badanku dibuat merinding semua. Kenapa ini tinggi sekali?

Saking deg-deg-annya, aku tak berani membuka mata. Perlahan, aku mulai merasakan udara malam ini menggesek kulitku. Cepatlah berakhir, aku mohon!

"Sohyun, buka matamu. Kamu nggak akan bisa lihat keindahan ini bersamaku dua kali. Nanti rugi, loh."

"Apa maksudmu? Bisa aja aku minta main ke taman hiburan bersamamu lagi, kan?"

"Mungkin tidak."

"Kenapa tidak?"

Sekarang aku mulai memberanikan diri untuk membuka mata. Dan wajah Hanbin adalah satu-satunya fokusku.

"Feeling aja. Kayaknya, bukan aku."

Aku harap tidak pernah mengerti arti ucapannya. Tapi kenapa ya? Rasanya aku ikut membenarkan apa yang barusan ia katakan.

"Kalau takut lihat ke bawah, lihat aku saja. Mudah kan? Setidaknya, dengan ini aku bisa dipandang olehmu."

Aku ingin tersenyum. Malu. Akhirnya kutahan saja. Wajah Hanbin lucu kalau lagi serius. Ya ampun, si monyet pecinta pisang ini rupanya juga bisa menggombal. Kupikir, hobinya hanya minum susu pisang dan melakukan kontak fisik pada semua orang.

Tunggu, kontak fisik? Hei! Apa ini rencananya supaya dia bisa pegang-pegang tanganku?

"Stop-stop!"

Aku bangkit dan TONG!! Anggap saja itu bunyi kepalaku yang bertubrukan dengan atap besi dari bianglala yang aku naiki.

Bodohnya! Sudah tahu ada tempat sempit begini, bisa-bisanya aku berdiri tanpa berpikir serendah apa jarak antara tempat duduk dan atap besi bianglala ini! Benjol sudah kepalaku!

"Aww!!"

"Aduh, Sohyun? Nggak papa? Makanya duduk yang manis aja! Sakit kan jadinya?"

Entah mengapa, kursi yang tadinya terasa dingin dan keras ini berubah jadi empuk dan hangat. Apa gara-gara kepalaku yang terbentur akhirnya aku mulai berhalusinasi, ya?

Hanbin mengelus-elus dan meniup kepalaku yang masih terasa nyeri.

"Gimana? Mendingan?"

"Iya. Lumayan, nggak sesakit tadi."

"Enak?"

"Apanya?"

"Enak ya duduk di pangkuanku?"

Pantatku yang suci! Sejak kapan hei aku duduk di atas pangkuannya? Malunya berkuadrat-kuadrat ini sih!

Aku segera memindahkan tubuhku, sementara Hanbin meringis mengejekku. Huh, monyet ini! Emang hobinya kontak fisik ya?

"Apa lihat-lihat? Mau mencium sepatuku hah?"

"Jangan galak gitu dong. Kan kamu sendiri yang mulai."

"Kan nggak sengaja?"

"Nggak sengaja juga keenakan kan kamu-nya?"

"Ih, Hanbin!!! By the way, ini kapan selesainya sih? Perasaan dari tadi muter mulu? Terus, penumpang yang lain mana?"

"Sohyun, mau tau satu hal?"

"Apa?"

"Aku sengaja udah nyewa bianglalanya supaya bisa berduaan sama kamu. Terus, aku minta sama mas-mas yang jaga supaya putarannya lebih lama 10 kali. Hehe."

"What? 10 kali? Kamu mau bikin aku hamil?"

"Kok hamil?"

"Kamu mau aku muntah-muntah sampai rumah? Yang benar saja dong, ini aja aku udah mulai pusing."

"Tapi, kalau mau hamil ... ayo lah. Kita ke hotel sekarang."

"Monyettt!!"

Aku memukul punggung Hanbin dengan tinjuku. Salah kalau aku menyebutnya lugu, semua cowok itu sama aja. Mesummm. Nggak ada yang bener.

***

"Sohyun? Udah belum? Kaki aku udah pegel-pegel berdiri terus nungguin kamu keluar."

Anak itu berteriak seenaknya dari luar. Apa tidak merasa malu? Ini toilet wanita loh. Ya kali dia teriak-teriak begitu.

Dikiranya aku baik-baik saja setelah naik bianglala yang putarannya 10 kali lebih lama dari biasanya? Perutku sudah mau memuntahkan semua isinya. Stress kali itu anak.

Di mana romantisnya coba? Mau bikin aku pingsan, iya.

"Sohyun?"

"Bentarr, Monyet!! Ini lagi cuci tangan, please jangan teriak-teriak. Malu tau!"

"Kamu juga teriak, tuh."

Bodoh. Iya juga ya?

Aku menundukkan kepalaku. Pura-pura fokus mencuci tangan, padahal muka sudah merah padam diliatin mbak-mbak yang juga lagi ada di toilet. Benar-benar, deh, kalau sama Hanbin, urat maluku putus semuanya!

"Eh, udah? Main lagi, yuk?"

"Ya ampun, mau main terus sampai kapan? Sampai aku bener-bener lahiran?"

"Hehe, ya udah. Bercanda doang, kali! Serius amat sih."

"Huh."

"Maaf, ya. Gara-gara aku, kamu jadi pusing dan mual. Maklum, aku bingung mau habisin duit buat apa. Mama kamu baru aja ngasih gaji ke aku."

"Lagian, daripada buat nyewa bianglala, kan lebih berfaedah kalau duit itu buat kamu bayar hutang," ketusku.

"Tenang, masalah hutang kamu nggak usah ikut mikirin. Aku udah urus, kok. Yah, meskipun nyicil dikit-dikit."

Ternyata, Hanbin dewasa juga orangnya.

"Sekarang, kita mau ngapain lagi? Kali ini dijawab serius ya?"

"Ada, deh. Yuk!"

Hanbin menarik tanganku. Ia membawaku pergi ke suatu tempat. Sepi, tetapi anehnya aku tidak merasakan keheningan di sini. Ah, mungkin karena Hanbin orangnya berisik. Dia mengoceh di sepanjang perjalanan. Membicarakan rekan kerja mama yang galaknya habis-habisan. Juga, membicarakan orang gila yang kemarin ia temui di jalan sehabis menemani mamaku di agensi seharian.

"Percaya, ya, Sohyun. Itu orang gila ngejar-ngejar terus. Masa dia bilang aku suaminya yang kabur ninggalin anak sama istri. Ya kali, orang masih perjaka gini. Tapi, kalau suatu hari aku nikahnya sama kamu, kamu jangan pernah berpikiran buat jadi orang gila ya kalau lagi kutinggal kerja."

"Ngomong apa, sih. Mulai ngawur."

"Hah. Lupakan. Tunggu sebentar."

"Eh, Hanbin! Mau ke mana?"

Hanbin berlari ke arah yang lain. Membiarkanku sejenak, termenung di atas kebingungan.

Yah, sudahlah. Berkencan dengan dirinya tidak buruk-buruk amat. Aku jadi menikmati masa mudaku, merasa jauh dari masalah. Aku seolah melupakan bahwa aku punya fobia terhadap lelaki. Apa aku sudah mulai sembuh?

"Sohyun! Pegang ini."

Dia kembali. Bibirku menyunggingkan senyum saat kulihat ia datang membawa kembang api. Diberikannya aku satu batang. Lalu, tanpa bertanya, ikut kunyalakan.

"Gimana? Seru, kan? Rasanya, aku sangat ingin melakukan ini bersamamu."

"Wah, keren! Aku suka! Jadi keinget masa kecil."

Kemudian hening. Aku asyik dengan kembang apiku. Rasanya sangat bahagia. Tidak tahu kenapa, namun melihat percikan api yang dibuat oleh kembang api itu membuat dunia kecilku tidak kelihatan suram.

Diam-diam aku tersadar. Rupanya, sedari tadi Hanbin memperhatikanku. Perasaanku mulai aneh. Jantungku lagi-lagi berdetak tidak beraturan.

Aduh, kenapa sih Sohyun? Kalau begini terus, bagaimana aku bisa memilih satu di antara mereka? Mereka sama-sama ahli membuat jantungku berdebar-debar.

"H-hei! Kamu jangan ngeliatin aku begitu, malu tau!"

"Kenapa? Ngelihatin cewek cantik kok dilarang. Kan sayang kalau ada pemandangan seindah ini malah aku sia-siakan."

Monyet bodoh! Bagaimana bisa mengatakan hal se-cringe itu? Ini pasti efek dia sekamar dengan sunbae.

"Ya ... i-itu harus. Kecantikanku tidak boleh kau abaikan," ucapku seolah mengabaikan kenyataan bahwa jantungku hampir meledak dibuatnya.

"H-hei, Hanbin. K-kamu nggak ada permintaan lain?"

"Permintaan? Misalnya? Aku lagi nggak ada ide buat minta yang lain. Cukup ada kamu di sini, aku udah bahagia."

Meleleh!!! Alarm darurat untukku yang benar-benar tidak tahan dengan rayuan Hanbin. Fix, dia sebenarnya lebih romantis dibandingkan sunbae. Tapi, otaknya nggak pernah bener kalau lagi diajak serius.

"Ya, baguslah kalau kamu nggak ada permintaan. Aku jadi le-"

Cup.

"Hah!!"

Aku hampir oleng dan terjatuh saat Hanbin tiba-tiba mencuri ciuman di pipiku! Ah, sial! Kupikir dia nggak akan minta yang aneh-aneh! Ini namanya pencurian! Curang!!

"Wah! Untung badanmu kutangkap. Masa kena kecup dikit langsung salah tingkah sih?"

"Apaan kecap-kecup! Dasar tukang nyolong! Kalau mau cium-cium, bilang dong. Kasih aba-aba kek!"

"Oh, jadi, boleh nih minta yang di bibir?"

"Haha. Iya, boleh lah. Kenapa enggak?"

"Yakin? Serius? Boleh beneran nih?" Tanyanya dengan mata berbinar.

"Apa sih yang nggak boleh? Lagian ini kencanmu. Kamu bisa minta apa aja ke aku. Tapi, pejemin mata dulu gih."

"Wah, asyikk!"

"Nah, udah siap?"

"Siapppp!"

Rasakan.

"Mmuuu...." Hanbin memonyongkan bibirnya.

"Mm, Sohyun? Kenapa bibirmu keras sekali?"

"Keras, ya? Tapi enak kan?"

"Ehee ... enak, kok?"

"Baguslah. Padahal tadi sempat kecipratan lumpur di perjalanan. Nggak tau sih kalau kena kotoran kucing."

"Hah?! Apa?!!"

Hanbin membuka matanya secara refleks. Dia pun segera meludah karena baru saja menyadari telah mencium dan menjilat high heels-ku yang belepotan tanah.

"Gimana? Enak? Manis nggak??"

"Cuih! Sohyun! Kamu yang curang!"

"Kenapa? Lagian main sosor aja! Tau rasa kan? Kapok?"

"Huhh."

Aku tertawa terpingkal-pingkal. Hanbin berlari menuju sebuah kran air yang letaknya tak jauh dari lokasiku berdiri. Ia membasuh mukanya, juga berkumur setelah mencium sepatuku yang kotornya luar biasa ini.

"Ada-ada aja sih, Hanbin. Tapi lucu."

Aku masih tertawa melihat tingkahnya. Dibandingkan sebagai pacar, aku rasa Hanbin lebih menyenangkan kalau jadi adikku. Ah, sayangnya, kemampuannya menggombal tadi boleh juga. Aku jadi berpikir ulang untuk menjadikannya seorang kekasih.

Ketika mataku beralih pandang, tak sengaja kudapati sebuah bayangan hitam. Seseorang baru saja kabur dari acaranya mengintip kegiatanku bersama Hanbin.

Siapa?

Tbc.

Nah, lagi good mood. Jadi pingin update hari ini.

Bang Hanbin, maaf ya ... bibir Sohyun terlalu manis buatmu. Jadinya author kasih high heels-nya aja biar seru wkwk.

Siapa yang barusan ngintip ya?

Tunggu di next update.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top