GOB-028
Tidak bisa memisahkan antara ego dan perasaan cintanya? Sebenarnya, apa maksud dari kalimat itu? Sepertinya ada yang salah dengan sunbae. Bahkan, belakangan ini—sejak kencan dadakan kami—dia terlihat murung.
Apa aku selama ini telah melakukan kesalahan? Atau dia sakit hati karena Taehyung menciumku? Ayolah, semua orang tahu kejadian itu. Jadi tidak ada yang bisa kurahasiakan lagi. Dari Taeyong sekali pun!
Benar, cowok itu. Aku bingung, gimana harus menyikapinya. Dia suka marah-marah nggak jelas, dan sejak pertengkaran kami, sikapnya padaku jadi semakin kasar.
Terutama, hari itu. Hari di mana aku baru mengetahui foto diriku dan Taehyung tersebar sampai ke media sosial. Tentang seorang gadis fobia yang dicium oleh seorang ambassador tampan dari Fakultas Sastra. Aish! Mengganggu sekali!
Gara-gara itu, aku menghindar setiap kali Taehyung mencoba bicara padaku. Dan gara-gara itu, Lee Taeyong jarang pulang ke rumah ini—rumahku, alias tempatnya bernaung.
Ke mana cowok itu? Apa dia tidur di apartemennya?
Hei! Apa yang aku pikirkan? Sejak kapan aku penasaran di mana dia tidur dan berkeliaran? Kehidupannya kan bebas, dia orang tanpa aturan. Orang paling menyebalkan yang pernah kukenal. Cuma dia, dia yang paling pertama, Lee Taeyong.
Aku tanpa sadar bergerak keluar rumah, menuju halaman. Aku tidak akan berbohong dan mengelak lagi. Ya, aku menunggu kepulangannya. Aku masih tau diri, jadi aku masih ingin mencoba meminta maaf padanya atas omonganku yang menyinggung perasaan.
Tidak bisakah dia kembali? Kalau begini, aku bisa-bisa tidak dapat tidur karena terus menopang rasa bersalahku padanya di kepalaku yang sudah penuh masalah.
Dan yang kutunggu-tunggu telah tiba! Dia ... akhirnya si berandal—tidak—maksudku si cowok bernama Taeyong itu pulang!
Aku merentangkan kedua tanganku, menghadang jalannya. Penampilannya tampak kacau. Walaupun selalu kacau, tapi ini yang terkacau dari hari-hari sebelumnya.
"Stop! Berhenti! Kita harus bicara!"
"Minggir!"
"Taeyong, ki-ta ha-rus bi-ca-ra!"
"Kau tuli? Minggir nggak?"
"Aku nggak akan minggir sampai kau mau bicara denganku. Sebentar saja, oke?"
"Aku mau berkemas!"
"Apa? Berkemas? Kau mau ke mana?"
Dia mengabaikan pertanyaanku dan menerobos masuk. Sial!
"Hei, Taeyong! Kamu tidak bisa pergi begitu saja. Kita harus menyelesaikan masalah kita!"
Aku menahan lengannya, tapi dia dengan kuat menepisku. Aku goyah dan terjatuh, namun berhasil kutopang tubuhku dengan berpegangan pada sofa.
Kulihat, Taeyong telah menghilang di balik pintu kamarnya. Kejadian ini terjadi di siang hari. Hanya ada aku di rumah. Dan sekarang, aku bingung harus bagaimana lagi. Taeyong sangat keras kepala.
"Taeyong!"
"Lepas! Jangan pernah kau menyentuhku dengan tanganmu itu! Menjijikkan!"
PLAK!
Tidak. Aku menamparnya sekali lagi. Aku kehilangan kesabaranku, aku kalah.
"Lihat? Kau menamparku lagi kan? Aku rasa ini sudah cukup menyampaikan semua yang ingin kau sampaikan padaku."
Aku geram dengan ucapannya. Ada apa sih anak ini? Kenapa dia tidak bisa sedikit saja lembut pada wanita?
"Tutup mulutmu, apa kau sendiri tidak berkaca? Kau yang selalu berbuat kasar padaku. Kau berbuat seenaknya, kau mengetuk pintu hatiku lalu kau keluar semaumu. Apa maksudmu mempermainkanku begini?"
"Hah, mempermainkan? Siapa sebenarnya yang memainkan dan dipermainkan di sini? Kau yang harusnya berkaca, Kim Sohyun."
Taeyong menyeringai, membuat kemarahanku semakin bergemuruh. Aku berniat baik untuk meminta maaf padanya dan inikah yang dia lakukan?
"Wanita memang selalu benar, dan pria selalu salah. Benar begitu? Oke. Aku yang akan minta maaf duluan. Maaf sudah mempermainkanmu, walau sebenarnya aku sangat ingin mengatakan 'terima kasih sudah mempermainkanku, Kim Sohyun' ".
Wah, apa dia bilang? Aku mempermainkannya? Di bagian mana? Bukankah dia memang yang salah? Aku benci pria sepertinya!
"Dasar wanita tukang cari perhatian!"
Jleb. Seakan sebuah pisau menusuk pertahananku. Aku yang mencoba untuk menahan emosi, aku yang mencoba untuk bersikap baik ... good bye.
Bugh!
Aku memukul punggung Taeyong dengan keras saat dia melewatiku dengan menyeret kopernya. Dia pun berhenti. Namun tidak berbalik. Baguslah, karena saat ini, entah bagaimana aku bisa cengeng! Kenapa aku harus menangis?? Biasanya aku tahan dengan segala ucapan yang mengolokku, tapi ... ucapan Taeyong sangat menyakitkan.
Bukankah aku pernah menganggapnya teman dekat? Rasanya, aku seperti sedang dikhianati.
Tak berkata apapun, aku berlari keluar rumah. Tanpa tujuan. Aku hanya ingin sendiri dan menangis sepuasnya.
Kenapa dadaku sesak sekali? Harusnya aku tidak selemah ini! Aku menangis untuk orang yang membuatku sakit hati? Harusnya ini tak pernah terjadi!
Aku meraung-raung tidak jelas. Langit mendadak gelap, dan hujan pun turun dengan deras. Semakin lengkaplah kesedihanku.
Tuhan, kau baik sekali.
***
Aku terbangun saat kurasakan sebuah kehangatan menjalar di sekujur tubuhku. Kubuka mata perlahan. Kulihat atap yang berwarna kekuningan, terpancar khas oleh sebuah lampu dengan warna yang sama.
Aku merasa pusing dan sedikit meriang. Aku mendudukkan diri dengan sekuat tenaga.
"Astaga!"
Aku terkaget saat yang kulihat pertama kali adalah wajah Taeyong yang menatapku tajam.
Dia lalu berdiri tanpa mengucap sepatah kata pun. Dia keluar dari ruangan dan saat itu juga aku sadar. Aku sedang tidak berada di kamarku, tapi berada di salah satu kamar di apartemen milik Lee Taeyong. Aku ingat pernah masuk dengan lancang ke sini waktu itu. Waktu aku mengantarkan Taeyong yang teler karena mabuk dan ia tak sengaja memuntahkan isi perutnya di pakaianku.
Semua berjalan lancar dulu, saat aku dan dia mulai akrab sebagai teman. Tapi, karena kesalahanku, hubungan kami semakin jauh. Tidak, dia juga salah! Dia selalu bersikap kasar dan aku tidak suka!
Namun, dipikir-pikir ulang, untuk apa dia memungutku dari jalanan ketika aku pingsan kehujanan dan membawaku ke mari, ke tempat yang penuh kehangatan?
Cowok itu memang tidak bisa ditebak.
Aku bangun dari tempat tidur. Bajuku bahkan masih sama, kupikir dia akan mengganti pakaianku yang basah. Ternyata, dia tidak semesum itu. Jaket yang ia pakai sebelumnya melekat ditubuhku. Juga dengan semua handuk-handuk ini, dia mencoba mengeringkan tubuhku.
Aku agak tersentuh dibuatnya.
Aku bergerak keluar dari kamar, turun ke lantai bawah. Tak kutemukan sosoknya di mana pun hingga akhirnya aku menuju ke tempat terakhir yang kuketahui adalah sebuah dapur.
Dia duduk di pantry. Sebuah botol soju tergenggam di tangannya. Juga ada beberapa yang tergeletak di lantai.
Ya ampun! Dia mabuk!
Aku berjalan makin mendekati tubuhnya. Tidak hanya mabuk, kulihat jemarinya menjepit sebuah puntung rokok yang tinggal setengah.
Kapan dia berubah? Aku pernah menyuruhnya untuk berhenti merokok, ternyata tidak dia lakukan.
Aku mengambil asal rokok itu, lalu kuinjak sembarangan. Taeyong tersentak, namun kemudian, ia kembali ke keadaan mabuknya.
Taeyong turun dari pantry, ia melangkah sempoyongan dan berakhir duduk di sofa depan televisi. Ia tertawa, kemudian menangis. Tertawa lagi, dan menangis. Sungguh seperti orang gila. Kemudian, ia menggumam.
"Kenapa kau lakukan ini padaku?"
"Kenapa kau bohong padaku?"
"Kenapa kau menyakitiku?"
Batinku bertanya-tanya, siapa???
"Apa tidak cukup aku menerimamu selama ini? Tapi kau menghancurkanku. Kepercayaanku. Kau ... idiot sialan!"
Idiot sialan? Sepertinya aku tak asing dengan sebutan itu.
Aku kaget saat mendadak Taeyong membalikkan tubuhnya menghadapku.
"Kau! Haha ... harusnya tadi aku tak membawamu ke sini. Kau mengotori apartemenku!"
Ekspresinya berubah hanya dalam satu detik. Dia tertawa dan kemudian marah-marah. Padaku.
"S-salah sendiri membawaku. Kenapa tidak kau biarkan aku mati di jalanan? Dengan begitu hidupmu akan jauh lebih tenang, iya kan?"
Apa yang aku lakukan sih? Bicara dengan orang mabuk? Dia pasti tidak akan paham apa yang aku ucapkan.
"Kenapa aku tidak bisa membiarkanmu terluka? Kenapa aku harus memperhatikanmu?"
Aku tetap diam tak bergeming. Taeyong menyandarkan kepalanya ke sofa. Matanya terpejam tapi mulutnya terus meracau tidak jelas.
"Kenapa ... aku ... harus ... jatuh hati padamu?"
Aku mulai memperhatikannya sungguh-sungguh. Pertanyaan itu juga yang ingin kutanyakan padanya. Bagaimana dan mengapa dia mencintaiku?
Gadis seperti diriku yang punya kekurangan ini, apa yang membuatnya suka padaku?
"Kim Sohyun ... aku hanya milikmu."
Dia mabuk, apa dia sadar apa yang barusan diucapkannya itu? Sangat bertentangan dengan sikapnya beberapa jam yang lalu.
"Lee Taeyong, aku minta maaf. Aku hanya ingin minta maaf padamu atas kata-kataku yang menyinggung. Tapi ... kau perlakukan aku dengan tidak baik. Kau terus menghindariku, lalu bagaimana caraku bisa menggapaimu? Dan mendapatkan hubungan pertemanan kita kembali seperti sebelumnya? Jujur, aku masih tak paham dengan sifatmu."
Karena dia mabuk, pun dia tak akan menangkap omonganku dengan baik kan? Jadi, sekalian saja kuluapkan seluruh kekesalanku.
"Aku membencimu! Iya, aku membencimu! Kalau saja kau bersikap lebih lembut, aku tidak akan semarah ini!"
"Tapi Taeyong, aku gengsi mengatakan ini, dan berhubung kau sedang mabuk, aku bisa mengatakannya secara leluasa tanpa beban."
Aku meraih salah satu tangannya, Taeyong masih memejamkan matanya dan kepalanya bersandar pada sofa.
"Aku sungguh tidak ingin kau keluar dari rumahku. Kumohon ... kembalilah."
Aku menundukkan kepala. Aku tahu dia tidak akan meresponku, tapi lega rasanya. Akhirnya aku berhasil mengungkapkan sesuatu yang mengganjal di hatiku.
"Sohyun...."
Taeyong tiba-tiba sadar dan membuka matanya. Kulihat keduanya berbinar, cahaya lampu memantul menghiasi irisnya yang gelap. Aku tenggelam di dalam tatapan mata Taeyong yang sayu sampai tidak sadar sebuah lumatan halus menyapu permukaan bibirku.
Taeyong menciumku.
Tbc.
Maaf ya, biar adil, aku kasih semua cowok kesempatan buat dapet ciuman dari Sohyun. Gimanapun keadaanya. Wkwk
Part ini full buat Taeyong. Sekarang, tinggal abang Hanbin :")
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top