ANJANI MENGHILANG
Kanit Faiz meraup wajahnya frustrasi saat mendengar satu per satu anggota timnya tertangkap dan secara sadis terbunuh di markas besar itu. Entah apa yang menjadi kelemahan dalam timnya, namun setelah kejadian terbunuhnya Hans, Kanit Faiz mengambil jarak untuk mengintai gangster mafia kelas kakap itu. Ia juga tak ingin satu per satu anggota yang dikirimnya meregang nyawa tanpa ampun di sana.
"Lakukan komunikasi dengan Elang," titah Kanit Faiz kepada Diandra.
"Siap Kanit!" Diandra segera mengutak atik keyboard di depannya.
"Elang, intelijen Mawas I, di sini." Bima menyahut melalui jam tangan canggihnya yang menjadi salah satu alat komunikasi dirinya dengan anggota yang lain.
"Elang, anggota kita tinggal 5 orang." Kanit Faiz tak mengumbar waktu lagi untuk menyampaikan informasinya.
"Iya, saya tahu Kanit. Besok malam akan diadakan penyelundupan minyak di pelabuhan. Untuk waktunya saya informasikan lagi nanti," ucap Bima tegas.
Bima sedikit berbisik walaupun ruangan itu kedap suara, namun dia tetap harus waspada. Misinya ini sangat berbahaya, karena apabila salah satu anggota dari mereka mengetahui penyamarannya, pastilah mereka akan langsung menghabisi nyawanya, detik itu juga.
"Ada informasi yang mungkin sangat penting buat kamu, Lang," imbuh Dirga ragu dan sebelum menyampaikan kepada Bima, ia sempat memandang Kanit Faiz dan Diandra.
Mereka mengangguk, mengizinkan Dirga menyampaikan pesan itu kepada Bima.
"Apa?" tanya Bima dengan perasaannya yang tak tenang dan seketika kekhawatiran memenuhi rongga hatinya.
Entah pesan apa yang akan didengarnya, hanya saja perasaannya mengatakan ini kabar yang tidak baik.
"Anjani menghilang bagai ditelan bumi," ucap Dirga mantap tapi tetap berhati-hati.
Jantung Bima seperkian detik terasa ingin lepas dan rasanya darah yang mengalir dalam tubuhnya terhenti seketika. Leher Bima terasa seperti tercekik, hingga ia susah untuk bernapas. Ingatannya saat bersama Anjani memutar otomatis di memori Bima.
Kabar itu seketika membuat dirinya seperti manusia paling bodoh yang tidak bisa menjaga sumber kebahagiaannya. Anjani hilang dan itu kenyataannya.
"Sorry Bro, kita lalai menjaga Anjani. Gue udah coba lacak keberadaannya, tapi hasinya nihil. Dari alat yang lo pasang di liontinnya, terakhir terlacak dan gue temukan di apartemen dia. Liontin itu tergantung di kaca kamar mandinya. Gue datangi apartemennya sudah porak poranda." Dirga menjelaskan apa yang ia temukan.
Bima memejamkan matanya, mengingat betapa manisnya senyum cintanya itu. Betapa cerianya seorang gadis cantik yang mampu meluluhkan hatinya selama ini. Hanya dengan Anjani, Bima mengalah dan bertekuk lutut bagaikan hambanya. Bima meremas erat sprei hingga tangannya memutih pucat. Rahangnya mengeras dan matanya memerah. Pembuluh darah dan urat yang berada di wajahnya terlihat jelas hingga wajah Bima memerah kehitaman karena geram.
"Kalian akan menerima akibatnya! Anjing! Biadab!!!!" umpat Bima marah.
Ruangan yang didesain kedap suara membuat Bima leluasa berteriak. Emosinya semakin menggunung dan ingin rasanya ia segera memuntahkan lahar yang sudah siap meluncur keluar.
"Lang, tenangkan diri lo. Jangan mengambil tindakan tanpa ada perintah, itu akan semakin menyulitkan keadaan kita. Gue rasa mereka tahu bahwa Anjani adalah titik kelemahan lo. Kita di sini akan tetap berusaha buat melacak keberadaan Anjani." Dirga berusaha menenangkan macan yang sudah terusik tidurnya itu.
Tanpa menjawab, Bima memutuskan komunikasi mereka sepihak. Ia tahu tugasnya di tempat itu belum selesai, tapi nuraninya sebagai laki-laki yang mencintai seorang wanita tidak bisa tinggal diam karena orang lain berani mengusik kedamaian hidup kekasihnya.
"Maafin aku Sayang, ini semua salahku. Karena aku, kamu menjadi terlibat. Kamu pasti sekarang sedang ketakutan, aku akan mencarimu. Tenang, aku akan datang menjemputmu." Bima berkata lirih sambil memejamkan mata, dari ikatan batinnya dengan Anjani mungkin saja Bima dapat menemukan keberadaan orang tercintanya itu.
***
Keadaan di dalam markas Mawas I semakin panas. Tak memungkiri rasa marah saat melihat kawan seperjuangan mereka terbunuh satu persatu. Kanit Faiz mencoba mencari cara untuk bisa melumpuhkan Naga Merah, ia tak ingin anggotanya kembali menjadi korban ketidak manusiaan mereka.
"Dirga, pantau terus semua pergerakan Elang. Pastikan dia aman agar kita bisa mendapatkan informasi lebih banyak tentang mereka," perintah Kanit Faiz. "Diandra, terus cari keberadaan Anjani. Kita tahu Anjani kekuatan Elang. Saya khawatir jika Anjani tidak ketemu, Elang bisa bertindak gegabah," imbuhnya memerintah Diandra yang ahli dalam bidang teknologi.
Kanit Faiz paham betul pada anggotanya yang satu ini. Jika Bima merasa tak tenang, bisa saja ia pergi mencari penawar dari kekhawatirannya itu.
"Siap Kanit!" ucap Diandra dan Dirga bersemaan.
Mereka melakukan tugas yang diminta Kanit Faiz. Mata mereka tak hentinya menatap layar flat canggih dengan berbagi fitur yang mendukung pekerjaan mereka.
***
Di balkon kamar, Bima benar-benar tidak bisa tenang. Pikirannya selalu tertuju pada Anjani, di mana keberadaannya dan bagaimana keadaannya. Itu yang Bima pikirkan. Bayang-bayang ketakutan Anjani memenuhi memorinya.
"Sialan! Kenapa harus dia, dia yang nggak tahu apa-apa kenapa harus jadi korban. Ini yang selalu gue takutin, dia yang harus menanggung semua perbuatan gue," umpat Bima dalam hati. Ia sadar tak bisa seenaknya bertindak bodoh di sarang musuh.
Dia mengeluarkan rokok dan menyulutnya. Bara api itu membakar tembakau yang tersimpan dalam gulungan putih yang menyala.
"Bertahanlah Sayang, aku pasti akan menyelamatkanmu." Bima menatap langit malam yang sedang tidak bersahabat dengan hatinya.
Rasa bersalah pada Anjani membuat Bima ingin segera keluar dari tempat itu dan mencarinya. Membawanya pergi dan mencarikan tempat yang aman, setelah itu ia ingin mengakhir semuanya dan hidup bahagia dengan Anjani. Tapi sayang, semua itu hanya harapan Bima saja. Janjinya pada negara untuk tetap setia menjaga NKRI tak bisa ia tinggalkan. Ini adalah pilihan hidupnya yang harus ia jalankan walaupun rasa kehilangan nantinya itu ada, tapi setidaknya ia harus bisa melakukan sesuatu walaupun kecil kemungkinan.
Tanpa Bima sadari, dari gedung seberang yang selalu terlihat gelap dan tampak seperti tanpa penghuni, Gadis selalu mengawasi gerak-geriknya di tempat itu. Seperti sekarang, dia tersenyum culas memerhatikan wajah Bima yang kalut karena perasaannya tak menentu memikirkan Anjani.
"Apakah kau merindukan kekasihmu, Bima? Tenanglah, dia aman jika kau tak berbuat macam-macam. Sedikit saja kau membuat kesalahan, ciuuuuuu... peluruku akan melesat menembus otakmu!" ucap Gadis mengisyaratkan tangannya seolah menembak Bima yang sedang menikmati hembusan angin malam.
"Loper." Gladis mengetuk pintu dan langsung membukanya tanpa menunggu Bima menjawab.
"Ada apa?" tanya Bima tanpa menoleh dan tetap setia pada sandaran balkon.
"Cepat ke bawah. Ada tugas buat lo untuk besok malam." Gladis kembali keluar, ia tak menunggu jawaban Bima dan langsung saja pergi.
Gladis tak ingin terpesona dengan ketampanan Bima yang memang sangat tampan dan mengusik sedikit perasaannya.
"Kenapa lo ngeliatin dia kaya gitu? Jangan bilang lo jatuh cinta sama anak baru itu," ucap Lukman.
"Bukan urusan lo!!!" sergah Gladis meliriknya tajam.
"Oh jelas urusan gue. Lo sama gue satu tim, gue nggak mau cuma gara-gara lo jatuh cinta, kerjaan kita berantakan." Lukman memperingati.
"Lo nggak perlu khawatir." Gladis melangkah lebih dulu meninggalkan Lukman.
"Hmm, gue tahu perempuan akan luluh sama yang namanya cinta. Gue tahu dan paham itu." Lukman memerhatikan kepergian Gladis dengan tatapam dinginnya.
Terkadang memang cinta bisa mengubah yang tadinya tidak mungkin menjadi mungkin. Tapi apa cinta bisa menghilangkan rasa benci atas sebuah kesalahan?
##########
Nah kan, mulai bingung. Gadis, sadis juga ya? Cerdik dan cerdas! Pergerakannya untuk balas dendam sama Bima tidak ada yang tahu.
Terima kasih untuk vote dan komentarnya.😊
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top