PENGINTAIAN

Mata tajamnya itu terus memandangi salah satu tempat khusus yang sudah dipesan seseorang. Suara musik DJ menggelegar memenuhi ruangan itu. Bermodalkan sebatang rokok yang dia hisap dalam-dalam, dia terus mengawasi lekat orang-orang yang keluar masuk ruangan itu.

"Hai," goda seorang wanita bertubuh seksi merayunya.

Senyum tersungging manis dari bibirnya. Wanita itu berusaha menggodanya, namun sayang, dia tak mengacuhkannya.

"Maaf, tidak tertarik," ucapnya lantas berpindah tempat meninggalkan wanita penghibur itu.

Wanita penghibur itu kesal menghentakkan kakinya di lantai. Pria itu kembali duduk di kursi yang lebih jelas untuk mengintai ruangan itu.

"Elang, Mawas I memanggil." Suara itu terdengar dari alat yang terpasang khusus di telinganya.

"Keadaan aman, siap menyergap," perintahnya.

Hans dan Dirga terlihat masuk, berjalan santai mendekati Bima yang sedang duduk di depan meja bar namun mata tajamnya tak lepas dari tempat pengintaiannya.

"Bagaimana?" tanya Hans menyentuh bahu Bima.

Bima menunjuk dengan dagunya ke arah ruang itu, Hans dan Dirga pun mengikuti arah pandangnya.

"Apa dia Gadis?" tunjuk Hans pada seorang wanita bertubuh proposional dan berpakaian seksi, ketika dia masuk ke ruangan itu diikuti beberapa orang menjinjing tas besar.

"Setahu gue, sepertinya iya. Soalnya selama gue mengintai Naga Merah, hanya wanita itu yang gue lihat. Tidak ada wanita yang lain," ujar Bima mematikan rokoknya. "Posisikan diri kalian." Bima memegang bahu Hans dan Dirga.

Mereka pun berpencar sesuai dengan yang sudah direncanakan. Menyebar di beberapa titik tertentu di dalam maupun di luar klub itu. Sudah beberapa hari Bima dan tim mengintai sasarannya itu.

"Sekarang!" komando Bima lantas mereka mengepung tempat itu.

Tak ada yang menyadari kerja mereka, orang-orang di sana juga tampak tenang dan tak terganggu. Mereka semua masih dapat menikmati musik yang DJ putar.

Bima membuka pintu ruangan itu, membuat semua orang terkejut dan dengan sigap mengangkat kedua tangannya ke udara.

"Ada apa ini?!" teriak salah satu orang.

Bima tak menjawab, matanya terus mencari-cari, namun sayang, tinggal beberapa orang yang ada di sana. Bima menodongkan pistolnya, dia yakin dan sangat jelas melihat geng Naga Merah tadi masuk ke ruangan itu. Namun mengapa sekarang tinggal beberapa orang saja? Dan mana juga wanita itu?

"TETAP DI TEMPAT!!!" bentak Bima menyapu pandangannya tajam ke arah orang-orang yang angkat tangan ketakutan duduk di sofa.

Dirga dan Hans, karena menunggu terlalu lama di luar ruang itu, akhirnya mereka memutuskan untuk masuk ke dalam.

"PERIKSA!" titah Bima.

Hans dan Dirga pun memeriksa ruangan itu, namun sayang, tak ada orang selain orang-orang yang sedang Bima todong dengan senjata.

"Tidak ada orang lain, Lang," lapor Dirga.

Bima mengerutkan dahinya bingung. Jelas tadi dia melihatnya masuk, kenapa sekarang tidak ada orang?

"Bawa mereka ke markas," perintah Bima memasukkan pistolnya di balik bajunya.

Hans dan Dirga membawa orang-orang itu keluar dari klub. Sedangkan Bima masih heran dan bingung, mengapa itu bisa terjadi?

Flashback

Ketika geng Naga Merah berjalan masuk ke ruang yang sedari tadi diincar Bima, seseorang menghubunginya.

"Pergi dari tempat itu, BIN mengawasi kalian," titahnya misterius.

"Baik," jawab Gladis, namun dia tetap berjalan anggun meyakinkan Bima jika mereka masuk ke ruangan itu.

Setelah mereka masuk, belum juga terjadi transaksi, geng Naga Merah mencari celah untuk kabur melalui ruangan itu. Dengan keahlian, beberapa orang membuka paksa ternit atap ruangan itu. Lagi-lagi anggota BIN menggagalkan transaksi mereka. Namun mereka juga berhasil membawa barang bukti kabur melalui atap tempat itu. Gladis dan Lukman berhasil meloloskan diri, meninggalkan mitra kerja di tempat itu.

Flasback off

Bima menemukan bekas serbuk kotoran di lantai. Dia menatap ke atas, memerhatikan atap ruangan itu.

"Shit!!! Mereka kabur!" ujar Bima kesal karena buruannya lolos.

Baru kali ini dia merasa dipermainkan dengan incarannya.

"Benar-benar sulit lawan yang satu ini. Awas saja!" gumam Bima menajamkan tatapannya dan mengepalkan tangannya kuat.

Bima pun lantas meninggalkan ruangan itu dengan perasaan dongkol. Ketika Bima keluar dari klub malam itu dan menghampiri mobilnya, senyum licik tersungging dari bibir seseorang yang berada di dalam mobil tak jauh dari tempatnya parkir.

"Lo pikir lebih pintar dari gue, Lang? Rahasia dan kelemahan lo, gue sudah tahu!" ucapnya sinis tersenyum miring dan licik sambil memicingkan matanya.

Beberapa hari belakangan ini Anjani tak menemuinya, dia masih kesal kepada Bima. Kekesalan Anjani ini digunakan Bima untuk bekerja mengintai pergerakan gangster Naga Merah. Beberapa kali Bima selalu mengikuti dan mengintai dari jarak jauh kegiatan ilegal yang dilakukan mafia besar Naga Merah. Dalam berbisnis perdagangan senjata ilegal dan perdagangan gelap narkoba, mereka sudah tak diragukan lagi. Gembong-gembong besar pun mengambil barang dari Naga Merah, bayangkan saja, betapa besar usaha ilegal yang dijalankan gangster Naga Merah itu?

***

Setelah urusannya bersama anggota BIN selesai, barulah Bima datang mengurus kekasihnya yang masih marah padanya. Berbagai cara Bima lakukan untuk membujuk Anjani agar tak lagi marah. Bima menggaruk-garuk kepalanya frustrasi karena sedari tadi Anjani selalu mengomel dan menceramahinya.

"Honey!!! Kamu dengerin aku nggak sih!!!" bentak Anjani galak.

"Iya Sayang, aku denger kok," jawab Bima halus menahan emosinya. Lebih baik dia mengalah dan mendengarkan omelan kekasihnya itu, daripada dia membantah dan akan sulit membujuk Anjani.

"Aku kesel tahu sama kamu, aku diemin kamu bukannya membujukku malah ninggalin aku ke luar kota karena urusan bisnis. Kamu tuh sayang nggak sih sama aku? Aku tuh kadang bingung sama kamu, tahu nggak!" Anjani mencebikkan bibirnya dan melipat kedua tangannya di depan dada.

Bima menoleh merasa bersalah karena beberapa hari tak menghiraukannya. Bagaimana dia bisa acuh kepada Anjani? Sedangkan tugasnya untuk mengintai gangster Naga Merah tak mungkin dia tolak.

"Sayang dong. Maaf kan aku ya Sayang, bukannya aku nggak peduli atau cuekin kamu, tapi kalau aku ninggalin bisnis begitu saja, terus bagaimana masa depan kita? Kamu mau hidup sama aku tapi nggak makan selamanya?" rajuk Bima sambil terus menyetir menjalankan mobilnya menuju ke suatu tempat spesial yang sudah dia siapkan untuk makan romantis bersama Anjani.

"Mati dong?" sahut Anjani. "Nggak mau ah!" imbuhnya.

"Nah, makanya aku sekarang lagi gencar bekerja buat nabung untuk masa depan kita."

Perasaan Anjani terenyuh dan langsung menghangat. Dia tersenyum bahagia lalu menoleh ke arah Bima yang sedang fokus menatap jalanan yang lengang.

"Aaaaa... kamu so sweet banget sih Honey. Aku jadi tersanjung." Anjani memeluk Bima dari samping dan mencium pipinya singkat.

Bima dapat menghela napasnya lega. Akhirnya, kekasihnya itu tak berlarut-larut marahnya.

"Iya dong. Pacar siapa dulu?" bangga Bima menyombongkan diri.

"Pacarnya Anjani Resta dong. Pacarnya aku," jawab Anjani manja membuat Bima tergelak tawa.

Gadisnya itu memang polos dan benar-benar lugu. Terkadang membuat Bima gemas namun terkadang juga membuatnya jengkel. Biarpun begitu, Bima sangat mencintai Anjani. Mobil sedan itupun terparkir di salah satu restoran di daerah Puncak. Setelah Bima lepas tugas, dia ingin memanjakan Anjani menebus kesalahannya yang sudah beberapa hari mencuekinya.

"Sudah sampai," pekik Bima mematikan mesin mobilnya. "Aku sudah pesan tempat makan yang romantis spesial buat kamu di rooftop restoran ini. Dari sana kita bisa melihat indahnya pemandangan malam hari." Bima mengelus pipi Anjani dan mencium keningnya.

"Makasih ya Honey," ucapnya tersenyum sangat manis.

"Kenapa berterima kasih?"

"Karena kamu sudah membuatku bahagia," jawabnya manja mencolek hidung mancung Bima.

"Apa pun akan aku lakukan buatmu bahagia." Bima menatap wajah cantik itu, yang selalu membuat perasaannya nyaman. "Sudah yuk, kita masuk." Bima keluar dan membukakan pintu untuk Anjani.

Anjani melingkarkan tangannya di lengan Bima. Mereka masuk ke restoran, suasana di sana cukup ramai dan tempatnya pun romantis. Banyak pasangan, bahkan keluarga yang sedang menikmati makan malam mereka seraya mengobrol dan bercanda tawa.

"Aw!!!" pekik Anjani memegangi bahunya, ketika tersenggol seorang wanita berpenampilan modis, tinggi dan cantik.

"Maaf, saya tidak sengaja," ucapnya tersenyum sangat manis mengusap bahu Anjani.

Anjani mengerucutkan bibirnya dan hanya menatap wanita itu dari atas hingga bawah. Bibir itu tersenyum dan melirik ke arah Bima. Dahi Bima mengerut curiga. Lantas dia segera mengajak Anjani pergi.

"Nyonya Juwanita!!!" seru seorang pelayan memanggil wanita itu.

Bima sekilas menoleh wanita itu, ternyata wanita tadi masih memerhatikannya dengan Anjani. Perasaan Bima menjadi tak tenang dan merengkuh pinggang Anjani posesif.

###########

Rex_delmora

Oh Juwita, apa kabarnya denganmu kini, yang kudengar, saat ini, kau tak lagi dengannya. Andai saja.....

Siapa tahu lirik yang aku nyanyikan? Hehehe

Terima kasih untuk vote dan komentarnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top