GOB-018
Dadaku terasa sesak. Sampai sekarang, udara terasa begitu sulit untuk kuraih. Aku mencoba menenangkan pikiran, namun tidak bisa. Ketakutan masih menyelimutiku. Tubuhku bergetar, aku ingin bergerak tapi sekujur badanku menjadi sangat kaku. Kenapa ini?
Samar-samar aku melihat wajah seseorang. Dia tertidur dengan posisi terbaring di atas sofa, di dalam kamarku. Aku ingin melihat lebih jelas, sayangnya, mataku masih sulit untuk terbuka. Yang jelas, keadaan di luar sana gelap. Aku yakin, pagi belum menyapa.
Suhu udara menjadi dingin akibat angin yang membawa sisa-sisa hujan, menyelinap masuk melalui celah jendela kamarku. Aku menggigil. Kucoba meraih selimut yang hanya sebatas perutku, tapi kedua lenganku berasa membeku. Aku sungguh tidak dapat bergerak.
"Sohyun ... sudah siuman?" suara seorang lelaki. Dia mendekatiku dengan langkah hati-hati.
"Kau kedinginan?" tanyanya. "Baiklah, akan kunaikkan selimutmu."
Tanpa bisa kucegah, ia membantuku mengenakan selimut sampai sebatas leher. Tak hanya itu, ia berjalan menuju arah jendela. Memastikan benda itu tertutup rapat.
"Mau kubuatkan minuman hangat?" tanyanya lagi.
Aku menggeleng lemah. Dia membenarkan letak selimutku yang masih kurang pas, seraya berkata, "Tidurlah dan bermimpilah dengan indah. Buang jauh ingatan buruk soal tadi."
Dia siapa? Kenapa pengelihatanku kabur? Apa dia yang membawaku ke mari? Dia yang mengeluarkanku dari jeratan penyiksaan setelah bermain game tadi?
Aku penasaran setengah mati.
"Kau tidak mengingatku sekarang, tapi segera ... aku yakin kau akan memanggilku dengan penuh kesadaran," katanya yang tidak aku mengerti.
Setelah itu, mataku terpejam. Aku sungguh lelah. Entah pikiran, entah fisik. Aku sangat-sangat ingin tertidur pulas sekarang ini.
***
Kini aku tidak lagi menangkis kenyataan bahwa aku pengidap androfobia. Ketika bangun di pagi hari, saat ini, aku merasa baik-baik saja. Semalam itu sungguh mengerikan. Aku mendapat sebuah ciuman, yang aku yakini adalah semacam kutukan terburuk yang pernah ada.
Bagiku, dunia terasa aman saat aku hidup di tengah-tengah perempuan. Aku sama sekali tidak berharap berkenalan dengan laki-laki, berbincang dengan mereka, melakukan kontak fisik dan sebagainya. Semua muncul begitu saja sejak aku pindah dari sekolah menengah pertama.
Aku bahkan sempat menunda satu tahun pendidikanku gara-gara mentalku yang tidak baik. Aku mendapat terapi dan pengobatan, yang semua dilakukan atas bantuan Dokter Sohee. Hingga, emosiku mulai menormal. Aku bisa melanjutkan sekolahku dan mama mengirimku ke sekolah khusus perempuan.
Akhir-akhir ini adalah di mana aku merasa tertekan. Mama memaksaku melakukan hal-hal yang berlawanan. Sekolah di kampus umum, sampai tinggal bersama empat orang lelaki. Aku tahu niatnya baik, hanya saja mama tidak mengerti. Aku cukup tersiksa dengan semua ini.
Tapi mimpi semalam adalah mimpi yang membuat semua ketakutanku hilang. Rasanya aneh, siapa lelaki yang mengecup keningku? Ada kalimatnya yang masih terngiang-ngiang di kepala, "aku menunggumu sembuh. Tidak peduli seberapa abad pun lamanya, aku akan selalu menantimu."
Cukup. Hanya mengingatnya saja sudah membuatku bertambah pusing. Itu hanya mimpi, kan? Bunga tidur. Lagi pula, aku tidak berharap banyak untuk bisa sembuh. Kedengarannya mustahil.
Aku mendudukkan tubuhku. Kuraih segelas air putih yang tampak menyegarkan, yang ada di atas nakas. Aku baru sadar, jendela kamarku sudah terbuka lebar. Sinar matahari yang hangat masuk dan membuat kamarku lebih terang.
Sekarang apa yang bisa kulakukan? Keluar kamar dan menghadapi mereka lagi? Ya Tuhan, sungguh. Aku hanya ingin mereka angkat kaki.
"Sweetie, sudah bangun?"
"Mama? Kok udah di rumah?"
"Mama dapat telepon, katanya kamu pingsan semalam."
Apa mama tahu penyebab aku pingsan?
"Kalau sudah baikan, sebaiknya segera bersiap-siap. Bukannya kamu ada jadwal kuliah?"
"Ah ... tapi, Ma? Aku kan masih nggak enak badan," alasanku.
"Mama ini mengenalmu sejak bayi, Sayang. Mama tahu kamu pasti membohongi mama. Ayo, sana beres-beres."
Baiklah. Mama memang tidak bisa diberi trik sedikit saja. Kali ini aku lagi-lagi mengalah.
***
Sesampainya di kampus, pikiranku jadi kalut. Bagaimana tidak, mereka memandangiku dengan sorot yang mengerikan. Apa penampilanku hari ini buruk? Ataukah aku melakukan suatu kesalahan?
Aku berhenti dan memperhatikan diri, dari atas sampai bawah. Aku rasa aku mengenakan pakaian yang sewajarnya. Make up juga tidak berlebihan. Rambutku rapi. Lalu, apa yang mereka sedang awasi?
"Hei.... Mau main sama kita?"
Aku memundurkan langkah seketika. Dua orang cowok menghampiriku, mereka mengerling nakal. Berniat menggoda.
"Sohyun, hari ini pembukaan club malam milik kakakku. Kau harus datang, ya?"
Pertanyaanku, kenapa tiba-tiba mereka jadi sok ramah? Meskipun banyak yang memuji kecantikanku, tak ada seorang pun yang berani mendekatiku secara langsung. Rata-rata dari mereka merasa tak pantas bersanding denganku. Tapi, apa ini? Mereka berubah jadi sangat agresif.
"Kau juga bisa datang ke pesta ulang tahunku besok, Sohyun."
Lagi. Seorang cowok datang. Jujur, aku tak mengenali mereka semua. Dan lebih parahnya lagi, aku berada di lingkungan kampus secara umum. Ini bukan fakultasku, dari mana mereka mengenal diriku? Bukankah ini mengganjal?
"Mm ... Maaf. Aku tidak kenal siapa kalian."
"Jangan pura-pura tidak kenal, Sohyun. Kami sering memperhatikanmu lewat sini. Sudah lama kami ingin mengajakmu berkenalan."
"P-permisi, aku ada kelas," elakku untuk melarikan diri. Namun, sial.
Salah satu dari mereka mencekal lenganku.
"Lepas...."
"Teman-teman! Bukankah kalian penasaran?!" teriak cowok itu ke semua orang.
Aku dibuatnya ketakutan setengah mati. Kebanyakan yang datang mengerubungi adalah cowok, mengingat kampus ini memang mayoritas mahasiswanya berkelamin pria. Bagaimana aku tidak was-was?
"Ini yang namanya Sohyun, kan? Anak Fakultas Seni yang katanya punya penyakit aneh itu?"
Lagi. Cowok itu berteriak ke teman-temannya yang berdatangan. Lantas, aku dijadikan pusat perhatian mereka. Apa yang mau cowok ini lakukan?
Penyakit aneh?
"Sohyun, maaf. Tapi kami sedikit penasaran dengan penyakitmu. Bolehkah—" ucap lelaki itu terpotong. Tangannya kini mencolek pipiku.
Sementara, cowok yang lain berusaha mendekapku. Memelukku dari belakang.
Ya Tuhan! Tolong.... Aku hampir menangis ketakutan. Tubuhku melemas, debaran jantungku semakin kuat sedangkan paru-paruku sesak.
Tolong jangan lagi ....
"Jadi Sohyun ...," kata cowok itu lagi. Aku baru sadar, dia banyak bicara. "Apa benar kau takut pada laki-laki?"
Mataku mendelik. Bagaimana mereka tahu? Bagaimana aibku bisa bocor? Siapa? Siapa yang melakukan ini padaku?
"Tenang, kami tidak akan mengganggumu. Mungkin, sedikit bermain-main saja ...."
Kampus sebesar ini, seterkenal ini, melakukan bullying secara terang-terangan. Ke mana pihak Perth Glory? Dan mana para pembela hukum di kampus ini?
Mereka hanya diam menyaksikanku dipermainkan. Bahkan, beberapa mengeluarkan ponsel mereka dan merekam aksi yang menimpaku. Aku sungguh malu.
Demi Tuhan, siapapun tolong aku!
Nyawaku benar-benar akan berakhir di sini. Sungguh ... jika harus mati, aku tidak mau mati dalam keadaan yang memalukan.
"Apa-apaan kalian?!"
Aku merasa tanganku ditarik paksa oleh seseorang. Tubuhku yang limbung digendongnya. Aku tak tahu ini siapa, tapi ... sentuhannya sangat tidak asing. Mirip seseorang yang menggendongku ke kamar semalam. Suaranya pun, aku pernah dengar. Hanya saja, aku tidak ingat bagaimana wajahnya.
Sinar matahari yang menyilaukan berhasil mengahalu pandanganku untuk mengetahui lebih jauh sosok itu. Suara ramai anak-anak yang bergosip masuk ke telingaku, membuatku kesal dalam hati.
Aku benci menjadi selemah ini!
"Sohyun, kau baik-baik saja?" tanya si penyelamat itu. Aku tak sanggup membalas pertanyaannya karena bibirku gemetar, pun napasku terengah-engah. Sulit untuk dibuat bicara.
"Tidak apa, sekarang kau aman."
Aku pikir, bisa pingsan dengan tenang. Cowok ini, dia membuatku nyaman. Entah mengapa, sentuhannya tidak memperburuk fobiaku. Ini pertama kalinya, sebelumnya aku tidak pernah tahan dekat-dekat dengan cowok.
Apa mungkin Yeonjun yang melakukannya? Dia sepupuku, laki-laki langka yang bisa tahan terhadap fobiaku. Laki-laki yang kujadikan pengecualian bisa dekat denganku.
Tapi, ini bukan suaranya. Sama sekali bukan karakternya yang begitu manja.
"S-siapa ...," gumamku tidak jelas.
"Kau akan mengingatku nanti."
Kalimat itu lagi? Siapa sebenarnya cowok ini?
Tbc
Menurut kalian siapa yang nolongin Sohyun? Yuk, keluarkan semua asumsi kalian :)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top