TRANSAKSI AKBAR
"Elang, Mawas I bergerak menuju ke lokasi." Dari alat yang terselip di telinga Bima, suara Kanit Faiz mengabari.
Bima tak mengeluarkan suara sedikit pun, karena ia kini sedang bersama Gladis dan Lukman berada dalam satu mobil. Setidaknya tim mereka sudah bergerak masuk ke wilayah yang sudah Bima rencanakan. Pikiran Bima kalut dan tak tenang saat mengingat keadaan Anjani, hingga saat ini ia tak mengetahui kabar dan kondisinya seperti apa. Tak terasa mobil yang Bima kemudikan berhenti di dermaga. Di sana sudah banyak berdiri orang-orang berpakaian hitam dan dua kapal tanker dengan GT yang lebih dari 15.000 ton.
"Ayo, kita turun!" Gladis lebih dulu turun meninggalkan Bima dan Lukman.
Lukman mencengkeram bahu kanan Bima, membuat jantung Bima berdebar tak tenang.
"Cepat turun!" ucap Lukman datar lantas menyusul Gladis.
Suasana yang menegangkan, rahasia, tertutup dan mencekam menguasai transaksi tengah malam itu. Saat Bima berniat ingin turun dari mobil, suara ponselnya berdering. Dia melihat nomor di-private masuk, Bima tak acuh dengan deringan itu. Namun suara ponselnya selalu mengusiknya, hingga Bima terpaksa menggeser gambar hijau sebagai tanda menerima panggilan.
"Hallo." Bima menyahut, terdengar suara gaduh di seberang.
"Honey." Suara Anjani lirih terdengar kesakitan membuat jantung hati Bima seketika terasa tak berfungsi.
"Bagaimana Mister Bima? Apa rindu Anda sudah terobati?" Suara wanita sinis terdengar dari seberang.
Bima tak menjawab, dia tetap bergeming menatap lurus ke depan melihat transaksi itu berlangsung lancar.
"Honey, tolong aku ... kamu di mana? Aw sakit!" rintihan Anjani membuat hati Bima tersayat dan pedih.
Mata Bima memanas dan tangannya mencengkeram stir mobil sangat kuat. Bima tetap saja tak bersuara, suara Anjani yang baru saja didengarnya sudah cukup membuatnya ingin segera meninggalkan tempat ini.
"Gue tunggu lo datang sendiri di pelabuhan peti kemas. Gue tahu keberadaan lo sekarang tidak jauh dari tempat itu. Jika lo masih ingin kekasih tercinta lo hidup, jangan bawa teman-teman biadab lo itu!!!" Suara keras wanita dari ujung telepon membuat emosi Bima seketika kembali memuncak.
"Loper!!! Apa yang lo lakuin di dalam? Turun bodoh!" teriakan Gladis dari luar membuat hati Bima merasa terhina dan emosi yang sudah bangkit semakin terbumbui oleh ucapan kasar Gladis.
"Tunggu gue akan datang sendiri." Bima menjawab lalu sambungan telepon itu terputus tanpa wanita dari seberang berucap.
***
Bayangannya sangat jelas di depan sebuah buffet berisikan puluhan senjata. Ruangan rahasia, misterius dan hanya dia yang tahu.
"Bagaimana?" wanita itu tersenyum sinis sambil memainkan gelasnya yang berisi whiskey jenis vodka.
Minuman sangat mahal karena botolnya dibuat dengan kristal swarovski dan berlian.
"Lo sudah tahu kan seperti apa kekasih tercinta lo itu! Gue yakin dia pasti datang dan siap mengantarkan nyawanya ke hadapan gue." Wanita yang baru saja menghubungi Bima menatap sinis ke arah sosok Anjani yang berdiri di hadapannya.
Wajah mereka sangat mirip, senyuman yang sama dan garis wajah serta lekuk tubuh pun sama.
"Dasar bodoh! Cinta kalian nggak akan bisa mengalahkan gue. Hahaha!" Wanita itu melemparkan gelas yang dipegangnya ke sembarang arah.
"Dan lo tahu...!!! Dia harus membayar semua apa yang sudah dia perbuat sama gue!" Dia menatap marah hingga matanya yang menyalang merah terlihat jelas. "GUE BENCI ANJANI!!! DAN LO JUGA HARUS MUSNAH BERSAMA KEMATIAN ELANG!!!"
Napas wanita itu tersengal-sengal menahan kesal, amarah dan perasaan dongolnya! Semua rasa itu akan dia tumpahkan ketika sudah berada di depan Bima.
***
"Mawas I, bersiap." Bima menginterupsi timnya untuk bersiap mengepung tempat itu.
"Mawas I siap menyebar." Suara Diandra membalas.
Bima keluar dari mobil dan berjalan menghampiri Gladis. Pikiran Bima kalut dan dipenuhi oleh rasa emosi yang siap meledak. Saat pertengahan transaksi satu tembakan pun terdengar hingga tempat itu seketika gaduh dan semakin mencekam. Orang-orang banyak yang berlarian, bahkan baku tembak tak dapat terhindarkan.
"Loper, kita harus pergi dari sini." Gladis menarik lengan Bima namun sayang Bima menepisnya kasar hingga Gladis terdorong ke belakang dan dia lantas menodongkan pistolnya ke arah Gladis.
"Loper, apa yang lo lakukan?" Gladis yang tak siap dengan todongan Bima, perlahan mundur namun Bima tetap maju dengan tatapan membunuh.
Baku tembak dan perkelahian pun tak terhindarkan di tempat itu. Saling mengejar dan menyelamatkan diri antara anggota mafia dan agen BIN menjadi adegan yang menegangkan dan menjadi daya tarik tersendiri. Gladis tak sebodoh orang kira, tangannya mengambil pistol yang terselip di belakang punggungnya.
"Anjing!!! Bajingan!!!! Kalian semua hama yang harus dimusnahkan di dunia ini!" Bima mengumpat dengan wajah mengeras lalu bersiap melepaskan peluru di dalam senjatanya, namun naas gerakan Gladis lebih cepat.
Dor!!!
"Aaaarrrggggg!!!" erangnya kesakitan.
Dia lebih dulu melepas tembakannya dan mengenai bahu kanan Bima sehingga pistol Bima terlepas dari tangannya. Seketika Bima memegang bahunya yang sudah mengeluarkan darah segar, dia menggigit bibir bawahnya untuk menahan sakitnya.
"Anjing!!!!" Bima menahan bahunya yang terasa panas karena terkena peluru yang dikeluarkan dari pistol jenis revolve milik Gladis.
"Nggak segampang itu lo bunuh gue, Elang!!!" Mata Bima melebar saat Gladis mengetahui nama samarannya di dunia intelijen. "Gue dari awal sudah tahu bahwa lo adalah menyusup seperti sahabat bodoh lo itu! Yang sudah tertembak mati oleh peluru Gadis malam pertama lo masuk di markas." Gladis tersenyum remeh.
Pukulan keras dari arah belakang melumpuhkan Gladis. Bima melihat Dirga mengisyaratkan untuk Bima pergi dari sana.
"Pergilah, biar jalang ini gue yang urus. Selamatkan Anjani!" titah Dirga membuat Bima kaget, dari mana dia tahu?
Dirga tak memedulikan Bima lagi, dia segera mengejar Gladis yang sempat berlari menyelamatkan diri. Tanpa memedulikan yang lain, Bima berlari masuk ke dalam mobil. Lengan kanannya yang sudah berlumur darah tak dihiraukan. Lukman melihat Bima mengendarai mobil sedan hitam ke arah pelabuhan peti kemas.
Bima melajukan mobil dengan kecepatan lebih dari 120 km/jam. Mobil hitam mengkilap itu menyusuri dermaga peti kemas. Setelah sampai di area peti kemas, suasana sepi tak ada seorang pun berada di sana. Bima memasang telinga dan matanya baik-baik untuk melihat keadaan sekitar. Bima mengawasi keadaan sekelilingnya dari kaca spion sebelum dia keluar dari mobil. Sepi, hening, gelap dan hanya deru ombak yang terdengar di gendang telinganya. Bima mengecek peluru dalam pistolnya yang berjenis FN Browning HP. Ia menghela napasnya dalam saat ia menyadari kebodohan yang menyisakan peluru di dalam pistolnya hanya satu buah. Itu berarti ia hanya memiliki sambungan nyawa satu.
Bima turun dari mobil dan perlahan ia mengendap-ngendap mendekati kontainer untuk melindungi tubuhnya. Kakinya melangkah lebar namun sangat pelan supaya tak menimbulkan suara gaduh. Bima menyusuri kontainer satu persatu melihat dan sesekali mengintip keadaan sekitarnya sambil bersembunyi agar tidak tertangkap oleh lawan.
Clekek!
#########
Ebie
Part selanjutnya semua akan terjawab. Sabar ya? Hehehe
Terima kasih untuk vote dan komentarnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top