GOB-020

"Aak!"

Aku menutup rapat kedua kelopak mataku saat kursi yang menjadi tumpuanku tiba-tiba goyah. Aku pasti sudah terjatuh kasar ke lantai, tapi sesuatu menahanku!

"Nggak kuliah lagi?"

Kubuka mata lebar-lebar, astaga! Sejak kapan dia ada di sini?

"Bukan urusanmu. Turunkan aku!"

"Berisik."

Dia pun menjatuhkanku ke atas sofa. Sial sekali, niatku mau membenarkan bola lampu di kamarku yang semalam tak bisa kunyalakan, eh, aku malah terjatuh dan hampir mencium lantai.

Beruntung dia datang. Tapi tetap saja, ini namanya kesialan karena yang menolongku adalah cowok paling dingin sedunia. Lihat saja gayanya sekarang ini. Dengan buku yang masih setia berada di pelukannya, ia tampil rapi. Meskipun sinar matahari menyingsing sampai di ubun-ubun, aku akui, Taehyung berbakat dalam menjaga pesonanya. Dia tak berkeringat barang setetes pun. Ketampanannya luar biasa, apa dia pakai bedak formalin? Bagaimana bisa bertahan selama 24 jam begitu?

"Berhenti tebar pesona! Pergi sana!"

"Daripada pergi, bukankah sebaiknya kau mengatakan 'tolong' padaku?"

"Apa maksudmu?"

"Baiklah, aku pergi."

"Hei, tunggu!"

Menyesal aku! Menyesal! Kenapa harus menghentikannya?!

"Bisa tolong bantu aku memasang bola lampu yang baru?"

Tanpa menjawab, Taehyung meraih bohlam yang ada di tanganku. Dengan cekatan, ia memutar lampu yang lama dan menggantikannya dengan yang baru. Tubuhnya yang tinggi ditambah lagi dia sedang menaiki sebuah kursi membuat puncak kepalanya hampir-hampir menabrak plafon.

"Pegang kursinya dengan benar! Jangan melamun," teriaknya yang langsung membuatku sadar.

Apa sih yang aku pikirkan? Kagum karena tubuhnya yang jangkung? Konyol sekali. Sejak kapan aku begini?

"Nggak usah sok! Kamu pikir aku nggak bisa megangin kursi begini doang?"

Rasa sebalku terpancar sudah. Aku melepas pegangan tanganku di kedua sisi kursi, berkacak pinggang dan membuang muka. Awas saja, akan kubuktikan padanya kalau aku tak seperti yang dia bayangkan. Aku dapat melakukan segalanya dengan benar!

"Kau?! Whoa–"

Bruk.

Punggungku! Sakit banget! Tapi, kepalaku baik-baik saja?

Aku membuka mata, dan langsung kutemukan wajah datar Taehyung yang sejajar menghadapku.

Sebentar, perasaan apa ini? Denyut nadiku terasa meledak-ledak. Aku menahan napasku karena jarak wajahnya yang dekat. Ah, sial. Hembusan napasnya menerpa kulit wajahku, membuat tubuhku meremang.

Kenapa dia tak berkata apa pun? Situasinya jadi setengang ini, 'kan? Tapi dia masih bisa sedatar itu? Apa dia tidak tahu kondisi jangungku sekarang sedang tidak karuan? Ini nggak fair!

Menyingkir, dong! Teriakku tertahan dalam dada.

Taehyung semakin mendekatkan wajahnya, aku pikir, dia akan menciumku jika aku tidak menghalanginya. Apa mungkin begitu? Apa dia memang akan menciumku?

Tidak!!

Aku harus bangun, aku harus mendorong tubuhnya. Aku harus keluar dari kurungannya ini!

Please ... ke mana tenagaku pergi?

"Lepaskan!!"

Keteganganku berakhir ketika kudengar suara pekikan dari arah luar. Itu mirip suara Yena! Ada apa dengannya?!

Seolah mengetahui permintaanku, Taehyung memundurkan tubuhnya. Ia berdiri dan menjauh dariku, membiarkan aku lepas dan tak lagi berada dalam kungkungannya.

Terima kasih, Yen. Kau selamatkan aku.

Aku setengah berlari menuju ke sumber suara. Kedua manikku mendelik saat kudapati Taeyong mencengkeram pergelangan tangan Yena. Sahabatku meronta-ronta kesakitan, aku panik!

"Hentikan! Kau gila?!"

Aku menarik Yena ke belakangku, membuat Taeyong terkejut. Kehadiranku yang tiba-tiba memang seharusnya membuat ia kaget. Karena pasti, aku menggagalkan rencananya.

"Sudah kubilang, jangan mengganggu sahabatku!"

"So-Sohyun, t-tolong ... dia mau ... dia ...," racau Yena tergagap.

"Tenang, Yen. Ada aku, jangan takut, oke?"

"Kau! Urusan kita belum selesai!"

Aku membawa Yena pergi ke kamar. Bahaya jika berlama-lama dengan Taeyong. Aku tak bisa menjamin keselamatan sahabatku sendiri di rumahku, itu sungguh memilukan.

***

"Kamu baik-baik saja?"

"Dia, dia mau menciumku. Aku takut, Hyun. Aku mau pulang," katanya begitu resah.

"Iya, iya. Habis ini, aku minta Pak Yoon mengantarmu pulang."

"Sohyun, hati-hati," ucap Yena berkaca-kaca.

"Hati-hati kenapa?"

"Cowok itu, dia yang ... dia yang membocorkan rahasiamu. Aku dengar sendiri."

Sudah kuduga! Sebenarnya, apa mau lelaki itu? Apa ini bentuk hukumannya atas perbuatanku dulu? Aku sebisa mungkin membendung kemarahanku. Aku tak bisa lepas kendali di depan sahabatku, aku harus tahan emosi.

Aku tak akan biarkan ini berlanjut! Dia sudah berhasil menjatuhkanku, maka dia tak boleh dengan mudahnya menjatuhkan sahabatku juga! Lelaki itu tidak boleh mendapatkan apa yang dia mau!

***

"Kau! Apa sih yang kau inginkan? Bisakah berhenti menganggu kehidupanku?"

"Apa yang kau bicarakan?"

"Tidak usah pura-pura! Kau yang menyebarkan rumor tentangku, benar 'kan? Kau lakukan itu supaya apa?? Supaya aku mendapatkan hukumanku karena waktu itu menghinamu, iya?"

"Cih. Jadi dia menghasutmu? Dan kau percaya begitu saja?"

"Tanpa berpikir dua kali, jika kau menanyakan akan kupilih siapa antara sahabat dekatku dengan lelaki asing yang tinggal di rumahku, maka sudah pasti aku akan membuang jauh-jauh orang asing itu dan lebih percaya pada sahabatku."

"Wow. Itu menyakitiku, loh. Bisakah kau bicara lebih lembut padaku? Aku juga manusia."

"Lucu sekali! Kau bilang kau manusia? Tapi kelakuanmu seperti iblis! Bodoh jika aku kena tipu dayamu, Taeyong!"

Suaraku mulai meninggi. Tak kusangka aku bisa membentak sekencang ini. Dadaku naik-turun, amarah ini menggulung hebat dalam hatiku. Rasanya ingin aku uapkan emosi yang menguasai diriku seperti gunung meletus yang menyemburkan lavanya!

"Pergi dari rumahku!"

"Kau mengusirku?"

"AKU MENGUSIRMU, PUAS?"

***

Mama, dan ketiga tamunya yang tersisa melihatku dengan tatapan dingin tak terbaca. Apa aku salah telah mengusir Taeyong dari rumah? Dia kurang ajar, dia pembuat ulah, dia tak bisa dipercaya. Aku tak perlu merasa menyesal 'kan setelah mengusirnya begitu?

Ah, tapi ... kenapa sekarang aku jadi yang tak tega? Apa aku terlalu kasar pada Taeyong?

"Kenapa kamu mengusirnya? Kamu nuduh dia yang nyebarin soal fobiamu? Itu saja?"

"Itu saja? Maksud Mama apa? Dia melukai harga diriku, Ma! Dia bikin semua orang tahu aibku! Dia yang bikin aku terhina, kenapa Mama belain dia?!"

"Bukan itu maksud mama. Mama cuma nggak mau kamu nuduh tanpa bukti. Taeyong mungkin kelihatan baik-baik saja, tapi dia pasti sakit hati karena kamu nuduh dia yang nggak-nggak."

"Kalau aku bilang, aku ada saksi? Bagaimana?"

Mereka semua melirikku. Aku menyeringai, kali ini mereka akan berpihak padaku 'kan?

"Siapa saksi yang kamu bicarakan?"

"Nggak penting siapa dia. Tapi, dia denger percakapan Taeyong sama seseorang, dia sengaja menyebarluaskan kalau aku punya fobia sama cowok. Dia membenciku karena aku pernah menghinanya sekali."

Semua terdiam. Benar 'kan? Taeyong tidak pantas untuk dibela. Semua orang tahu bagaimana sikapnya, bagaimana perangainya.

"Sekali preman tetap preman! Sifatnya tidak akan bisa diubah semudah mengedipkan kedua mata," imbuhku.

"Itu tidak benar. Dia tidak pernah membencimu."

Taehyung, si cowok kaku itu mendadak angkat bicara. Dan sekali dia berkata, kami semua langsung terpana. Sejak kapan kedua saudara tiri itu akur?

"Kamu tidak bisa menilai orang hanya dari luarnya saja," tukasnya sebelum ia berjalan keluar rumah dengan menenteng tas.

Aku menghembuskan napas berat. Ya Tuhan, kenapa orang-orang ini begitu mengesalkan?

Tbc.


Selamat, aku double up hari ini!😁

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top