PEMBURUAN LUKMAN

Menghilangnya Gadis bisa disimpulkan bahwa Gengster Naga Merah mati. Tapi, sayangnya itu tidak terjadi. Justru yang ada Naga Merah semakin memperluas bisnis Ilegalnya. Tak hanya jual beli senjata dan narkoba, tapi sekarang sudah merambah ke penjualan manusia, terlebih gadis-gadis belia yang tidak tahu apa-apa.

Lukman yang sudah mengkhianati Gadis sekarang menjadi pemimpin resmi Gengster Naga Merah. Dan dia-lah yang mulai melebarkan bisnis Ilegal itu.

"Kumpulkan gadis-gadis itu malam ini, jangan lupa kalian beri mereka makan. Jangan sampai mereka terlihat pucat dan bos besar marah melihat uang mereka terbuang sia-sia." Lukman menghembuskan asap di udara.

"Baik, Bos."

"Kerjakan yang rapi," tambah Lukman.

Anak buah Lukman pergi dari ruangan besar yang dulu sempat menjadi ruang kerja Gadis. Sekarang ruangan itu dikuasai oleh Lukman. Bahkan foto-foto bersejarah milik Gadis dibakarnya habis tak tersisa. Ia tak ingin ada satu pun bekas pemimpin lama tertinggal di sana. Tempat itu sudah menjadi hak milik seutuhnya.

"Sekarang cuma gue yang bisa memegang kendali Naga Merah. Perempuan nggak pantas menjadi pemimpin!" Lukman menatap sendiri pantulan dirinya di cermin, merasa bangga dengan apa yang sudah diperolehnya saat ini.

Semua ini tidak mudah, butuh perjuangan dan kerja keras untuk bisa mendapatkannya.

***

Markas besar Mawas I sedang sibuk dengan layar komputer besar di hadapan mereka. Sebuah denah besar mengisi layar tersebut. Semua anggota menatap serius mendengarkan penjelasan Kanit Faiz.

"Ini, akan menjadi tampat mereka selanjutnya. Amankan pelabuhan ini dan selamatkan gadis-gadis yang tidak bersalah itu." Kanit Faiz menunjuk sebuah pelabuhan dipinggiran kota.

"Elang, bawa pasukan pilihanmu untuk menangkapnya."

"Baik, Kanit," jawab Bima.

Rapat berakhir, setelah mendapatkan tugas masing-masing mereka langsung mengerjakannya. Bima kembali ditugaskan untuk berurusan dengan Naga Merah. Semua tidak tahu jika tugas Bima itu akan mengingatkannya terus pada wanita yang sempat memimpin Gengster itu.

"Big Boss, saya sudah mencari tempat mana saja yang akan kita jadikan persembunyian selama mengintai," ucap Dirga melapor.

"Baik, kerjakan serapi mungkin."

Jabatan Bima meningkat, selama ia bergabung dengan pasukan pengamanan negara ini kinerjanya cukup memuaskan. Ia cukup berjasa terlebih pada kasus Naga Merah, di mana ia harus bisa mengenyampingkan urusan pribadinya dibanding urusan negara. Oleh karena itu ia mendapat julukan baru Big Boss.

***

"Ali, bagaimana kabar Queen?" tanya Juwanita dari telepon selulernya.

Jarak yang memisahkan Juwanita dan Gadis membuatnya tidak bisa menjaga putri kesayangannya. Juwanita masih berada di luar negeri.

"Dia baik-baik saja, Miss. Semua aman," jawab Ali sedikit berbisik.

"Tolong jaga dia dan awasi setiap pergerakannya. Tapi awas jangan terlalu kelihatan jika kamu adalah orang kepercayaan saya. Saya tidak mau Queen merasa terkekang dan terikat. Biarkan saja dia bergerak sesuka hatinya, asal kamu awasi dia jangan sampai masa lalunya mengancam keselamatan Queen," ujar Juwanita tegas.

"Baik Miss," jawab Ali.

Panggilan pun terputus. Ali adalah orang kepercayaan Juwanita. Dia juga orang yang selama ini Juwanita percaya untuk menjaga Gadis. Ali jugalah orang yang waktu bersama Juwanita menyelamatkan Gadis.

Flashback

Seorang pemuda mengenakan jaket kulit hitam duduk di atas motor di tengah kegelapan. Dia mengawasi gerak-gerik sosok wanita yang sedang menunggu seseorang. Banyak pati kemas di sana, memudahkan dia bersembunyi dari wanita itu.

"Ali," panggilan dari alat yang terselip di telinganya.

"Iya, Miss?" sahutnya.

"Saya sudah di posisi," terang Juwanita bersiap melihat adegan balas dendam Gadis pada Bima.

"Baik, Miss."

Komunikasi mereka terputus.

Sebuah mobil terparkir sembarangan. Beberapa menit menunggu Ali dan Juwanita melihat Bima keluar.

"Bima sudah datang, Miss," ucap Ali pelan menajamkan pandangannya dan mengikuti Ali dari jarak jauh.

"Stop! Jangan mendekat! Jangan memancing kecurigaan mereka. Kita cukup mengawasi dari jarak jauh," peringatan Juwanita melihat Ali keluar dari tempat amannya.

Ali langsung bersembunyi di sela-sela dua kontainer besar. Di sana gelap, jadi tidak akan ada orang yang bisa melihatnya. Mata Juwanita menyipit ketika melihat satu mobil datang. Seseorang turun menoleh kanan dan kiri sangat mencurigakan.

"Lukman?" gumam Juwanita. "Ngapain dia ikut ke sini?" imbuhnya bingung karena setahu dia Gadis sangat merahasiakan pertemuannya dengan Bima.

Untung saja Juwanita memasukkan Ali ke dalam pasukan bersenjata yang bekerja sama dengan Gadis di luar gangster Naga Merah. Gadis membentuk tim itu untuk membantunya mengintai Bima dan Mawas I selama ini. Dari situ Juwanita mengetahui semua rencana Gadis berniat menghabisi Bima. Entah apa yang Bima dan Gadis bicarakan. Ali dan Juwanita tidak dapat mendengar. Hanya saja mereka melihat amarah Gadis.

Dor!!!

Hingga sebuah tembakan terdengar. Mata Juwanita terbelalak mendapati tubuh Gadis tumbang.

"Tetap bertahan di tempat!!!" ujar Juwanita memperingatkan Ali sebelum dia keluar dari persembunyian.

"Tapi Miss, Gadis...."

"Jangan bodoh!" sahut Juwanita menyela ucapan Ali.

Ali tidak berani membantah, dia hanya bisa melihat adegan berdarah di kegelapan.

Dor!!!

Satu tembakan kembali dilepaskan. Darah Juwanita semakin mendidih melihat tubuh Bima tersungkur di tanah. Dia melihat Lukman berdiri tegap memegang pistolnya.

"Bangsat!!! Ternyata kamu, Lukman!!! Dasar penghianat!" geram Juwanita menahan amarahnya dan mencengkeram kemudi sangat erat.

Lukman berlari dan pergi menggunakan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Setelah beberapa menit menunggu waktu aman dari jarak jauh, Juwanita mendekati dua sosok orang yang sudah tergeletak tak sadarkan diri. Mereka adalah Bima dan Gadis. Mata Juwanita membulat sempurna karena kepala bagian belakang Gadis terus mengeluarkan darah.

"Sayang," lirih Juwanita langsung berlutut membalikkan tubuh Gadis.

Juwanita menatap Bima, dia mengecek nadinya, masih berdenyut.

"Maafkan Tante, Bima," ucap Juwanita tak menghiraukan Bima.

"Miss!" seru Ali mendekat.

"Kita harus cepat bawa Gadis pergi!" perintah Juwanita.

"Baik, Miss." Ali langsung mengangkat tubuh Gadis ke bawah pohon yang gelap di mana mobil Juwanita terparkir.

Juwanita melihat sesuatu terjatuh dari saku celana Gadis ketika Ali mengangkatnya. Dia mengambil benda berbentuk lingkaran seukuran jari manis.

"Bima, maafkan Tante." Juwanita pergi meninggalkan tubuh Bima tergeletak tak berdaya dengan darah yang masih mengalir dari bahunya.

Sebelum orang lain melihatnya berada di sana, Juwanita segera membawa pergi Gadis dari tempat itu. Dia harus segera menyelamatkan nyawa putrinya sehingga dia tidak memedulikan Bima. Yang terpenting dia tahu jika Bima masih dapat diselamatkan.

"Miss, saya akan menghilangkan jejak Gadis dan jejak kita di tempat kejadian," ujar Ali setelah memasukkan Gadis ke mobil Juwanita.

"Baiklah, Ali. Terima kasih. Saya pergi dulu."

"Baik, Miss."

Juwanita langsung menancap gasnya dengan kecepatan tinggi. Ali menjalankan tugasnya, mengerahkan semua anak buahnya untuk membantu. Sebelum anggota BIN yang lain menemukan Bima.

"Sayang, bertahanlah. Mommy akan menyelamatkanmu," gumam Juwanita terus menancap gasnya dengan kecepatan tinggi.

Laju mobil mewah itu sangat tinggi di tengah malam di jalanan yang lengang. Dia mencari ponselnya lantas menelepon seseorang.

"Halo, siapkan ruang khusus dan carikan dokter spesialis bedah. SEGERA!!!" perintah Juwanita tak terbantahkan.

Tubuhnya gemetar dan perasaannya berkecamuk. Dia tak habis pikir Lukman dapat senekad itu.

"Awas kau, Lukman! Tunggu apa yang akan aku lakukan kepadamu. Gangster Naga Merah harus berakhir," gumam Juwanita mencengkeram stir mobilnya kuat-kuat dan tatapan matanya tajam seakan siap membunuh saat itu juga.

Flashback off

Ali meletakkan ponsel di atas meja kerjanya. Sejak kejadian itu sampai sekarang dia dipercaya Juwanita untuk selalu dekat dan melindungi Gadis. Dia menyandarkan tubuhnya di kursi, jabatannya sebagai manager di perusahaan itu salah satu hadiah dari Juwanita atas kesetiaan dia.

"Ali!" pekik Gadis tanpa permisi membuka pintu ruang kerjanya.

Ali yang sedang bersantai terlonjak memegangi dadanya yang berdebar cepat karena terkejut.

"Masya Allah, Miss. Untuk aku nggak punya penyakit jantung. Astogfirulloh." Ali mengelus dadanya dan menghembuskan napas perlahan.

Gadis duduk di depan meja kerja Ali, dan terkikih tanpa merasa bersalah.

"Ada apa?" tanya Ali.

"Jadi kan?" tanya Gadis.

Ali mengerutkan dahinya. "Jadi apa?"

Gadis memutar bola matanya malas.

"Kita nanti malam jadi ikutan balapan kan?" jelas Gadis.

"Masya Allah, Miss. Nggak ada kapoknya ya kamu? Kalau Miss Juwanita tahu aku nggak mau ikut-ikutan. Takut aku kalau dimarahi, kayak singa kelaparan kalau sedang marah. Janganlah, Miss," mohon Ali memelas.

"Kenapa sih Li, kamu selalu panggil aku 'Miss'? Kita kan sudah berteman lama. Nggak nyaman tahu denger kamu manggil begitu," protes Gadis untuk yang kesekian kalinya.

Ali tersenyum dan menegakkan duduknya.

"Kamu kan atasanku," jawab Ali.

"Iya kalau di kantor. Tapi kalau sedang santai begini atau kita sedang lepas kerja jangan panggil aku begitu," sungut Gadis memanyunkan bibirnya menggemaskan.

Ali terkekeh geli menutup mulutnya dengan punggung tangan.

'Andaikan kamu tahu, Queen. Aku ini hanya pesuruh Miss Juwanita. Apa hakku memanggil dan menyebut namamu saja? Lancang sekali jika aku melakukan itu. Aku hanya dapat memanggilmu 'Queen' dari dalam hati. Andaikan kamu juga mengetahui perasaanku, rasanya tidak pantas aku memiliki rasa ini untuk seorang ratu dan aku hanyalah hambamu.'

#########

Ebie

Aissssh... ini nanti bakalan ada yang mencintai dalam diam. Nah looooh... bagaimana ya? Apakah posisi Bima akan digantikan Ali? Hehehe

Selamat malam, terima kasih untuk vote dan komentarnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top