MELUANGKAN WAKTU UNTUKMU
Bima menatap Anjani lekat saat dia sedang duduk terdiam di jok sebelahnya. Bima menghela napas dalam karena tak tega melihat wajah lelah kekasih hatinya itu. Sepulangnya dia dari kantor, Bima menjemput Anjani ke kantorny.
"Maafin aku, ini demi kebaikanmu dan keselamatanmu. Aku sangat mencintaimu, tapi aku nggak bisa selalu ada buat kamu. Pekerjaanku yang klandestin membuat kita harus seperti ini." Bima membatin melirik Anjani terlihat jelas wajah sedihnya.
Setelah Bima menjemput Anjani dari kantor, ia lantas mengajaknya ke sebuah pantai untuk sekadar menghirup hangatnya udara sore dan melihat sunset yang pulang ke peraduaan. Rasa bersalahnya karena akan meninggalkan Anjani beberapa waktu yang tak dapat ditentukan, membuat ia ingin bisa terus membahagiakan Anjani walaupun hanya sesaat.
"Sayang," panggil Bima lirih tanpa mereka berniat untuk keluar dari mobil.
"Hmmm, iya? Ada apa Honey?" tanya Anjani sangat lembut membuat hati Bima bergetar tak tega.
"Apa kamu mencintaiku?" tanya Bima menatap ke dalam manik mata Anjani. Ia melihat ketulusan cinta dan harapan yang begitu besar di dalam bola mata indahnya.
"Iya, aku mencintai kamu dan aku juga tahu, kamu juga mencintaiku. Memangnya kenapa sih?" Anjani bertanya dengan senyuman terbaiknya menatap wajah Bima lekat.
"Kalau seandainya aku tiba-tiba nggak ada kabar dan kamu kehilangan komunikasi sama aku gimana?" tanya Bima terpaksa walau di dalam hatinya tak tega melihat wajah Anjani yang seketika bersemburat kesedihan. Senyum di bibirnya langsung pudar dan pelupuknya pun menggenang air mata.
"Kamu mau ninggalin aku?" Suara Anjani tertahan di tenggorokan sehingga yang keluar justru suara parau.
"Hey, nggak begitu. Maksud aku kalau, misalnya, seandainya, andai kata." Bima menangkup wajah Anjani menekan kata-katanya agar Anjani tidak salah paham.
Empat prinsip seorang intelijen negara, berani tidak dikenal, mati tidak dicari, berhasil tidak dipuji, dan gagal dicaci maki, hal itu yang membuat Bima meragu untuk hidup dan bisa membahagiakan Anjani. Bima sangat menyadari jika sampai seorang intelijen gagal, akan mengakibatkan kematian atau kekalahan dalam perang, sehingga tidak dapat diampuni. Apakah Bima dapat hidup tenang kalau sampai kegagalannya menyebabkan kematian banyak sahabat dan rekan kerjanya?
"Kamu udah nggak cinta lagi sama aku?" tanya Anjani meloloskan air matanya membuat hati Bima sakit dan semakin tak kuasa menahan luka yang ia goresan sendiri ke dalam hatinya.
"Kamu nggak akan pernah paham dan mengerti mengapa aku melakukan ini, Sayang. Ini untuk kebaikan kita." Bima berusaha meyakinkan Anjani. "Aku masih sangat mencintai kamu. Cintaku tulus dan aku nggak akan pernah meminta ataupun menuntut kamu untuk menjadi apa yang aku mau. Cukup kamu menjadi Anjani-ku yang bersikap manis dan tetaplah seperti ini," timpal Bima menarik Anjani ke dalam pelukannya.
Ini risiko yang harus Bima terima, dia ditugaskan untuk menerobos masuk ke dalam dunia lawannya. Itu artinya Bima akan menyamar menjadi salah satu komplotan di dalam markas Naga Merah dengan bantuan seorang kawan yang sudah terjerumus masuk ke dalamnya sebagai mata-mata.
"Maafin aku." Bima mencium kening Anjani lama, menyalurkan kasih dan cintanya.
Anjani masih saja tidak mengerti dengan jalan pikiran kekasihnya itu, yang jelas saat ini ia sangat terpukul atas keputusan Bima yang tak tentu itu. Air mata duka karena goresan luka di hatinya semakin tak terbendung. Akankah selalu seperti ini cerita cinta seorang intelijen negara? Apakah mereka tidak berhak bahagia bersama cintanya? Hidup aman dan tentram mungkin impian semua para intelijen negara.
Bima mengusap sisa air mata di wajah cantik kekasihnya. Ia tak ingin hari yang mungkin akan menjadi hari terakhirnya ini justru dihiasi dengan kesedihan. Ia ingin bisa membahagiakan Anjani walaupun sebentar.
"Sudah jangan nangis, kamu jelek kalau nangis begitu. Hidung merah kaya tomat." Bima mencubit hidung Anjani pelan.
"Bima, ihh."
"Satu hal yang harus kamu percayai dari aku. Aku cinta sama kamu dan itu fakta. Ayo turun, nanti keburu sunset-nya habis." Bima lebih dulu turun dan memutari mobil untuk membantu Anjani keluar dari mobilnya.
Anjani mencoba menghilangkan segala ketakutannya atas semua perkataan Bima tadi. Setidaknya jika memang semua itu terjadi, Bima akan kembali membawa sepotong hati yang ia bawa. Entah bagaimanapun caranya.
"Kamu duduk sini, aku belikan kelapa muda. Sambil nonton bioskop alam kita minum kelapa muda," ucap Bima. Anjani mengangguk dan menatap jauh indahnya laut yang mulai terhiasi langit senja bewarna oranye.
Perpisahan bukan menjadi keinginan setiap manusia. Tapi perpisahan itu datang tanpa diminta. Entah apa yang akan terjadi dengan hubungan mereka kalau saja Bima berhasil memasuki markas besar Naga Merah. Di mana semua orang tahu, tidak sembarangan orang bisa masuk ke sana. Misinya kali ini cukup besar, atau mungkin sangat besar. Di mana Bima harus dengan rela meninggalkan kekasihnya sendiri di luaran tanpa penjagaan yang ia lakukan seperti biasa. Tapi tugas tetaplah tugas, NKRI tetap menjadi prioritas utama apa pun alasannya.
Bima menatap sendu Anjani yang terus menatap langit senja. Dengan 2 buah kelapa di tangannya ia menghampiri kekasinya.
"Sayang, ini kelapanya." Bima memberikan satu buah untuk Anjani.
"Apa kita akan bisa melihat ini lagi, seandainya apa yang kamu katakan tadi terjadi?" tanya Anjani, memalingkan wajahnya ke arah Bima. Anjani sudah bisa sedikit menata hatinya setelah tadi dihujani dengan pertanyaan yang tidak ia mengerti.
Bima tak bisa menjawab. Ia tak ingin memberikan janji yang nantinya akan sulit untuk ia tepati. Ia cukup berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak mengecewakan Anjani, walaupun itu sulit.
"Aku akan menunggumu kembali, kalau sampai hal itu benar-benar terjadi," ucap Anjani tersenyum.
Tanpa Anjani sadari, hati yang terlihat kuat itu terluka oleh pernyataannya. Bima mengeluarkan sebuah kotak kecil yang sejak tadi disimpannya dalam saku.
"Ini buat kamu." Bima menyerahkan kotak itu ke tangan Anjani.
"Ini apa, Bim? Aku lagi nggak ulang tahun loh." Anjani menatap Bima dan kotak kecil itu bergantian.
"Ini hadiah buat kamu. Jangan dilihat dari bentuknya, tapi niat yang tersimpan di dalamnya." Bima membantu Anjani membuka kotak itu.
Ada sebuah benda yang berbentuk lingkaran. Terukir inisial A & B.
"Cincin yang indah," ucap Anjani kagum.
Bima sengaja memberikan cincin itu, karena dengan cicin itu Bima masih bisa terus mengawasi kekasihnya. Tanpa Anjani tahu, itu bukanlah cincin sembarangan. Cincin itu sudah dirancang khusus dengan sinyal yang bisa terditeksi di mana pun Anjani berada dan yang pasti hanya Bima yang tahu dan bisa mengakses jalur penghubungan sinyal cincin itu dengan alat canggihnya. Itu salah satu cara agar Bima bisa terus mengawasi keberadaan Anjani. Setidaknya untuk mengurangi rasa kekhawatirannya dan tahu tindakan apa yang akan ia lakukan jika sesuatu terjadi pada Anjani.
"Pakai ini terus ya." Bima membantu memasangkan cincin itu dijari manis Anjani.
"Pasti aku pakai. Makasih ya, Honey." Anjani memeluk Bima erat dan berharap ini bukan pelukan terakhirnya.
Banyak cara yang dilakukan untuk bisa melindungi orang terkasih, walaupun harus bertaruh nyawa sekalipun. Karena sejatinya cinta tahu apa yang harus dilakukan.
###########
Ebie
Anjani!!! Sini aku bisiki👂, Bima itu mau pergi, masuk ke kandang macan. Semoga pulang masih ada nyawa ya? Aku takut dia pulang tinggal nama.
Terima kasih untuk vote dan komentarnya.😊
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top