PERGERAKAN QUEEN

Suasana tegang menyelimuti ruang tamu di rumah bagaikan istana itu. Kanit Faiz mengabarkan perkembangan Bima kepada Juwanita dan Gadis.

"Queen!!!" bentak Juwanita menatapnya tajam karena Gadis terus membantahnya.

"Mom, please," mohon Gadis mengiba.

"Tidak!!! Mom, tidak pernah mengizinkan kamu turun tangan sendiri. Kita tunggu hasilnya besok, serahkan masalah ini kepada yang berwajib." Juwanita masih bersikeras melarang Gadis untuk pergi menyelamatkan Bima.

"Benar kata Nyonya Juwanita, Queen. Serahkan masalah ini kepada kami," sela Kanit Faiz.

Gadis termangu otaknya terus berputar. Tanpa berbicara apa pun lantas dia berlari ke kamarnya.

"Maafkan sikap dia, Kanit," ucap Juwanita sungkan kepada Kanit Faiz atas sikap tidak sopan Gadis.

"Saya mengerti, mungkin dia sangat mencemaskan Bima. Urusan hati memang tidak bisa didustai. Walaupun kita berusaha menutupi kebenaran, tapi hati tetap menunjukan kebenarannya," ujar Kanit Faiz yang mengenal Juwanita satu tahun belakangan semenjak keterlibatan Juwanita untuk memberantas mafia kakap dan bisnis ilegal di negara ini.

Hanya saja yang dikagumi oleh Kanit Faiz, Juwanita sangat cerdik menyembunyikan jati diri Gadis. Dan mengganti identitasnya menjadi Queen. Pekerjaan yang sangat rapi hingga tidak terlacak oleh anggotanya. Jika bukan Bima sendiri yang jujur, mungkin sampai sekarang rahasia itu masih tersimpan rapi. Bima mengungkap kebenaran itu bukan tanpa alasan, dia hanya ingin anggotanya tahu bahwa wanita yang berkeliaran di sekitar mereka adalah mantan mafia besar. Bima berharap semua anggotanya tetap harus bisa berhati-hati meskipun gadis itu mengalami amnesia permanen.

Di kamar yang luas dan megah, Gadis mondar-mandir gelisah di samping tempat tidur. Dia tidak bisa tenang, pikirannya berkecamuk.

"Bim, bagaimana keadaan lo?" lirih Gadis mondar-mandir sembari meremas-remas tangannya. Otaknya terus berputar, berpikir mencari akal untuk menyelamatkan Bima tanpa harus diketahui Juwanita. Dia teringat sesuatu. "Aha! Ali!"

Gadis pun mengambil ponselnya lantas menghubungi Ali.

"Halo," sapa suara dari seberang.

"Li, kamu di mana?" tanya Gadis tak sabar.

"Di rumah. Kenapa? Kangen ya?" goda Ali disusul kikihannya.

"Iiiih apaan sih? Aku butuh bantuan kamu."

"Bantuan??? Bantuan apa?" tanya Ali penasaran.

Akhirnya Gadis pun menceritakan semuanya dan rencananya.

"Ah, gila. Ogah ah!" tolak Ali tak berani mengambil risiko yang terlalu besar.

"Ayolah, Li. Bantu aku," mohon Gadis.

"Maaf, aku nggak bisa. Kita tidak bisa seenak jidat bergerak di kandang macam begitu. Seenak udel merencanakan hal gila tanpa keamanan dari negara. Kalau ada apa-apa sama kita gimana?" omel Ali mencemaskan keadaan Gadis.

"Oh begitu ya?" ucap Gadis lesu berpura-pura menyetujui ucapan Ali.

"Iya begitu. Sudah ah, lebih baik kamu tidur. Serahkan semua masalah itu sama BIN dan pihak yang berwajib. Kamu jangan ikut campur," titah Ali dalam hati menahan perih.

Begitu cemaskah Gadis kepada Bima sampai dia berniat bertindak bodoh sendiri demi ingin menyelamatkannya? Pikir Ali.

"Ya sudah deh. Malam, Li."

"Iya, malam juga, Miss."

Panggilan pun terputus. Gadis menjatuhkan dirinya di tempat tidur. Dia menatap langit-langit kamar, menerawang jauh membayangkan bagaimana menderitanya Bima.

"Gue nggak bisa berdiam diri begini. Gue harus melakukan sesuatu." Gadis bangkit dari tempat tidur dan mengambil sesuatu yang tersimpan di laci buffet kamarnya.

Sebuah alat komunikasi canggih berserta laptop dia dikoneksikan. Tidak hanya itu saja, satu senjata api rancangan khusus diisinya dengan peluru. Dia mengganti pakaiannya dengan serba hitam tidak lupa rompi peluru di dalamnya, ditambah topi hitam penutup kepalanya.

"Maafin Queen, Mom. Ini Queen lakukan demi menyelamatkan Bima. Aku tidak bisa menunggu sampai besok pagi," ucap Gadis di sisi lain dia merasa berdosa dan bersalah telah membangkang Juwanita. Gadis menarik napasnya dalam dan memantapkan hatinya.

Dia menurunkan tali untuk turun ke lantai bawah yang langsung menuju taman belakang. Gadis harus bisa menghindari penjagaan rumahnya yang sangat ketat. Dia tidak boleh ketahuan atau semua rencananya akan gagal.

Lepas dari rumah, Gadis pun mencari seseorang yang bisa membawanya ke suatu tempat yang dapat membantunya. Gadis membonceng ojek menuju ke apartemen Dirga. Sesampainya di sana dia langsung memencet bel. Tak berapa lama pintu terbuka.

"Queen?" Dirga terkejut melihat Gadis datang malam-malam ke tempat tinggalnya.

Gadis menoleh ke kanan kiri dan belakang, dirasa aman lantas dia mendorong Dirga masuk ke dalam.

"Ada apa? Lo diikuti orang? Lo dikejar seseorang?" tanya Dirga khawatir.

"Ssssst, nggak. Gue ke sini mau minta tolong," ucap Gadis sedikit berbisik.

Dirga mengerutkan dahi. "Minta tolong apa?"

Gadis mengeluarkan laptopnya dan memasang alat yang dia selipkan di telinga. Dirga belum memahami apa maksud wanita yang sekarang sedang duduk mengutak-atik laptop di ruang tamunya.

"Yu, lo tahu kan tempat Bima disekap?" tanya Gadis menengadahkan wajahnya menatap Dirga memelas.

Dirga tidak tega melihat wajah sedih Gadis.

"Iya, gue tahu. Emang ada apa?" Dirga duduk di sofa single.

"Please, perlihatkan tempatnya ke gue," pinta Gadis memohon berlutut di depan Bima seraya menangkupkan tangannya di depan dada.

"Eh, lo mau ngapain?" Dirga terkejut dengan apa yang Gadis lakukan.

"Gue mau ketemu Bima. Bantu gue, Yu. Cuma lo satu-satunya yang bisa bantu gue. Gue mohon, Yu." Gadis terus mengiba membuat Dirga kelimpungan.

Di sisi lain dia sebenarnya juga ingin menyelamatkan Bima. Tapi tanpa perintah dari atasan, Dirga tidak bisa melakukan itu.

"Queen, maaf. Sebenarnya gue pengin banget bantu lo. Tapi tanpa perintah gue tidak bisa," ucap Dirga mentaati peraturan yang berlaku. Dalam hati dia berat mengatakan itu.

"Bima kan sahabat lo, Yu. Masa sih lo nggak mau bantu dia? Lo tega kalau sampai Bima kenapa-napa?" rajuk Gadis terus mendesak.

"Gue tahu, tapi ...." Gadis memotong ucapan Dirga.

"Ya sudah! Gue bisa sendiri! Gue akan cari tempat itu." Gadis berdiri menutup laptopnya dan nekad ingin mencari lokasi Bima disekap.

"Queen," panggil Dirga mencegah kepergiannya.

"Awas!" Gadis menggeser tubuh Dirga yang menghadangnya.

Ketika Gadis ingin membuka pintu, Dirga pun berucap, "Oke, gue akan kasih tahu tempatnya. Tapi lo janji tidak akan nekad ke sana sendiri."

Gadis langsung membalikkan badan. "Ya!" sahut Gadis langsung menyetujui. 'Tapi nggak janji,' imbuhnya dalam hati.

"Tunggu sebentar." Dirga masuk ke kamarnya mengambil laptop.

Setelah laptop di tangan, Dirga memperlihatkan semua ruang yang pernah terekam dari lensa mata yang Bima dulu pakai saat menyusup ke markas gangster Naga Merah. Gadis menghafal baik-baik setiap ruangan di layar itu, dia sudah mendapat bayangannya.

***

Mata tajamnya mengawasi sekitar, tubuh mungilnya gesit menyusup melalui loteng. Sejujurnya dia takut namun karena kenekadan demi menyelamatkan Bima, Gadis rela melawan rasa takutnya.

"Yu, harus ke mana gue?" bisiknya melalui arloji canggih yang melingkar di pergelangan tangannya.

Dirga dari apartemen mengawasi titik merah yang menandakan itu Gadis dari layar laptopnya. Akhirnya karena bujukan dan rayuan Gadis, Dirga pun mau membantunya. Dia sudah menyalahi aturan, bergerak tanpa ada perintah dari atasan dan membantu seseorang yang bukan bagian dari kelompoknya. Namun bagaimana lagi, Gadis memaksanya.

"Posisi Bima ada di barat tempat lo berada," jawab Dirga terdengar dari alat kecil yang terselip di telinga Gadis.

"Oke," balasnya lalu mengendap-ngendap di atas genting sambil mengawasi sekitar.

Meskipun Gadis dulu pernah tinggal dan menguasai tempat itu, karena dia melupakan segalanya walhasil dia membutuhkan seseorang untuk membimbingnya masuk ke area berbahaya itu.

"Berhenti, Bima ada di bawah tempat lo," titah Dirga memberi tahu.

Gadis pun berhenti, dia memutar otak bagaimana caranya masuk ke bawah tanpa menimbulkan suara. Dia bergerak pelan melihat dinding samping, ada ventilasi kecil berbentuk jendela memanjang horizontal namun sempit di bagian atas dinding. Gadis bertiarap di atas genting mengawasi bawah, sepi dan tidak terlihat penjagaan. Akhirnya dia memasang tali di perutnya dia kaitkan ke sesuatu yang kuat untuk menahan tubuhnya bergelantungan di tembok.

Dengan susah payah dan keahlian yang dia dapat dari latihan bela diri, Gadis dapat melewati jendela panjang namun sempit pas dengan tubuh mungil dan langsingnya. Ternyata ruang itu adalah toilet yang menyatu dengan tempat Bima berada. Gadis melepas tali yang mengikat perutnya dan mengendap-ngendap keluar dari toilet yang kotor, tidak terawat, dan tanpa penerangan. Untung saja masih mendapat pantulan sinar dari luar, jadi meskipun samar-samar Gadis masih dapat melihat.

"Gue sudah berhasil masuk," bisik Gadis sangat pelan pada alat yang melingkar di pergelangan tangannya.

Dirga yang mengawasi pergerakan Gadis menahan napas. Dia cemas takut jika sampai Gadis ketahuan. Tubuh Dirga tegang, dia menyiapkan diri, ponsel dia genggam standby nomor Kanit Faiz. Dirga menatap layar laptopnya serius, titik merah itu semakin dekat dengan titik hijau yang bertanda Bima. Sedangkan titik kuning bertanda orang-orang penjaga atau penghuni ruang itu.

"Hati-hati, ada orang yang mendekat ke arah lo," peringatan Dirga.

Gadis secepat kilat bersembunyi di balik tumpukan kardus dan barang-barang rongsokan yang tidak terpakai. Dari tempatnya bersembunyi dia mengintip ada seseorang datang. Orang itu berbicara sesuatu kepada penjaga, lantas mereka ke luar. Gadis sedikit bernapas lega, orang itu memudahkannya karena di dalam gudang itu tinggal satu penjaga. Matanya menangkap sosok pria tak berdaya duduk lemas dan menunduk di kursi dengan tubuh terikat.

"Bima," lirih Gadis hatinya teriris perih.

Darahnya berdesir panas, dia mengepalkan kedua tangannya dan rahangnya mengeras. Melihat kondisi Bima tidak dalam keadaan baik, seakan sisi devil-nya mencuak.

Dia melipir pelan tanpa menimbulkan suara ke arah belakang pria bertubuh kekar yang berdiri di samping Bima. Gadis melihat ada besi panjang, diambilnya benda itu lantas tangannya ancang-ancang dan mengayun memukul bahu orang itu tepat di bawah tengkuk. Sehingga sekali pukulan lumpuh tergeletak tak sadarkan diri di lantai. Bima terkejut melihat penjaga yang tiba-tiba tumbang.

Apalagi ketika dia merasakan seseorang melepaskan ikatan tali di tangannya dari belakang. Bima menoleh, matanya menyempit melihat wajah di balik topi hitam itu. Gadis dengan cepat membuka semua tali yang mengikat tubuh Bima.

"Queen?" seru Bima terkejut saat menyadari pemilik wajah itu.

"Jangan banyak bicara dulu. Ayo kita harus segera pergi dari sini!" ajaknya menggenggam dan menarik tangan Bima.

Tanpa pikir panjang Bima mengikutinya, ini bukan waktu untuk melepas rindu. Mereka harus segera ke luar dari tempat itu sebelum ada yang memergoki. Gadis berjalan di depan Bima menggenggam tangannya erat. Mereka mengendap-endap menyusuri lorong yang gelap.

"Queen, awas. Tempat kalian terkepung," pekik Dirga dari seberang menegangkan tubuh Gadis.

Langkahnya tiba-tiba berhenti.

"Kenapa?" bisik Bima.

"Kita terkepung." Gadis menoleh menatap wajah Bima yang banyak luka di kegelapan. "Gue mohon lo jangan sampai mati," pinta Gadis tulus meraba wajah Bima.

"Gue usahakan," balas Bima.

Gadis memberikan pistol yang Dirga berikan sebelum dia berangkat pada Bima.

"Kita akan bersama lawan mereka," ujar Gadis menggenggam tangan Bima yang menerima pistol darinya.

Bima membalas genggaman tangan Gadis, lantas dia mengecupnya.

"Kamu Anjani-ku," bisik Bima tanpa sadar mereka sudah dikelilingi musuh.

'Clap!!!

Penerangan di lorong itu menyala, seseorang datang dari arah belakang Gadis dengan senyuman sinis.

"Ternyata nyali orang ini besar juga. Beraninya dia datang sendiri menyelamatkan lo," ucap Lukman angkuh dengan senyuman miring.

Gadis masih menghadap Bima memunggungi Lukman. Bima mengangkat kepalanya, menyapu pandangan di sekitar, ternyata sudah banyak orang siap mengeroyok mereka. Jumlah mereka tidak sebanding. Apakah bisa dia dan Gadis lolos dari tempat itu?

Lukman berjalan mendekat hanya berjarak setengah meter dari tempat Bima dan Gadis berdiri. Lantas Gadis memutar tubuhnya dan betapa terkejutnya Lukman melihat wajah di balik topi hitam itu. Wajah yang sangat dia kenal dan dia mengira selama ini orang itu sudah mati.

"Gadis," tunjuk Lukman melongo melebarkan matanya.

########

Jreng jreng...

Bersambung

Hahahahaha
Emang sinetron???

Rex_delmora

TOLONG DIBACA BAIK-BAIK!!!!
👇👇👇👇

Sesuai dengan permintaan penerbit yang sudah menunggu cerita ini, dengan terpaksa kami menghentikan update di next part (bab berikutnya, yang berarti kami masih update 1 part lagi). Cerita ini akan dibukukan. Dari awal upload Gerilya Klandestin memang sudah dipantau penerbit dan kami menyanggupi tantangan dari mereka. Masih ada beberapa bab yang nanti akan dilengkapi dalam versi BUKU-nya. Terima kasih untuk teman-teman semua. Antusias kalian, semangat buat kami. Kesabaran kalian, membuat kami selalu berusaha memberikan yang terbaik. 🙏🙏🙏🙏🙏🙏

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top