SIAPA QUEEN?
Setelah kejadian kecelakaan itu, Bima sangat berhati-hati dan menjaga jarak dengan gadis bernama Queen. Wanita yang sangat mirip dengan Anjani-nya. Berbagai pencarian dan penyelidikian dilakukan Bima dibantu dengan sahabat-sahabatnya. Tak ada hal yang mencurigakan mengenai gadis bernama Queen. Malah, dia adalah pewaris tunggal kekayaan pengusaha terkenal di negara ini. Orang tuanya justru bekerja sama dengan anggota BIN untuk memberantas lawan kerjanya yang berusaha menjegal bisnisnya.
Banyak yang dilakukan Juwanita untuk BIN, dia sudah berani membongkar beberapa kasus illegal bersama BIN. Bisnisnya pun terlindungi oleh negara, dan semua kegiatan Juwanita terpantau oleh negara termasuk mendapat perlindungan hukum yang kuat.
"Lang, melamun aja lo? Kenapa?" tanya Dirga menepuk bahunya lantas duduk di samping Bima.
"Gue masih kepikiran Anjani, Ga," jawab Bima mengaduk-aduk jusnya.
"Lo sabar saja, kalau takdir mengizinkan kalian bersatu biarpun dia lupa segalanya, kalau jodoh mau gimana lagi? Iya kan?" ujar Dirga menyemangati Bima.
Mereka sedang bersantai di kafe terbuka dekat taman kota. Bima menyedot jusnya sambil mata lurus ke depan menatap parkiran. Sebuah motor sport terparkir, ketika helm terbuka jantung Bima seketika terpacu cepat. Berdebar-debar seperti orang yang sedang jatuh cinta dan bertemu pujaan hati. Dirga yang melihat Bima melongo, lantas dia mengikuti arah pandangnya. Bibirnya tersenyum penuh arti.
"Pucuk dicinta ulam pun tiba. Anjani datang tanpa diundang," ujar Dirga sudah mendengar cerita Bima jika dia merasa bahwa Queen itu adalah Anjani-nya. Hanya saja dia lupa ingatan, seperti yang sudah mereka selidiki selama ini.
"Kenapa dia di sini?" gumam Bima pelan hampir tidak terdengar.
"Apa?" sahut Dirga yang mendengar samar-samar.
"Kenapa dia di sini?" ulang Bima lebih jelas.
"Mana gue tahu. Ya terserah dia dong, Lang. Kan ini tempat umum," jawab Dirga nyolot.
"Kampret lo!" umpat Bima.
Gadis berjalan ke arah mereka, semakin dekat justru membuat debaran jantung Bima tak karuan. Awalnya Gadis tidak menyadari keberadaan Bima, tapi saat dia melewati meja yang diduduki Bima dan Dirga, dia menghentikan langkahnya. Gadis mengernyitkan dahinya dan menunjuk Bima.
"Lo, Bima kan?" tebak Gadis.
Bima langsung gelagapan dan salah tingkah. Dirga mengulum bibirnya pura-pura tak acuh agar tidak membuat Bima semakin grogi.
"Eee... mmm... i...i...iya," jawab Bima gelagapan.
"Ke mana saja lo?" sapa Gadis langsung terlihat akrab dan duduk di kursi kosong samping Bima. "Sorry ya waktu itu gue sibuk jadi nggak bisa antar lo pulang," ucap Gadis sungkan.
"Iya, gue juga minta maaf pulang nggak pamitan. Soalnya gue harus kerja," jawab Bima menahan nyeri di dada.
"Iya, nggak apa-apa. Gimana luka lo?" Spontan Gadis menyentuh kening Bima yang tertutup plester.
Jantung Bima berpacu cepat terasa seperti ingin lepas dari tempatnya. Lebih baik dia dihadapkan dengan musuh bersenjata daripada harus menghadapi wanita yang dia cintai tapi melupakannya.
"Gue baik-baik saja," sahut Bima menurunkan tangan Gadis.
Hati gadis ada sesuatu rasa yang mengganjal. Dia seperti tidak rela Bima melarang menyentuh dahinya.
"Maaf," ucap Gadis pelan menahan rasa yang dia sendiri tidak tahu.
"Ehem!" Dirga berdehem.
Gadis dan Bima lantas menatapnya.
"Eh, An...." Gadis langsung mengerutkan dahinya menatap Bima bingung. "Mmmm... maksud gue, Queen," lanjutnya. "Kenalin temen gue."
Dirga mengulurkan tangannya, pura-pura ini adalah pertemuan pertama mereka.
"Nama gue Wahyu," ucap Dirga memperkenalkan diri.
"Gue Queen," balas Gadis. "Eh iya, kalian sudah pesan makan belum?" tanya Gadis menatap Bima dan Dirga bergantian.
"Ini lagi nunggu," jawab Dirga. Bima justru sibuk menatap wajah yang sangat dia rindukan.
Dia sudah di depan mata, tapi mengapa sangat sulit untuk digapai dan dipeluk?
"Oh, gue boleh kan duduk di sini makan bareng kalian?" Gadis mengangkat buku menu yang tergeletak di atas meja.
"Silakan," ujar Dirga.
Gadis memilih dan memesan menu makan siangnya. Tak bosan Bima terus menatap kecantikannya, tanpa disadari Gadis sepasang mata sedari tadi mengawasinya. Ali, meskipun tidak terlihat di depan namun dia selalu memantau gerak-gerik Gadis.
"Aku pikir kamu bakalan melupakan masa lalumu termasuk Elang. Tapi perkiraanku salah. Biarpun kamu hilang ingatan sepertinya hatimu masih mengingat siapa pemiliknya," lirih Ali sedih terus mengawasi Gadis yang tertawa lepas dan bahagia besama Bima dan Dirga.
"Oh iya, habis ini kalian mau ke mana?" tanya Gadis lantas menyuapkan chicken crispy-nya ke dalam mulut.
"Mmm...." Bima dan Dirga saling memandang sedangkan Gadis menunggu jawaban mereka, menatapnya bergantian. "Bagaimana kalau makan es krim. Seru juga," pekik Dirga.
Itu sengaja Dirga lakukan berharap agar Anjani dapat mengingat sesuatu tentangnya dan Bima di masa lalu.
"Di mana? Kayaknya seru," sahut Gadis antusias menyambut usulan Dirga dengan baik.
"Tempat biasa saja, gimana?" Dirga lupa jika yang berhadapan dengannya ini lupa ingatan.
"Tempat biasa?" tanya Gadis memiringkan kepalanya menatap Dirga bingung.
Dirga menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sambil cengengesan.
"Maksudnya tempat gue sama Bima biasa beli. Gitu," jelas Dirga sekenanya.
"Ooooh, kalian ini lucu. Cowok tapi suka es krim," ujar Gadis polos, lalu terkekeh.
Bima senang melihat senyuman itu, senyum yang sudah sangat lama dia ingin lihat.
'Anjani, apa kamu benar melupakanku? Melupakan semua kenangan kita?' batin Bima pedih dalam hati.
"Bim, kok lo diem aja sih dari tadi? Lo nggak suka ya gue di sini?" tanya Gadis karena Bima sedari tadi hanya diam duduk bersandar mendengarkan obrolannya bersama Dirga.
"Ah nggak, lihatin lo makan gue jadi kenyang. Asyik banget makan lo, nyenengin," elak Bima menegakkan tubuhnya dan tersenyum manis.
"Gue laper tahu, Bim. Kerjaan gue di kantor menumpuk, jadi baru sempat makan. Kalian kerja di mana sih?" Gadis bertanya namun tidak menatap mereka, dia melanjutkan makannya.
Bima dan Dirga saling menatap bingung.
"Kita kerja di perusahaan berbeda sih, tapi dulu kuliah di satu tempat jadi sudah akrab lama," jelas Bima.
"Oh begitu? Gue sudah selesai makan nih. Kalian?" Gadis melihat piring di depan dua pria itu sudah kosong dan bersih.
"Kita mah jangan ditanya, An. Eh, maksudnya Queen. Maaf," ucap Dirga.
Gadis malah tertawa lepas. "Kalian ini kenapa sih dari tadi panggil gue 'An'. Siapa yang kalian maksud?" tanya Gadis membuat Bima dan Dirga kelabakan bingung mencari jawaban.
"Bukan siapa-siapa," sahut Bima cepat menghindari pertanyaan lanjutan dari Gadis.
"Oh, ya sudah gue mau bayar dulu. Terus kita ke tempat yang Dirga maksud tadi ya?" Gadis beranjak dari duduknya, tapi Bima menahan tangan dia.
Seperkian detik tatapan mereka bertabrakan, gravitasi bumi terasa seperti berhenti. Hati Gadis bergetar lirih dan mengenal kornea mata hitam itu. Terbesit bayangan hitam di memorinya. Gadis mengernyitkan dahi, kepalanya pusing, dan dia kembali duduk.
"Biar gue yang bayar," ucap Bima lantas melenggang pergi.
Gadis terdiam menatap punggung Bima, dia sangat mengenali punggung itu, tapi di mana? Gadis terus berusaha mengingat tapi hanya bayangan hitam yang dia dapat.
"Wahyu," panggil Gadis.
"Ya," sahutnya menoleh.
"Apa kamu mengenal Bima lama?"
Dirga menautkan kedua alisnya menatap Gadis heran.
"Iya, gue mengenalnya lama. Emang kenapa?"
"Gue rasa seperti sudah lama mengenal dia, tapi di mana? Apa gue yang lupa atau hanya perasaan gue saja?" Gadis memegangi kepalanya yang terasa berat.
'Lo yang lupa ingatan, Anjani. Dia Bima, pacar lo. Cowok yang sangat lo cintai. Sadarlah, An. Lo semakin menyiksa hidupnya.' Dirga membatin ingin rasanya dia mengeluarkan kata itu, tapi dia teringat pesan dokter tempo lalu.
Hasil pelacakannya bersama Bima menunjukan bahwa wanita yang bernama Queen pernah dirawat di rumah sakit karena mengalami tembak di kepala. Tapi Bima tidak menceritakan kejadian sebenarnya pada Dirga. Sampai sekarang Dirga masih menduga jika Anjani terkena tembak karena ulah lawannya. Anjani salah satu korban dari musuh-musuhnya dan Bima. Gadis tidak boleh dipaksa untuk mengingat masa lalunya, karena jika itu terjadi akan berakibat fatal.
"Perasaan lo aja itu, Queen. Sudah jangan dipikirkan. Ayo, tuh Bima sudah ke luar," ajak Dirga memakai jaket hitamnya.
Gadis tak menghiraukannya, dia masih memikirkan keanehan itu. Bayangan punggung di tempat yang hitam yang selama ini menghantuinya. Punggung itu sangat mirip dengan punggung Bima.
"Ayo! Malah melamun," ajak Dirga mengagetkan Gadis.
"Eh iya." Gadis tersadar, dia mengambil kunci motornya.
"Bim, lo sama Queen saja. Masa lo tega biarin cewek naik motor sendiri terus kita naik mobil. Nggak apa-apa kan, Queen?" tanya Dirga menatap Bima penuh arti.
Gadis melirik Bima yang sedang melototkan matanya ke arah Dirga.
"Gue sih nggak masalah, gimana Bima-nya saja." Gadis menoleh Bima.
"Mmm... boleh."
Akhirnya mereka pun pergi meninggalkan kafe itu dan menuju ke tempat biasa dulu mereka nongkrong bersama Anjani dan juga Hans. Sepanjang jalan tidak ada obrolan di antara Anjani dan Bima. Ketika mereka melewati jalan yang sepi di pinggir kota, Bima merasa ada seseorang yang mengikutinya.
"Queen!" pekik Bima.
"Ya," sahut Gadis.
"Pegangan yang erat," teriak Bima mengambil ancang-ancang untuk ngebut.
Gadis merasakan sesuatu yang aneh, firasatnya buruk, dia melirik ke belakang, dua motor besar dan satu mobil hitam mengikuti mereka. Dirga sudah jauh di depan meninggalkan mereka di belakang. Gadis paham maksud Bima, tanpa bertanya apa pun dia memeluk perut Bima dan menyandarkan kepalanya di punggung Bima. Nyaman, sepertinya dia sangat merindukan sandaran itu.
Bima menarik gasnya hingga kecepatan motor bertambah. Gadis memejamkan matanya, bukan karena takut, tapi karena dia sangat menikmati kenyamanan bersandar di punggung Bima. Mobil dan dua sepeda motor itu terus mengejar sampai pada akhirnya Bima tidak dapat berkutik karena dua motor mengapitnya dan satu mobil tepat berada di belakangnya.
"Queen!" panggil Bima menyentakkan Gadis.
Gadis terkejut melihat dua motor sudah di kanan dan kirinya. Mereka saling berboncengan, ada empat orang, ditambah yang di mobil entah berapa orang.
"Lo tenang saja, Bim. Gue bisa bela diri kok," bisik Gadis.
Bima sedikit bernapas lega, walaupun sebenarnya bukan ini yang dia harapkan. Salah satu motor itu menghadang jalan Bima, sampai motor yang dikendarai Bima dengan terpaksa mengerem mendadak dan seketika berhenti. Gadis langsung turun mengambil sikap siaga, begitu juga Bima. Mereka saling membelakangi dan saling melindungi. Mata elang Bima melirik tajam, melihat salah satu dari mereka membawa senjata.
"Hati-hati, mereka membawa senjata," bisik Bima.
"Gue juga lihat," sahut Gadis.
Satu orang maju mengawali perkelahian. Bima melawan tiga orang dan Gadis melawan satu orang bertubuh kekar, hitam, dan berkumis tebal. Satu orang dapat dilumpuhkan Gadis, dia membantu Bima melawan salah satu di antara tiga orang tadi. Perkelahian terus terjadi sampai akhirnya mereka menyerah dan melarikan diri begitu juga mobil yang sedari tadi hanya mengawasi tanpa ada yang berani turun.
"Lo nggak apa-apa?" tanya Bima mengecek keadaan Gadis. Dia sangat khawatir.
Dia menangkup wajah Gadis dan mengelus ujung bibirnya yang berdarah.
"Maafin aku, dari dulu aku nggak bisa melindungi kamu. Aku yang bodoh memabawamu masuk ke dalam duniaku yang sangat berbahaya ini," ucap Bima tidak sadar, dia menggantungkan air mata di pelupuk.
Gadis termangu melihat kesedihan di dalam mata Bima. Entah apa yang mendorongnya, Gadis memeluk Bima dan menangis dalam dekapannya.
"Aku kangen," lirih Gadis sadar atau tidak dia berucap demikian.
Bima membalas pelukannya erat dan membiarkan mereka di posisi saling berpelukan di pinggir jalan dengan himpitan kebun alang-alang yang tinggi.
'Tuhan, hentikan waktu-Mu sekarang. Aku mohon, biarkan seperti ini. Aku takut kehilangannya lagi,' batin Bima.
########
Rex_delmora
Aku mewek... 😭😭😭😭
Kenapa begini ya? Melo amat.
Makasih untuk vote dan komentarnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top