11
Tepat pada jam empat pagi, sebuah mobil mewah tampak terparkir rapi di depan kos-kosan di mana Ciara tinggal. Seorang laki-laki bertubuh atletis itu keluar dengan gaya gagahnya.
Alva melonggarkan dasinya sembari menatap pintu kos-kosan yang masih tertutup dengan rapat itu, mungkinkah sang penghuni belum bangun dari mimpi indahnya?
Alva mengetuk pintu itu berulang kali, namun tidak ada yang membukakan pintu untuknya padahal ke dua matanya sudah ingin tertutup dengan rapat. Pada akhirnya Alva harus menunggu.
***
Pelangi menggeliat dalam tidurnya, gadis itu terpaksa terbangun dan meninggalkan mimpinya hanya karena merasakan tenggorokannya kering. Gadis itu merangkak turun dari kasurnya untuk mengambil minum guna menyegarkan kembali kerongkongannya.
Saat Pelangi membuka lemari es, tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar sangat nyaring di telinganya. Gadis itu takut. Namun, bukan Pelangi namanya jika tidak penasaran siapa seseorang yang bertamu di pagi buta seperti ini.
Pelangi tersentak kaget dan membekap mulutnya sendiri saat melihat sesosok tubuh atletis sedang tidur bersandar di tembok.
"Om Alva," gumam gadis itu pelan lalu tangannya terulur untuk mengguncang tubuh berotot lelaki itu agar terbangun dari tidurnya.
Pelangi menemukan Alva dalam keadaan bersandar di tembok dengan mata yang tertutup dan napasnya terlihat sangat teratur. Wajahnya pun nampak sangat kelelahan.
"Siapa kamu?" tanya Alva dengan suara yang parau. Lelaki itu berusaha bangun dalam keadaan mata sedikit tertutup.
"Saya Pelangi, sahabat Ciara. Bukankah kita sudah pernah bertemu?" tanya gadis itu, namun tidak ditanggapi oleh Alva. Lelaki itu memilih untuk masuk sebelum dipersilahkan oleh sang penghuni.
"Dianggap patung gua," gumam gadis itu pelan namun sangat terlihat aura kekesalan di sana.
Lagi-lagi Pelangi dibuat terkejut oleh tingkah Alva, lelaki itu melangkah seringan kapas menuju kamar Ciara, tangannya terulur untuk membuka pintunya lalu masuk ke dalam dengan keadaan yang mungkin sudah di ambang kesadaran.
"Semoga tidak akan ada percekcokan saat mereka bangun," gumam gadis itu lalu cepat-cepat menutup kembali pintu utama dan kembali lagi ke dalam kamarnya.
***
Jam di dinding menunjukan pukul 08.00 WIB.
Ciara mencoba untuk mengumpulkan nyawanya sebelum turun dari kasur, namun saat gadis itu menajamkan penciumannya, entah mengapa aroma yang dihirup begitu menenangkan hingga membuatnya kembali tertidur.
Sementara itu di tempat Pelangi, gadis itu sudah terlihat rapi dengan pakaian kerjanya. Berkali-kali ke dua mata gadis itu tertuju pada pintu kamar Ciara yang masih setia tertutup dengan rapat.
"Apa mereka nggak inget dunia?" gumam gadis itu sedikit kesal karena pagi ini harus sarapan seorang diri, kesendirian terkadang membuat Pelangi kesal.
Setelah menyelesaikan ritual sarapan paginya yang penuh dengan keheningan, akhirnya Pelangi memutuskan untuk berangkat ke butik tanpa ada niatan mengganggu manusia-manusia yang berada di kamar Ciara bangun.
Pelangi berdecak kesal pada cuaca yang tidak mendukung hari ini, pasalnya langit mendung dan sedikit menumpahkan rintik hujan yang menjadi penyebab utama mengapa jalan raya menjadi macet.
Untunglah Pelangi mengendarai motor, jadi gadis itu bisa sedikit nyelip di antara mobil yang berbaris memanjang itu.
Namun, motor Pelangi berhenti karena di depannya tidak ada jarak untuknya masuk, tiba-tiba sebuah mobil mewah berhenti di sampingnya secara mendadak, membuat kaca spion motornya beradu dengan kaca mobil mewah itu membuat sedikit goresan di sana.
"Pak, kalo bawa mobil itu hati-hati dong!" peringat Ciara sedikit berteriak. Untung saja gadis itu mampu menyeimbangkan motornya, jika tidak, mungkin saat ini dia sudah dilarikan ke rumah sakit.
"Sungguh gadis yang menarik," gumam sang pengemudi menatap tubuh Pelangi yang semakin menjauh.
***
Sementara itu di tempat Ciara berada, gadis itu masih terlihat nyaman dalam mimpinya. Di tambah lagi lengan kekar Alva sebagai bantalannya.
Ke dua insan berbeda jenis kelamin itu nampak nyenyak dalam mimpinya masing-masing, menjemput kehangatan karena hujan sedang mengguyur ke bumi. Tidak ada tanda-tanda jika mereka akan terbangun dan meninggalkan mimpinya.
"Aduh, kebelet pipis," gumam Fian bergerak gelisah dalam mimpinya. Mata bulatnya sedikit mengerjap untuk menyesuaikan cahaya yang masuk. Bocah itu sedikit menguceknya untuk menghilangkan kantuk.
"Mama sama Papi tidurnya kok lucu sih?" Fian terkekeh saat melihat posisi tidur Ciara dan Alva saling berhadapan. Dagu Alva berada di puncak kepala Ciara, sedangkan wajah Ciara berada di depan dada bidang Alva.
Fian merangkak pelan turun dari kasur itu agar tidak membangunkan Ciara dan Alva yang nampak masih nyenyak dalam tidurnya.
"Fian," gumam Ciara sembari meraba-raba, namun tidak menemukan seseorang yang dicarinya.
Perasan Ciara semakin tidak enak saat mencium aroma maskulin yang begitu dekat dengan hidungnya. Perlahan tapi pasti Ciara mulai membuka ke dua kelopak matanya dan menemukan sebuah kemeja putih dengan dua kancing teratasnya terlepas.
Ciara semakin meneguk ludahnya kasar saat merasakan ada benda keras yang menimpa tubuh gembulnya.
'Ya Allah, Ciara masih pengen virgin,' gumam gadis itu yang masih tidak berani membuka matanya.
"HHHUAAAAA! KENAPA OM ADA DI KAMAR SAYA?!" jerit Ciara sembari menjauh dari pelukan Alva.
Alva yang merasa terusik pun mulai membuka matanya, saat pandangan keduanya bertemu tiba-tiba tubuh Alva jatuh ke bawah membuat pinggangnya terasa nyeri akibat tubuhnya beradu dengan keramik.
"Ciara, kamu kenapa ada di kamar saya?" tanya Alva wajahnya memerah menahan amarah karena Ciara telah lancang masuk ke kamarnya dan tidur di kasurnya.
"Seharusnya Ciara yang nanya sama Om, kenapa Om ada di kamar saya?!" nada suara gadis itu semakin meninggi saat Alva menuduhnya yang tidak-tidak.
"Mana mungkin saya ..." ucapan protes Alva terhenti saat lelaki itu mengetahui di mana dirinya berada saat ini.
"Ciara ini ..." lidah Alva seakan kelu, tenggorokannya pun tidak kuasa mengeluarkan kata-kata.
"APA?! Mau nyalahin saya lagi?!" mata Ciara semakin memelotot tajam saat Alva memberinya tatapan polosnya.
"Kenapa saya bisa tidur di sini? Kenapa teman kamu itu tidak melarang saya?" tanya Alva penuh kebingungan.
Ciara melihat jam di dindingnya sudah menunjukan pukul 08.30 WIB. "Pelangi udah berangkat kerja lah. Lagian Om ngapain nyariin Pelangi?"
"Seingat saya, tadi pagi yang membukakan pintu untuk saya itu teman kamu," jelas Alva.
Ciara mengusap wajahnya frustasi saat mengingat posisinya tidur tadi. Alva memeluk pinggangnya begitu posesif.
"Tapi saya berani bersumpah, saya tidak berbuat kurang ajar sama kamu."
Ciara terdiam, gadis itu memilih untuk keluar dari kamar dan mencari keberadaan Fian. Ciara meyakini bocah itu pasti sudah bangun lebih awal dan sengaja tidak membangunkannya.
Suara bising dari arah dapur membuat Ciara penasaran sedang apa Fian di sana. Gadis itu terdiam sambil bersandar pada tembok saat melihat bocah itu sedang menuangkan susu ke dalam gelas.
"Ekhem, Fian lagi apa?" tanya Ciara menatap Fian tanpa berkedip.
Bocah itu melemparkan cengiran khasnya membuat siapa saja yang melihat itu pasti akan gemas sendiri di buatnya.
"Mama udah bangun? Gimana pelukan Papi? Hangat bukan?" tanya Fian sembari mengedipkan sebelah matanya.
Ciara mengumpat di dalam hati, merutuki tindakan bodoh Alva yang sembarangan masuk ke dalam kamarnya dan menampilkan posisi tidur yang tidak bagus dilihat oleh anak-anak.
"Selamat pagi anak Papi," sapa Alva tersenyum ramah pada Fian.
"Selamat pagi juga Papi."
Alva dan Ciara mencoba saling menghindari kontak mata, karena keduanya masih canggung.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top