GOB-007

"Cut!!"

Yoojung menyeret pergelangan tanganku begitu gemas. Hampir satu setengah jam, namun dirinya tak mendapatkan akting yang terbaik dari kedua aktornya. Bukan Eunwoo, melainkan akulah yang membuat syuting jadi berkali-kali take.

"Apa yang kau lakukan?!"

"Kau lihat? Cuaca semakin panas, tapi aktingmu tidak pernah benar!"

"Please, Sohyun. Ini demi tugasku. Kau harus berakting bagus hari ini. Bisa kan?"

Tidak!

Aku sudah menjajal berulang kali, meski kubuang jauh rasa takutku, itu akan tetap kembali. Seperti boomerang yang dilempar ke segala arah, pada akhirnya ia akan kembali pada titik mula ia berasal.

Rasa takut yang melekat. Bagaimana bisa rasa takut yang kumiliki bertahun-tahun dapat lenyap dalam beberapa  kali take?

Itu hal konyol!

Sayangnya, aku masih belum siap memberitahukan kekuranganku. Aku malu. Ya, semacam itulah.

"I–iya deh, aku akan usaha semaksimal mungkin."

"Nah, gitu dong. Pokoknya kali ini harus bisa dapet satu scene. Oke?"

Jari telunjuk dan jempolku menyatu membentuk bulatan, mengisyaratkan kata 'baik'.

"Sunbae!" teriak Yoojung pada lelaki tampan yang kini tengah menenggak air mineralnya di bawah pohon, ia berteduh.

"Ya?"

"Maafkan temanku ini, ya. Kita istirahat sebentar, lalu lanjut syuting. Aku janji, habis ini pasti aktingnya berhasil."

"Haha, baiklah. Jangan terlalu keras padanya, ia mungkin gugup."

Benar, aku sangat gugup.

***

"Mau minum?"

Aku menghadapkan telapak tanganku pada Eunwoo, menolak tawarannya dengan halus.

"Apa kau tidak kepanasan di sana? Kemarilah, disini sejuk."

Gelagatku yang tidak beres, langsung saja tertangkap oleh kedua manik bening milik Cha Eunwoo.

Menurutnya aneh jika seorang gadis rupawan sepertiku memilih duduk di bawah terik matahari dibandingkan berteduh di samping cowok tampan yang banyak diincar.

Kami serasi. Sama-sama good looking, mungkin. Tapi, barangkali aku adalah gadis paling aneh yang pernah ia temui. Yang malah menjauh darinya dan bukan mendekat.

Menghindarinya tanpa alasan?

Kenapa? Aku yakin, dia penasaran.

"Eh?"

Eunwoo mengulurkan tangannya. Naskah yang ia pegang, ia gunakan untuk menghalau sinar mentari yang membakar lapisan epidermis di wajahku.

"Tidak perlu," tolakku.

"Kenapa? Aku merasa bertanggungjawab padamu."

"Padaku?"

"Ya, bagaimana mungkin aku membiarkan sinar UV menyentuh kulit gadis secantik dirimu? Aku tidak mau kulitmu yang seputih susu jadi kelebihan melanin."

(Alias tambah hitam)

Aku tertawa renyah, anggap saja aku paham yang mahasiswa kedokteran itu katakan.

"Nanti kulit tanganmu yang kepanasan," ucapku Sohyun.

"Kalau gitu, sini. Duduk bersamaku."

Aku mendesah. Menyesal mengatakan hal yang tadi. Sekarang, bagaimana caranya menghindar, menjauh sejauh-jauhnya?

"Ah, aku mau buang air kecil. Permisi!"

Aku bangkit dan buru-buru pergi. Eunwoo terheran-heran.

"Toilet cewek kan ke arah sana ...."

Jemari panjangnya pun menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

***

"Cut!!"

"Kenapa lagi?" sahut Saeron yang ikut membantu memegang kamera.

"Ini aneh, dari tadi Eunwoo mendekat ke arah Sohyun. Tapi kenapa nggak sampai-sampai?"

"Gimana bisa sampai, orang dari tadi Sohyun mundur terus," jawab Saeron dingin.

"Ah, kau bagaimana sih! Kenapa nggak ngasih tau dari tadi?"

Segera, Kim Yoojung berjalan menuju arahku. Aku yang berdiri kaku pun cuma bisa menelan ludah.

Pasti dia marah lagi.

"Hya!!"

"Kau ini apa-apaan?!"

"Maaf," kataku memelas.

Sungguh aku tidak mampu menjalani peran ini, apalagi dengan adegan yang diberikan.

"Kalau begini, terpaksa."

"Terpaksa apa?"

"Terpaksa aku mengubah latar tempatnya," jawab Yoojung sambil tersenyum iblis.

***

"Nah, siap?"

Sial. Apa yang Yoojung lakukan?

Hiks...

Aku menangis, menjerit dalam hati. Ingin mengumpat, sayangnya aku baru saja meminta maaf atas sikap kasarku pada Yoojung kemarin hari.

"Yoojung?"

"Hmm?"

"Bisa kau pindah dindingnya?"

"O–ow. Sayang sekali. Dinding ini bukan dinding portable. Nggak bisa dipindah-pindah, babe!"

"Kalo gitu, kita aja yang pindah gimana?"

"Nope! Nanti kau mundur-mundur lagi, Sunbae jadi nggak bisa ngedeketin. Makanya, kalo ada tembok, kan jadi ada penghalangnya."

"Wah, kau memang licik," kata Saeron menyela.

Ah, sudahlah. Sahabatku yang satu ini memang sangat pintar. Lebih tepatnya licik, seperti yang Saeron katakan.

Baiklah Sohyun, siap-siap menemui ajalmu.

"Take, action!"

"Sohyun," panggil Eunwoo merdu.

Bibirnya melukiskan senyuman termanis yang mampu membuat gadis manapun terpikat dan pingsan di tempat.

Ia berjalan santai, fokus memperhatikanku yang berdiri anggun dan stay di jalurku.

Jangan kemari ....

Aku berusaha memundurkan kembali kaki-kaki jenjangku. Yoojung sudah menduga, aku akan melakukan hal yang sama berulang-ulang. Ide Yoojung memang cerdik.

"Dia nggak akan bisa kemana-mana, keke. Kalau begini, scene-nya jadi lebih menarik!" monolog Yoojung selagi meneliti akting kedua aktor utamanya.

Dug.

Punggungku telah menubruk dinding di belakang. Eunwoo terus mendekat dan akhirnya sampai di posisinya.

Kedua tangannya ia tumpukan pada tembok, mengurungku yang berada di tengah-tengah.

Yoojung yang menjadi penonton, tiada henti terkikik geli.

"Yes!! Ayo lakukan, Sunbae!!" pekiknya yang terdengar jelas olehku.

"Kau tau, aku mencintaimu sejak awal berjumpa."

Eunwoo terus mendekatkan wajahnya padaku yang sudah memucat.

Kaki ini terasa seperti jelly, seandainya otakku bisa mengontrol pingsan, aku mau pingsan sekarang saja. Namun, Tuhan berkehendak lain.

Sedikit lagi ....

Hampir dekat ....

Hampir menyentuh ....

Hidung kami saling bersimpangan. Eunwoo memiringkan kepalanya. Kedua hazelnya menatap intens bibir merah alami milikku. Aku tak bisa terpejam. Diam-diam aku penasaran, seperti apa rasanya dicium?

Dan berlawanan dengan itu, hatiku menolak.

Seinci lagi ....

Kulihat Eunwoo yang mulai menutup matanya. Bibirnya kian melaju, menipiskan jarak dan hampir saja menyapu kedua labiumku yang bergetar hebat.

Huh ... cium sajalah. Kalau aku pingsan, aku tidak akan mati kan? First kiss-ku ....

Tidak... Hiks. Racauku dalam hati.

"Cut!!"

Aktivitas kami terhenti, namun Eunwoo tak juga enyah dari posisi terakhirnya.

"A–apa?!" Yoojung berteriak.

Sebab, kali ini yang mengatakan 'cut' bukanlah gadis itu.

"Ada apa, Sae? Apa gambarnya jelek?"

"Tidak, tapi adegannya sampai di sini saja."

"WHAT?! SERIUS KAU?!" kaget Yoojung.

"Jangan lupa, aku penulis naskahnya, aku screen writer-nya. Aku yang menentukan adegannya. Nggak ada, tuh, adegan ciuman yang aku tulis di naskah."

"Siapa bilang?? Ada kok!"

Aku menyaksikan mereka berdua berdebat hebat.

"Ah, itu kilahmu saja supaya mereka berciuman. Iya, kan?" kata Saeron sambil menaikkan kedua alisnya.

"Hei, Sohyun! Kau bisa istirahat. Syutingnya selesai! Good job! Kau juga Sunbae!"

Pekik Saeron padaku dan Eunwoo yang mematung.

Syukurlah, Saeron. Kau pahlawanku!

Aku tersenyum. Tetapi, saat kusadari bahwa posisi Eunwoo yang tak segera berubah, membuat adrenalinku kembali memuncak.

"Please, cium saja sahabat polosku itu! Aku nggak masalah ini tidak masuk film pendekku. Tapi aku akan memotretnya di ponsel. Hehe ...," tawa evil Yoojung kembali berkumandang.

"S–sunb-bae ... a–aku ...."

"Ya?"

"Aku mau–"

"Ya?"

"Hatchuhh!!"

Aku bersin tepat di muka ganteng Cha Eunwoo.

Laki-laki itu segera berbalik badan, refleks mengelap wajahnya yang tersembur oleh percikan air liurku.

Oops, aku tak sengaja. Sungguh.

"Ah, sial!! Nggak jadi ciuman!" ujar Yoojung penuh kekecewaan.

***

"Kenapa, tuh, muka? Bete banget kayaknya!"

Aku pulang ditemani oleh sepupuku, yang paling aku sayangi (baca : benci).

"Nggak tau, ah!"

"Yah, ngambek," responnya. "Hei, ngomong-ngomong penawaranku masih berlaku, loh," ceplos Yeonjun dengan kedua alisnya yang dinaik-turunkan.


"Penawaran yang mana?"

"Soal cowok cakep yang jadi ambassador di Fakultas Kultur Bahasa."

"Itu lagi?!! Nggak, nggak mau. Nggak denger!" jawabku dengan nada tinggi sambil kedua tanganku menutupi telinga. Aku mempercepat langkahku dan meninggalkan Yeonjun di belakang.


"Aku serius! Dia tampan, pintar! Kau pasti suka! Sohyun!! Tunggu!!"

"Nggak mau!!"

Aku berlari seperti dikejar anjing—anjing kecil suruhan mama. Yeonjun bersikukuh menjodohkanku dengan si ambassador sialan itu. Belum lagi, aku masih kesal akan kelakuan Yoojung tadi saat syuting.

Hari ini adalah hari terburuk bagiku.

"Sohyun!! Tingginya 178 cm! Kulitnya tan, matanya satu monolid dan satunya double eyelid! Rambutnya pendek kecokelatan!"

"Sohyun, wajahnya simetris! Bulu matanya panjang dan lentik! Jari-jarinya cantik, dia hobi baca buku di perpustakaan! Dia–"

"Nggak mau!! Dasar sepupu gila!"

Aku masih terus berlari. Masih sempatnya Yeonjun mendeskripsikan lelaki itu di tengah kejar-kejaran begini?

Dasar sinting!

"Sohyun, ia pelihara anjing pomerian yang sangat lucu. Kau suka anjing, kan?"

Aku benci, kau. Dasar anjing mama!

"Nggak mau!!" bentakku lebih keras.


Tapi, Yeonjun yang tidak waras bertindak lebih gila lagi.

"Sohyun!!! Aku mencuri bukunya, berikan padanya besok dan bilang kalau kau menemukannya di taman fakultas!!"

"Dasar gila!!"

Aku tidak habis pikir. Bisa-bisanya mama mengamanahkan diriku pada seorang laki-laki tidak punya akal normal seperti Yeonjun?

Aku semakin sial saja hari ini. Dan lagi ....

Bruk.

"Oops!" seru Yeonjun disusul langkahnya yang membeku.

"Aw, sakit!"

Kupegangi salah satu sikuku yang berdarah. Tanpa menyorot sosok tegap yang telah kutabrak dengan kencang.

"Sakit, ya?"

Aku mendengar suara berat itu berbisik di telingaku. Terdengar familiar.

Perlahan, retinaku menangkap bayangan seorang lelaki berahang keras dan bermata tajam. Terdapat beberapa tindik di telinganya.

Sebentar, tampaknya aku kenal ... tapi di mana?

"Kau lupa?" sahutnya. "Laki-laki tampan yang mengancammu di toilet waktu itu, Nona?"


Mataku lantas melotot.

Akh, keluar dari kandang macan malah masuk kandang buaya! Benar-benar sial!!


"Selamat karena telah berurusan dengan Lee Taeyong, cantik."

"Wah, gawat Sohyun. Kau dalam masalah besar, dia cowok paling kejam. Dia berandalnya Perth Glory!" gusar Yeonjun dari kejauhan.  Menjadi saksi awal nasib buruk dari seorang Kim Sohyun yang tak pernah kubayangkan akan terjadi sebelumnya.


"Kau mau main-main denganku, ya?"

Kalimat Taeyong menusuk, mengintimidasi, bahkan nyaris membuat nyawaku melayang di tempat.

Ya Tuhan, apa salahku sampai kau datangkan kesialan yang bertubi-tubi?




















To be Continued.

Welcome Taeyongie..

Lu pantes jadi badboy. Ciyuss.. wkwk.

Btw, aku udh kasih spoiler buat tokoh utama yg terakhir.

Siapa hayo??

Yg udh dideskripsiin sama Enjun tadi😉

Tunggu next nya ya ;)



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top