ANJANI JEALOUS
"Gadis melebarkan sayap bisnisnya, memperluas wilayah kekuasaan hingga hampir menguasai perairan di negara ini." Hans yang baru saja datang ke apartemen Bima tiba-tiba menjatuhkan sebuah map dan memberikan informasi terbaru tetang incaran mereka.
Bima yang baru saja bersantai dengan Dirga di ruang tengah, langsung membuka map tersebut.
"Alan Simbolon Roberto adalah buronan lembaga mata-mata kelas wahid, CIA (Central Intelligence Agency) dan dia adalah salah satu mantan anggota CIA yang dituduh terlibat perdagangan gelap senjata api, dan sejumlah kejahatan lain di Amerika, Inggris, dan Rusia. Pada tahun 2010 kejahatannya merambat ke negara Indonesia melalui perairan Singapore-Batam. Alan terkenal agen yang licin. CIA memburunya sejak tahun 2002." Bima membaca artikel yang di bawa oleh Hans tadi.
"Gila!!! Hebat banget tuh orang. Mantan anggota CIA, Bro," seru Dirga kagum.
"Iya, dia memiliki darah campuran Jerman dan Indonesia. Beberapa tahun lalu anggota kita bekerja sama dengan CIA, FBI dan FSB untuk membongkar dan menghancurkan markas sekaligus anggota gangster mafia Naga Merah yang di pimpin oleh Luky Robert dan bergabungnya Alan Simbolon Roberto menjadikan gangster itu kuat dan luas. Petualangan Alan Simbolon Roberto lebih seru saat dia jatuh cinta dengan anak Luky Robert, yaitu Gadis Mahesa Robert yang sekarang dia mengganti nama Robert menjadi nama kekasihnya Simbolon. Namun sayang, dari penggrebekan itu, ternyata Gadis yang sekarang menjadi pemimpin gangster mafia Naga Merah lolos," jelas Hans panjang lebar.
"Yang paling gila lagi, info yang gue dapat, pemimpin gangster mafia Naga Merah si Gadis itu sangat sulit ditemui dan diusut keberadaannya, Bro. Dalam waktu 6 bulan saja pengikutnya sudah mencapai ribuan orang dari belahan dunia. Dia juga menjadi buronan CIA, FSB dan FBI, yang diduga terlibat pencurian senjata api canggih di Rusia dan Amerika. Dia sudah terkenal pelaku tindak kriminal di tiga negara, Amerika Serikat, Inggris dan Rusia. Dan pekerjaan yang dia lakukan selalu tersusun rapi tanpa bekas," timpal Dirga.
Bima masih diam mendengarkan Hans dan Dirga saling bertukar informasi. Dalam diam Bima mengetahui banyak hal, namun belum waktunya dia membongkarnya. Saat ini, dia akan menahannya dulu hingga tiba waktu yang tepat.
"Jadi kali ini BIN sendiri yang bergerak untuk mengusut kasus ini kan?" tanya Bima menatap Hans dan Dirga bergantian.
"Kita lihat perkembangannya dulu bagaimana. Hingga detik ini kita masih berjalan sendiri. Belum ada informasi yang menjelaskan bahwa ketiga badan intelijen itu meminta bantuan kita lagi," sahut Hans membuat Bima semakin mengerti situasi yang ada.
BIN (Badan Intelijen Negara) masih berada di bawah badan intelijen dari negara-negara lain. Ada empat badan intelijen yang paling kuat di dunia, yaitu CIA (Central Intelligence Agency) yang berada di Boston, FBI (Federal Bereu of Intelligence) dari Amerika Serikat, The Security Service M15 dari Inggris dan terakhir FSB (Federal Security Service of Russian Federation) dari Rusia.
"Honey...." Suara Anjani yang baru saja terdengar hingga di ruang tengah membuat Bima, Dirga dan Hans segera merapikan berkas-berkas yang ada di atas meja.
"Hay, kamu kok nggak bilang-bilang mau datang?" Bima menyambut Anjani, bersikap biasa-biasa saja seolah mereka sedang tidak membahas hal penting.
Pembicaraan seketika terhenti dengan datangnya Anjani. Walaupun pembahasan mereka sebenarnya sangat penting.
"Oh, jadi sekarang kalau aku mau main ke apartemen pacarku, harus izin dulu ya?" kata Anjani sewot membuat Bima menggaruk tengkuknya, karena dia selalu serba salah bagi kekasih hatinya itu.
Anjani berjalan menghampiri sofa, ada Dirga sedang bersantai membaca majalah dan Hans sibuk bermain PS. Anjani mengerutkan dahinya melihat sebuah foto yang tergeletak di atas meja, lalu cepat dia mengangkatnya.
"Honey, kamu selingkuh ya?" Anjani berteriak merengek memerlihatkan foto itu ke arah Bima yang sedang mengambilkannya minum.
Mata Bima terbelalak lebar lalu dengan bahasa mata dia mengisyaratkan pada Dirga yang lebih dekat dengan Anjani untuk merebutnya. Dirga paham dengan kode yang diberikan Bima, langsung saja dia merebut foto itu dari tangan Anjani.
"Ini foto pacar gue, An. Kita lagi LDR-an, terus tadi gue ke sini niatnya mau pamer ke Bima, kalau pacar gue cantik. Gitu," jelas Dirga sekenanya.
"Nggak percaya!" Anjani menangis seperti anak kecil membuat ketiga pria itu kelimpungan untuk menenangkannya.
"Bener kok Sayang, yang dikatakan Wahyu. Iya kan, Cel? Biasalah namanya juga lelaki kesepian, bisanya cuma sayang-sayangan aja sama foto." Bima meminta persetujuan Hans yang bernama asli Marcel.
"Iya An, Wahyu tadi cuma mau pamer pacarnya yang lagi jauh sama dia. Bima setia kok, An. Tenang saja, kalau dia berani macem-macem nanti kita bantu lo gantung burungnya di atas pintu kamar lo," celetuk Hans membuat mata Bima menatapnya tajam, namun berbeda dengan Anjani, pipinya justru memerah karena malu atas perkataan Hans tadi.
"Ih, kok lo ngomongnya gitu sih, Cel. Kan kasihan Anjani, nanti enaknya hilang. Nggak bisa buat ehem-eheman sama Bima, kecuali dia mau posisi Bima gue yang gantiin," sahut Dirga semakin membuat Bima geram dan ingin rasanya mencekik leher kedua sahabatnya itu.
"Sekali lagi bacot kalian ngomong, gue sumpal pakai sepatu, mau?" Bima mengancam Hans dan Dirga sambil mengacungkan jari telunjuknya diiringi tatapan tajam.
Namun dengan candaan mereka membuat Anjani kembali tersenyum. Kedua orang yang di ancam Bima, bukannya takut justru mereka tertawa terbahak.
"Oh iya, kamu kenapa nggak ngomong dulu sih kalau mau ke sini? Aku kan bisa jemput kamu." Bima membawa Anjani duduk di sofa, mengalihkan pembicaraan tentang foto itu.
"Aku cuma mau ngajak kamu ke mal. Kita udah lama nggak jalan-jalan. Kamu selalu sibuk sampai lupain aku." Anjani merajuk manja sambil memainkan kancing baju Bima dan menempelkan pipinya di dada bidang Bima.
Hans dan Dirga mengulum bibir menahan tawanya, melihat sifat manja Anjani yang kekanak-kanakan. Bagi mereka ini sudah bukan lagi hal yang tabu untuk dilihat. Setiap kali Bima dan Anjani bertemu pasti seperti itu.
"Oke, kita mau main ke mal mana?" tanya Bima membalas memeluk pinggang Anjani dan mencium pucuk kepalanya dalam.
"Paragon aja ya? Kita sudah lama nggak nonton, kamu juga udah lama nggak nemenin aku belanja. Aku juga belum ke salon." Anjani menyebutkan semua rencana yang ingin ia lakukan bersama kekasih hatinya.
"Sudah, sono Bim, temenin dulu jalan-jalan," bujuk Dirga.
Bima memang tidak terlalu hobi dengan jalan-jalan ke mal, terlebih harus menemani perempuan belanja dan masuk salon. Tapi, demi Anjani ia mau melakukannya.
"Iya!" Bima segera berdiri dan masuk ke dalam kamarnya untuk mengganti pakaian.
Selesai mengganti baju, Bima keluar dan sudah siap untuk menemani Anjani jalan-jalan.
"Kalian juga mau ikut, apa mau di sini saja?" Bima menawari Hans dan Dirga yang sedang asyik bermain PS.
"Kita di sini aja, Bim. Nanti kalau kita ikut, dikira bodyguard kalian lagi!" jawab Dirga.
"Mending bodyguard, Yu. Kalau obat nyamuk gimana? Yang ada mah bau," ucap Marcel asal.
"Nah itu juga salah satu alasannya kenapa gue nggak mau ikut, udah sana pada jalan. Oleh-olehnya jangan lupa ya, martabak manis sama telor bolehlah buat ganjel perut," ucap Dirga tanpa mengalihkan pandangannya dari layar televisi.
"Gue bawain batu koral nanti, buat ganjel perut lo. Oke lah, kita jalan dulu ya?" Bima merengkuh pinggang Anjani lalu ke luar menuju ke salah satu pusat perbelanjaan di pusat kota.
***
Bima dan Anjani tiba di mal. Toko satu ke satunya sudah mereka sambangi, tapi itu belum semua mereka masuki.
Anjani tak lepasnya terus mengapit lengan Bima, ia seakan menunjukan pada dunia terlebih pada wanita-wanita yang berpapasan dengan mereka bahwa Bima itu miliknya. Semua pasang mata tak henti menatap kagum laki-laki di sampingnya, bahkan bibir mereka tak hentinya berucap lirih untuk sekadar memuji. Anjani yang merasa miliknya ditatap orang lain merasa tidak suka. Seketika ia melepaskan genggaman tangannya pada Bima.
"Kapan sih aku bisa tenang kalau jalan-jalan ke mal. Aku kan juga mau bebas ke sana ke sini tanpa rasa takut." Anjani melipat tangannya di depan dada.
Bima yang bingung hanya menatap seakan meminta penjelasan padanya.
"Kenapa kamu ngeliatin aku begitu?" tanya Anjani kesal.
"Kamu kenapa sih, Sayang. Tadi minta jalan-jalan ke mal, sekarang baru sampai, kamu marah-marah. Kenapa coba?" tanya Bima dengan mengatup kedua pipi Anjani.
"Tuh lihat!" Anjani menunjuk wanita-wanita yang tak jauh dari mereka. "Dari tadi mereka terus merhatiin kamu, mana pakai bisik-bisik segala lagi. Nyebelin banget nggak sih," tambahnya.
Bima mengalihkan pandangannya, mengikuti ke mana Anjani menunjukkan arah.
"Kata siapa mereka merhatiin aku, kalau mereka merhatiin kamu gimana?" tanya Bima.
"Nggak mungkinlah, emangnya mereka nggak normal apa. Kenapa sih aku harus punya pacar gantengnya kaya kamu. Bikin aku nggak leluasa belanja, tahu nggak? Bukannya belanja malah harus jagain kamu dari mata-mata ganjen mereka!" Anjani menumpahkan semua kekesalannya seraya menghentak-hentakan kaki kanan dan kirinya bergantian, menumpahkan rasa kesalnya.
"Sayang, biarin aja mereka mau apa, yang penting kan aku ke sini sama kamu," ucap Bima tersenyum. Ia berusaha sebaik mungkin untuk mengembalikan mood kekasihnya.
Anjani tak menyahut. Ia justru semakin kesal dan enggan untuk menatap Bima.
"Sayang, aku nggak peduli mereka mau natap aku kaya apa. Asal kamu tahu, cuma ada kamu di hati aku, cuma ada kamu di mataku, biarpun aku melihat wanita cantik di mana-mana." Bima mencoba meyakinkan Anjani.
"Alah, bilang aja kamu seneng kan jadi perhatian cewek-cewek centil itu? Udah aku mau pulang aja!" Anjani pergi meninggalkan Bima begitu saja di mal. Rencana jalan-jalan mereka akhirnya batal.
"Astaga, apa semua perempuan seperti ini ya?" Bima mengacak rambutnya kasar, tapi itu justru membuatnya semakin terlihat mempersona di mata wanita.
Bima mencoba menyusul Anjani. Ia tak ingin masalahnya semakin berlarut-larut dan membuat hubungannya berantakan karena kesalah pahaman yang tidak jelas ini.
***
Sepanjang jalan Anjani tidak ingin bersuara. Setelah Bima berhasil membujuk Anjani, akhirnya ia mau diantarkan pulang, tapi sedikit pun ia tidak mau bicara. Rasa kesalnya pada wanita lain membuatnya diam seribu bahasa. Bahkan Bima yang semestinya tidak salah juga ikut jadi korban.
"Sayang, udah dong ngambeknya. Masa aku harus malem mingguan sama patung, gini nih!" Bima sesekali menoleh ke arah Anjani dan kembali fokus pada jalanan.
"Yaudah sana, malem mingguan aja sama para pengagummu itu," ucap Anjani tanpa menoleh.
"Aku cuma mengagumi kamu aja, nggak ada yang lain. Yaudah kita beli es krim aja ya." Bima tahu es krim bisa mengembalikkan mood Anjani seperti semula. Walaupun sederhana tapi itu sanggup membuatnya bahagi.
Cemburu memang menandakan adanya sebuah cinta. Tapi, janganlah rasa cemburu itu merusak cinta yang telah ada. Atau semua akan hilang dengan sendirinya.
#########
EBIE
Kami sudah berusaha sebaik mungkin, sebisa kami untuk menghasilkan cerita ini. Jika masih banyak kekurangan, kami mohon maaf.
Terima kasih untuk vote dan komentarnya.😊
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top