TEROR

Markas BIN selalu mendapatkan teror mengenai keselamatan Anjani. Telepon tanpa nomor yang tak dapat dilacak lokasi dan siapa orang di balik teror itu meresahkan keselamatan mereka. Apalagi saat Bima mengetahui hal itu, dia sangat merasa berdosa telah melibatkan Anjani dalam masalah ini. Tak seharusnya itu semua terjadi pada Anjani.

"Sialan!!! Kenapa dia begitu pintar menyembunyikan identitasnya? Dan herannya lagi kenapa kita tidak bisa menyadap jaringannya?" kesal Kanit Faiz sudah hampir frustrasi menghadapi penelepon misterius yang selalu mengganggu mereka.

"Kanit, Bima menghubungi!" pekik Diandra.

Kanit Faiz pun mendekati meja Diandra dan mendengar semu informasi yang Bima berikan. Tak hanya itu saja, Bima juga sudah merencanakan sesuatu untuk mengepung tempat yang rencananya akan menjadi transaksi berlangsung. Mereka akan bekerja secara gerilya klandestin. Bima menjelaskan rencananya.

"Paham kan?" tanya Bima.

"Oke kita paham," sahut Kanit Faiz.

"Setelah tugas ini berakhir, jika saya selamat saya ingin ingin meminta sesuatu, Kanit," ucap Bima sudah memikirkan matang-matang.

Semua menjadi tegang dan mendengarkannya baik-baik.

"Apa itu?" tanya Kanit Faiz tegang, takut jika permintaan Bima ini akan sulit untuk dikabulkan.

"Jika Anjani belum juga ketemu, saya minta waktu untuk mencarinya. Tapi jika saya tidak selamat dalam pertarungan ini, tolong cari dia sampai ketemu dan sampaikan apa yang sebenarnya terjadi terhadap saya. Di mana pun nanti saya disemayamkan, dia harus tahu tempat terakhir saya berbaring." Suara Bima parau menahan sesak di dadanya.

Sangat berat sejujurnya mengatakan itu, tapi memang tak menutup kemungkinan semua itu bisa terjadi, bukankah seperti itu? Contohnya Hans, dia salah satu intelijen terbaik yang dimiliki Mawas I. Pandai membidik, tapi jika takdir-Nya mati ditangan lawan, apa boleh dikata?

"Lang, lo jangan bicara begitu. Gue yakin lo akan selamat. Selama ini kita semua mengandalkan lo, Lang. Jangan biarkan hilangnya Anjani membuat lo lemah. Gue janji kalau lo sampai selamat, kita akan mencarinya sampai ketemu. Ini janji gue sebagai sahabat. Gue sudah kehilangan Hans, dan gue nggak mau sampai lo tewas." Dirga menahan air matanya, dadanya seperti terhimpit benda yang berat hingga sulit untuknya bernapas.

Sambungan mereka terputus, Kanit Faiz merengkuh bahu Dirga dan merangkulnya. Dia menepuk-nepuk punggungnya, agar Dirga tenang.

"Siap tidak siap, kita harus selalu siap. Kapan saja dan di mana saja kematian bisa terjadi. Tinggal kita pilih, mati tertembak membela negara atau mati setelah menikmati hasil pensiun?" ujar Kanit Faiz setidaknya dapat menghibur Dirga.

"Ah Kanit bisa saja bercandanya," sela Diandra.

"Biar nggak terlalu tegang," sahut Kanit Faiz tersenyum cool dan berwibawa. Diandra dan Dirga terkikih kecil.

Suara telepon selular milik seorang misterius itu kembali berdering. Semua saling memandang, Dirga pun langsung menjawab dan mengeraskan mode suaranya.

"Halo," sahut Dirga menahan emosinya.

"Halo," lirih suara Anjani lemas.

"Anjani!!! Anjani!!! Sebutin bagaimana keadaan tempat lo sekarang?" sergah Dirga.

"Wahyu???" suara Anjani kecil seperti orang bertanya dan menahan sakit.

"Iya, ini gue Wahyu. Bicaralah!!!"

Belum juga Anjani menjawab seseorang menyelanya.

"Hai, Wahyu alias Dirga?" Suara wanita itu terkesan sinis dan licik.

"SIAPA LO!!! LO APAIN ANJANI? JANGAN PERNAH MENYAKITINYA. JIKA SAMPAI GUE TAHU LO MEMBUATNYA TERLUKA, GUE SENDIRI YANG AKAN MENGELUARKAN OTAK LO!!!" teriak Dirga dengan amarah yang meluap-lupa.

Kanit Faiz merangkul bahunya, berharap Dirga tak gegabah dan tidak terpancing oleh permainan lawannya.

"Lo tenang saja, gadis manja ini hanya gue ajak sedikit bermain-main dengan senjata dan pukulan kecil. Melatih daya tahan dan mentalnya. Mungkin hanya lecet sedikit, tidak banyak," ucapnya santai seolah tak memiliki beban dan perasaan bersalah.

Wajah Dirga mengeras, dia mengepalkan kedua tangannya hingga buku-buku kukunya memutih.

"Mau lo apa?!!!" sentak Dirga.

"Cukup sederhana, gue mau Bima alias Elang sendiri yang menjemput kekasih tololnya ini. Begok!!! Memilih pacar tidak bisa apa-apa," cibir suara wanita bernada besar dan serak.

Dirga menatap Kanit Faiz dan Diandra bergantian. Sebenarnya bukan hanya mereka di ruang itu, masih banyak orang yang bekerja membantu mereka. Sebelum mengambil keputusan, Dirga meminta persetujuan dari kepalanya. Mereka berbicara dari tatapan mata, Kanit Faiz akhirnya mengangguk.

"Bagaimana? Jika nggak bersedia gue pastikan jasad gadis begok ini besok lusa akan tergantung di depan kamar apartemen kekasihnya," gertaknya tersenyum licik.

"Wahyuuuu!!!" pekik Anjani.

"DIAM BODOH!!!" bentak suara wanita tadi kasar.

"Oke, di mana Elang harus menjemput Anjani?"

"Gue akan kirim alamat dan waktunya melalui SMS. Jangan sampai terlambat dan gue minta hanya Elang sendiri tanpa kalian. Jika sampai ketahuan Elang membawa pasukan, gue nggak akan segan-segan memecahkan kepala Anjani di depan mata Elang."

Tut tut tut tut

Panggilan pun terputus. Dirga menjatuhkan dirinya di kursi, dia meraup wajahnya frustrasi.

"Masalah baru, bagaimana kita menyampaikan ini sama Elang, Kanit?" tanya Diandra.

"Kita pikirkan nanti saja, sekarang kerjakan yang lainnya dulu," jawab Kanit Faiz ikut duduk di sebelah Dirga.

Kening mereka berkerut seperti sedang berpikir keras.

***

Persiapan transaksi akbar telah siap. Bima pergi bersama Lukman dan Gladis ke pelabuhan yang sudah ditentukan. Berbeda dengan apa yang disiapkan Gadis, wanita itu justru mempersiapkan diri untuk membalas dendam. Dia akan memanfaatkan situasi yang rumit meskipun akan mengancam bisnisnya. Dia sudah mengambil keputusan, Gadis tak lagi memikirkan kelangsungan bisnis ilegalnya. Anggaplah dia pemimpin egois yang mementingkan urusannya sendiri, tapi hanya dengan cara ini Gadis membunuh musuh bebuyutannya tanpa menimbulkan kecurigaan.

Gadis sudah mengetahui jika BIN selama ini mengintai pergerakan mereka, dengan menyusupkan orang masuk ke dalam rumahnya. Gadis akan mengakhiri semua permainan itu dengan caranya sendiri.

Ruangan yang selalu remang, sepi dan sunyi, Gadis menatap foto masa kecilnya yang bertengger di meja kerja. Dia teringat bagaimana mamanya dulu saat ia masih kecil dilatih membidik sasaran, dan mamanya membentuk mental hingga tak diragukan lagi soal kepiawaiannya memegang senjata. Gadis beralih menatap dua figura yang memampangkan lelaki berbeda generasi, mereka berdua telah berhasil mencuri hatinya.

"Cinta dan dendam." Gadis bergumam.

Ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Gladis masuk ke dalam ruang kerjanya yang terkesan mencekam. Gadis duduk bersandar santai sambil menghisap rokoknya.

"Sebagian sudah berangkat ke pelabuhan." Gladis melaporkan dan mengingatkan Gadis jika malam ini akan diadakan transaksi minyak ilegal, penjualan sabu dan ganja serta senjata-senjata ilegal dengan mitra besar.

"Gue akan menyusul kalau lo sudah memastikan keadaan di sana aman. Lo jalan dulu."

"Baik." Gladis berlalu pergi sedangkan Gadis mempersiapkan diri.

Dia mengambil rompi anti peluru dan mengenakannya. Gadis memakai tank top hitam sebagai pelapis rompi anti pelurunya. Dibagian tubuhnya terselip berbagai senjata seperti pisau lipat yang dia selipkan di kedua sisi pahanya, tak lupa jimat kesayangan peninggalan sang kekasih, pistol FN yang sudah dia rancang sedemikian, hingga hanya dia yang dapat menggunakannya. Kecerdasan yang Al turunkan padanya, membuat wanita itu dapat mendisain semua alat dan senjata canggih yang hanya bisa digunakan oleh dirinya sendiri. Teknologi pengamanan itu terletak melalui kode elektromagnetik mirip barcode yang bisa membaca garis tangannya.

"Kita akhiri permainan ini, Sayang," ucap gadis menatap figura-figura berukuran sedang terpampang foto-foto orang-orang kesayangannya, yang sudah tewas kecuali mamanya yang kini entah di mana keberadaannya.

Gadis memakai jaket baubax anti air, jaket ini memiliki banyak kantong-kantong tersembunyi di dalamnya yang bisa menyimpan berbagai macam peralatan penting. Ponsel pintarnya tak pernah ia lupakan. Dia juga memakai jam tangan yang dapat menerima pesan digital dari agen rahasianya. Terakhir dia gunakan lensa mata canggih untuk menyimpan pesan rahasia dan merekam kegiatan yang akan dia lakukan nanti seperti yang Bima pakai selama ini. Diam-diam Gadis memiliki tim rahasia, komplotan bersenjata yang siap membantunya kapan pun dia butuhkan. Mereka adalah orang-orang di luar anggota gangster Naga Merah.

Gadis mengambil kunci motornya lalu dia masuk ke lift rahasia yang ada di balik lemari besar penyimpanan berbagai senjatanya. Hanya dia yang tahu dan yang dapat menggunakan lift itu.

########

Rex_delmora

Siap berperang????
Sabar dulu. 😄😄😄😄
Makasih untuk vote dan komentarnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top