BERTARUH NYAWA
Bima berjalan mantap memasuki rumah yang luas seperti istana kerajaan, lebih tepatnya markas rahasia persembunyian gangster mafia Naga Merah. Melalui proses yang panjang dan sulit, Bima berhasil menerobos masuk ke dunia gangster mafia Naga Merah. Dandanan rapi ala mafia, lengkap dengan dasi dan jas hitam, rambut klimis licin dan bersih. Bima melangkahkan kakinya mantap ke sebuah ruang yang sudah dikelilingi banyak pasang mata. Mereka semua memakai baju serba hitam.
Seorang wanita berdandan ala mafia, seksi, cantik dan memakai jaket kulit hitam berjalan anggun menghampiri Bima. Keduanya bertemu di tengah ruangan yang luas dan puluhan pasang mata menjadi saksi.
"Selamat bergabung Tuan Giovani Loper," sapa wanita itu kepada Loper alias Bima dengan seringaian licik, terkesan angkuh.
Bima hanya tersenyum remeh, saat pertemuan itu berlangsung segerombolan orang masuk dan mendorong seseorang hingga terjatuh di depan Bima dan Gladis.
"Dia penyusup, penjaga menemukannya sedang mengintai pergerakan kita," ujar Funky salah satu tangan kanan penjaga.
Susah payah Bima menelan ludahnya melihat orang yang sudah babak belur dan sudut bibirnya mengeluarkan darah segar.
Dor!!!
Mata elang Bima menoleh cepat ke arah tembakan dilepaskan, namun sayang orang itu tak terlihat. Bima melihat sahabat seperjuangannya tergeletak mengenaskan di depan matanya.
"HANS!!!!" pekik Bima dalam hati dengan darah yang sudah mendidih di dalam tubuhnya.
Ingin sekali rasanya Bima saat itu juga memberontak, memecahkan kepala dan mengeluarkan otak semua orang yang ada di ruangan itu. Bima menatap Hans yang sudah tersungkur di lantai dengan mengeluarkan darah segar. Darah Hans mengalir hingga mengenai sepatu mengkilapnya. Emosi Bima semakin naik hingga ke ubun-ubun. Namun dia tetap harus berusaha tenang, agar tidak menimbulkan kecurigaan.
"INI PELAJARAN UNTUK KALIAN SEMUA YANG BERANI MENYUSUP DAN MENJADI MATA-MATA!!!" Gladis berteriak kencang hingga suaranya menggelegar memenuhi ruang itu.
Matanya menyeringai ke arah Bima penuh selidik membuat debaran jantung Bima berjalan abnormal, namun wajahnya tetap santai dan sikapnya pun dibuat setenang mungkin.
"Urus mayat ini! Buang ke laut. Hilangkan jejaknya." Gladis memberi perintah kepada pengikutnya.
Bima yang melihat perlakukan tak bermoral itu, hanya dapat menahan emosinya, setidaknya itu untuk saat ini. Namun entah jika nanti waktunya tiba, mungkin mereka semua akan habis di tangannya.
Dari lensa mata, salah satu alat canggih yang di pakai Bima, dapat merekam semua kejadian yang langsung terpancar ke markas BIN. Berbagai alat canggih menjadi pembekalan pergerakan Bima. Kanit Faiz mengusap wajahnya kasar dan berkacak pinggang.
"CARI HANS!!! JIKA MEMANG BISA DISELAMATKAN, SEGERA SELAMATKAN DIA!!!" perintah Kanit Faiz lantang berteriak memenuhi ruangan yang dipenuhi layar seperti televisi datar dengan berbagai macam gambar.
"Siap!!!" Dirga dan yang lain lantas bergerak pergi meninggalkan ruangan itu.
Diandra masih terus mengutak-atik keyboard, sedangkan Kanit Faiz terus menatap layar yang menampilkan ke mana arah mata Bima memandang.
Di tempat sana, Bima masih mematung menenangkan dirinya atas hal yang baru saja dia lihat. Sebagai balasan jasa, Naga Merah meminta Bima menjadi penasihat pergerakan mereka dalam transaksi ilegal. Secara Bima menyamar menjadi Loper, seorang pejabat keamanan negara yang dapat diandalkan mengenai keamanan transaksi mereka.
"Pergilah istirahat, besok malam kita akan mengadakan transaksi minyak di pelabuhan." Gladis menginterupsi Lukman untuk menunjukan tempat istirahat Bima.
Bima yang belum mengenal tempat barunya itu, tetap berusaha waspada dan mata elangnya harus tetap jeli begitupun otaknya yang harus selalu dia pakai. Telinga dan matanya senantiasa dia buka lebar-lebar sebagai mawas diri.
Gadis yang sedari tadi mengintip kedatangan Bima, hanya tersenyum miring.
"Ternyata kau mengantarkan nyawamu sendiri, musuh kesayangan," gumam Gadis memutar pistolnya.
"Ini kamar lo, kalau butuh apa-apa panggil gue," ujar Lukman membuka pintu kamar yang akan Bima tempati selama di sana. "Nama gue, Lukman," timpal Lukman memperkenalkan diri.
Bima tersenyum biasa dan hanya mengangguk.
"Thanks, Lukman," ucapnya.
"Oke, lo harus pasang otak dan mata lebar-lebar. Tembok dan pohon di sini bisa mendengar. Angin bertiup membawa berita, jadi hati-hati jika bertindak." Lukman menepuk bahu Bima dan berlalu pergi.
Ketika Bima berniat ingin masuk ke dalam kamar, mata tajamnya menangkap seorang wanita samar-samar dalam kegelapan jauh di seberang gedung yang dia tempati saat ini, dia berdiri memunggunginya. Tempat itu memiliki dua gedung yang saling berhadapan. Rasa penasarannya membuat Bima perlahan mendekat ingin memperjelas penglihatannya. Hingga langkahnya terhenti di balkon luar gedung. Bima tak bisa melihat jelas wajah dan postur tubuhnya, namun dia yakin jika itu seorang wanita, terlihat dari rambutnya yang panjang.
"Loper, apa yang lo lakuin di situ." Suara Gladis mengagetkan Bima, segera dia membalikan tubuhnya cepat.
"Gue sedang cari angin malam." Bima menjawab santai sambil mengambil rokok yang dia simpan di balik jas hitamnya.
Gladis berjalan anggun ke arah Bima, lalu merebut rokok yang sudah Bima nyalakan dan menghisapnya tak acuh. Bima tersenyum miring, lalu kembali mengambil sebatang rokok yang baru.
"Apa alasan lo bergabung di sini?" tanya Gladis mengintimidasi.
Bima yang sudah dibekali dengan keahlian khusus hanya tersenyum dan menjawab santai.
"Gue udah jelasin sama lo sebelumnya kan, gue butuh perlindungan dari kejaran intelijen negara, gara-gara pencurian minyak ilegal yang kapal gue lakuin dan perdagangan senjata ilegal," jelas Bima sambil menghisap rokoknya santai.
"Hanya itu?" tanya Gladis penuh selidik meliriknya.
"Dan... gue mau mencuri hati lo." Bima merengkuh pinggang Gladis untuk menghilangkan jarak di antara mereka.
Wajah Gladis dan Bima kini sangat dekat, hingga Gladis dapat merasakan hembusan napasnya yang hangat. Wajah Anjani terbesit dalam bayangan Bima, cintanya kepada Anjani masih tersimpan rapi di hatinya.
"Nggak semudah itu lo curi hati gue, Tuan Loper." Gladis melepaskan diri dari Bima, lalu berjalan meninggalkannya yang masih menyimpan berjuta tanya tentang wanita itu.
"Gladis, Gadis, apa mereka wanita yang sama?" Bima bergumam memikirkan hal yang membuat dia ragu dan bimbang.
Bima membalikan badan saat teringat sosok yang tadi sempat mencuri perhatiannya, namun sayang sosok itu sudah tidak ada lagi. Dari balik tembok yang sangat tebal Gadis tersenyum licik.
"Darling, bersabarlah. Dia datang mengantarkan nyawanya sendiri ke sini," batin Gadis terus mengawasi Bima di dalam kegelapan berseberangan dengannya.
"Sayang, kamu sedang apa? Maafin aku pergi tanpa meninggalkan pesan. Pasti sekarang kamu sedang bingung mencariku," gumam Bima mendongakkan kepalanya ke atas, menatap bintang yang bertaburan menghiasi malam.
Bima lantas memutar tubuhnya dan pergi masuk ke dalam kamar.
"Gadis," panggil Gladis menghampiri Gadis ke ruangannya.
"Bagaimana orang itu? Aman?" tanya Gadis berpura-pura tak mengenali Bima.
Dia tidak ingin Gladis mau pun Lukman tahu, jika sebenarnya dia sudah mengintai Bima selama ini.
"Dia akan membantu mengamankan setiap jalannya transaksi kita," ujar Gladis.
Gadis tersenyum kecut dan menghisap rokoknya dalam-dalam.
"Oke, pergilah!" usir Gadis dalam hati dia menertawakan Gladis yang begitu bodoh mudah percaya dengan Loper alias Bima yang selama ini Gadis juga mengenalnya sebagai Elang.
Tanpa berucap apa pun Gladis pergi meninggalkan kamar Gadis yang selalu remang.
"Lihatlah nanti Elang, kau akan merasakan apa yang dulu aku rasakan. Tunggu saja, aku akan membalikkan keadaan kita. Kamu akan sengsara!" sumpah serapah Gadis dengan sorotan mata penuh dendam.
##########
Rex_delmora
Jreng-jreng!!!
Drama dimulai. 😄😄😄😄
Yang kemarin-kemarin belum mulai. Ini adalah awal dari kisah sebenarnya.
Terima kasih untuk vote dan komentarnya.😊
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top