2

Allura Ciara, seorang gadis berusia 23 tahun, memiliki mata yang indah, tubuh pendek, dan suara khas yang cempreng. Sang pemilik bulu mata lentik itu masih terlihat nyaman di dalam mimpinya padahal matahari sudah menampakkan sinarnya.

Pelangi berkacak pinggang saat melihat betapa pulas sang sahabat menikmati mimpi indahnya sampai-sampai melupakan jam beker yang sedari tadi berdering nyaring.

"Astaghfirullah, Ciara. Ini sudah jam sepuluh lebih, tapi lo masih aja tidur," gumam Pelangi menatap Ciara terheran. Gadis itu mengambil oksigen sebanyak-banyaknya untuk meredakan emosi. Entah mengapa saat melihat wajah Ciara yang begitu damai dalam mimpinya membuat Pelangi semakin kesal. Sahabatnya itu seperti bocah yang tidak mempunyai beban hidup.

"CIARA, BANGUN LO, INI UDAH JAM BERAPA?!" teriak Pelangi sampai membuat pita suaranya terasa sakit.

"MONYONG LO!" teriak Ciara pula dengan posisi yang sudah terduduk, namun kedua matanya masih terpejam rapat. Lalu tidak berselang lama gadis itu kembali tertidur.

"Astaghfirullah, Ciara." Pelangi menepuk jidatnya sendiri. "Terserah lo dah mau bangun jam berapa!" Pelangi keluar dari kamar Ciara karena gadis itu sudah sangat lelah jika membangunkan sahabatnya.

Fathia Pelangi, seorang gadis berusia 23 tahun yang mungkin satu-satunya gadis yang bisa bertahan dengan sifat Ciara. Gadis itu sangat anti dengan para lelaki, terkhusus untuk para kaum adam yang buaya. Maka dari itu misi hidupnya adalah untuk memberantas para lelaki bermulut manis yang hanya terucap di bibir saja. Gadis itu juga merupakan seorang wanita pebisnis di bidang fashion. Meskipun tidak terlalu terkenal, tetapi penghasilannya cukup untuk membiayai kebutuhan setiap bulannya.

***

Tiga jam kemudian ...

"PELANGI, KENAPA LO NGGAK BANGUNIN GUA!" teriak Ciara dari dalam kamarnya.

Pelangi yang sedang menikmati makan siangnya itu seketika tersedak oleh nasinya sendiri saat melihat betapa berantakannya Ciara ketika keluar dari kamar.

"Jin apa lagi yang ngerasukin lo, Ara?" tanya Pelangi saat sesudah meneguk air putihnya.

"Kenapa lo nggak bangunin gua, huaaaaa."

"Heh, pita suara gua udah sakit nyuruh lo bangun, tapi apa? Lo-nya malah ngatain gua monyong."

"Seriusan, lo?" tanya Ciara wajahnya nampak terkejut setelah mendengar penjelasan dari Pelangi.

"Menurut lo muka gua ada bohong-bohongnya gitu?" tanya Pelangi yang masih berusaha untuk cuek dengan keberadaan Ciara.

Ciara berlari mendekat lalu duduk di samping Pelangi. "Mejikuhibiniu, kok lo sewot banget sih sama gua? Maafin gua, namanya orang tidur itu nggak sadar dan nggak sadar itu yang namanya tidur." Rayunya dengan wajah yang imut.

"Dan di saat lo tidur dalam keadaan nggak sadar, membuat pendengaran lo seketika jadi budeg. Gitu maksud lo 'kan?"

Setelah Pelangi berucap demikian, gadis itu beranjak dari duduknya sembari membawa piring dan gelas untuk dicuci.

"Mejikuhibiniu, jangan marah sama gua dong. Gua minta maaf."

Ciara terus saja mengekori kemana pun Pelangi pergi, bahkan saat Pelangi mencuci piring pun Ciara menemani sampai cucian itu selesai.

"Stop, Ara! Lo kira gua ini indukan bebek apa yang setiap melangkah harus lo ikuti kemana pun gua pergi?" tanya Pelangi, ia sudah mulai risih dengan keberadaan Ciara yang selalu saja mengekorinya.

"Abisnya lo nggak mau maafin gua."

Pelangi menghela napasnya pelan. "Oke, gua maafin. Udah puas lo? sekarang lo minggir dari hadapan gua dan lebih baik lo mandi sono, badan lo bau jigong!"

Ciara mengendus bau ketiaknya sendiri. "Enggak kok, bau deodorant yang gua pake beberapa hari yang lalu masih nempel," ucap Ciara dengan wajah polosnya membuat Pelangi gemas ingin memukulnya.

"Pantesnya lo itu tidur di kandang ayam, badan bau asem gitu mana ada bau deodorant yang lo pake masih nempel, yang ada para kuman tuh lagi berkembang biak bebas di ketiak lo."

Pelangi beranjak dari tempatnya berdiri lalu pergi meninggalkan Ciara yang masih mencoba mencari titik keberadaan bau badan yang dimaksud Pelangi.

"Orang nggak bau sama sekali kok. Gitu tuh akibatnya kalo hidung deket sama mulut," gumam Ciara kesal.

***

Ciara memutuskan untuk membersihkan tubuhnya setelah mendapat teguran pedas dari sahabatnya. Meskipun beberapa hari tidak mandi, tapi ketahuilah, badan Ciara tidak berbau sama sekali. Itu menurut Ciara. Akan tetapi, berbeda menurut orang lain.

"Ara, lo naro catokan rambut gua di mana dah?" Pelangi sedikit meninggikan suaranya, karena jika Ciara sudah berada di dalam kamar mandi, maka pendengaran gadis itu akan menurun.

"Ara, gua mohon sama lo kalo punya kuping itu dibersihin, jadi biar nggak bongek kaya gini. Pita suara gua udah sakit ini tiap hari harus teriak-teriak terus," cerocos Pelangi sembari memukul pintu kamar mandi sampai menimbulkan suara bising dan membuat penghuni di dalamnya terganggu.

"Berisik banget dah lu," omel Ciara saat membuka pintu kamar mandinya dalam keadaan kepala yang penuh dengan busa.

"Andaikan kuping lo itu nggak budeg, Ara. Pasti gua juga nggak akan teriak-teriak."

"Emang tadi lo nanya apaan dah?" Ciara menampilkan wajah polosnya membuat Pelangi semakin beristighfar di dalam hatinya.

"Ya Allah." Pelangi menggaruk kepalanya lantaran sudah habis kesabarannya menghadapi sifat Ciara.

"Lo naro catokan rambut gua di mane? Mau gua pake ini."

"Oalah, catokan rambut, bilang dong."

Ciara keluar dari kamar mandi tentu sudah menggunakan handuk, melangkah mendekat ke arah meja riasnya lalu membuka laci ke dua dan mengambil sesuatu dari dalam.

"Nih catokannya." Ciara memberikan catokan rambut itu kepada Pelangi.

"Kok ada bau-bau gosong sih?" Pelangi menatap Ciara horor saat menemukan bau mencurigakan dari catokan miliknya.

"Hehehe, kemaren pas gua lagi nyatok rambut, itu catokan nggak sengaja ketumpahan air minum gua," jelas Ciara menampilkan senyum paling polos, seolah dia adalah bocah berusia lima tahun yang tidak tahu kesalahannya di mana.

"Astaghfirullah, Ciara." Pelangi menatap catokan semata wayangnya sedih. Itu adalah benda termahal milik Pelangi setelah tas.

"Kapan sih kalo lu minjam barang punya gua terus bisa balik dengan selamat?" Pelangi menatap Ciara kesal. "Perasaan setiap kali barang gua kena tangan lo berakhir tragis kaya gini dah," sambung Pelangi.

"Ya maaf, namanya kan nggak sengaja. Nggak boleh marah-marah tau, nanti cepat tua."

"Bodo amat. Mau cepet tua kek, mau nggak dapet jodoh kek, bodo amat. Yang gua tanya sekarang, kapan kalo lo minjam barang gua bisa balik lagi dengan selamat? Kemaren jepitan rambut gua patah, celana gua robek, dan sekarang catokan rambut gua kebakar gara-gara ketumpahan air minum. Ya Allah, Ciara. Haruskah gua berlaku pelit sama lo?"

"Pelangi, maafin gua, gua beneran nggak sengaja deh. Suer."

Pelangi menghela napasnya pelan saat melihat wajah Ciara memelas saat meminta maaf padanya.

"Iya deh, gua maafin," ucap Pelangi lirih.

Tidak tega rasanya melihat wajah Ciara jika sudah memelas seperti itu, Pelangi tidak sampai hati melakukan hal-hal keji untuk membalas perbuatan Ciara yang memang tidak disengaja. Akan tetapi, barang-barangnya akan menjadi korban dan kali ini barang apalagi yang akan rusak di tangan Ciara.

***

Pelangi duduk termenung di dalam kamarnya sembari menatap iba catokan rambutnya yang seharga lima juta itu rusak tidak bisa digunakan lagi.

"Catokan rambut, lo itu udah gua anggap sebagai kekasih hidup gua, kalo nggak ada lo, mana bisa rambut gue cetar anti badai," gumam Pelangi sembari mengusap catokan rambut miliknya dengan linangan air mata.

"HUUAAAAA, PELANGI!"

Pelangi pun langsung beranjak dari duduknya lalu berlari menghampiri sumber suara.

"Ya ampun Ciara, lo kenapa?" tanya Pelangi dengan wajah yang khawatir saat melihat sahabat semata wayangnya itu menangis tersedu sembari memegang gawai.

"Nih, lo bisa liat sendiri. Hiks," ucap Ciara sembari memberikan gawai miliknya.

Pelangi menghela napasnya kasar saat melihat foto sepasang insan yang sedang bahagia serasi menggunakan gaun pengantin di atas pelaminan.

"Gua kira ada apaan. Ternyata cuma itu doang." Pelangi beranjak dari duduknya karena sudah tidak ingin lagi menghadapi sifat Ciara yang mulai cengeng karena melihat mantan tersayangnya sedang bahagia bersama dengan yang lain.

"Lo mau kemana, lo kok tega sih sama gua, sahabat lo ini lagi putus cinta, tapi kenapa lo malah ninggalin gitu aja? Lo itu nggak ada bedanya sama laki-laki buaya itu, udah tau pas masih sayang-sayangnya, tapi ditinggalin begitu aja. Huaaaaa."

Pelangi menutup kedua telinganya, mencoba untuk menghalau akses teriakan Ciara agar tidak masuk ke gendang telinganya secara bebas.

"Pas resepsinya tinggal dateng aja apa susahnya coba."

Ciara menghentikan tangisannya. "Bener juga ya, nanti gua pinjem baju lo boleh 'kan?" Ciara menatap Pelangi penuh harap.

Pelangi speechless, bimbang antara ingin meminjamkan bajunya atau tidak. Jika Pelangi meminjamkan baju untuk Ciara, maka Pelangi harus bersiap-siap salah satu baju kesayangannya akan terkoyak.

"Badan lo kan semakin ..." kedua tangan Pelangi menggambarkan sebuah bola yang begitu besar diiringi pipinya yang menggembung seolah Pelangi mencoba memberi tahu Ciara bahwa badan gadis itu semakin gemuk.

"La terus emangnya kenapa? Baju lo masih muat kok buat gua, kalo nggak muat ya dipaksain," ucap Ciara mencoba meyakinkan sahabatnya.

Pelangi menghela napasnya pelan. "Ya udah deh, iya. Lo boleh minjam baju gua."

Pelangi pasrah, mencoba untuk mengikhlaskan bajunya yang akan terkoyak setelah dipakai Ciara. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top