Part 28

Selamat membaca!
jangan lupa vote jika kamu menyukainya, terimakasih!

***

Tasya membuka kelopak matanya perlahan, ternyata  perasaan campur aduknya tadi berhasil membuat dirinya terlelap. Entah otaknya yang ingin diistirahatkan atau hatinya yang ingin sedikit mendingin.

Ia bangun dan terduduk di tepi ranjang, tangannya langsung meraih ponsel hendak mencari notifikasi pesan dari Keanno. Jemarinya memijit tombol power berkali-kali namun ponselnya sama sekali tidak menunjukkan layar menyala.

Tasya menghembuskan nafasnya kasar karena tahu ponselnya lupa ia isikan daya. Setelah ia mencolokkan kabel ke stop kontak, bersamaan itu pula perutnya berbunyi.

Matanya langsung mengarah melihat jam yang tertera di kamarnya, ternyata sudah pukul sebelas malam. Dan dari sepulang sekolah, Tasya belum memakan apapun pantas saja sekarang ia lapar.

Segera ia melangkahkan kaki menuruni anak tangga agar mencapai dapur rumahnya. Baru beberapa senti ia berjalan di lantai bawah rumahnya, mamanya langsung menyapanya.

"Lho Tasya belum tidur?" Mamanya menatap anak semata wayangnya itu yang masih berseragamkan SMA.

Tasya menggeleng serta mengucek matanya pelan. "Tasya laper mah."

Bukannya malah menjawab putrinya, mama Tasya malah berjalan kearah lain dan tanpa menunggu waktu lama, kini di tangan mamanya sudah membawa sebungkus kotak martabak.

"Ini dari Keanno," kata mama Tasya kemudian menyerahkan bungkusan tersebut.

Tasya langsung meraihnya cepat. "Lha kapan dia kesini mah?"

Mamanya bergumam sembari berfikir, "Hmm, kapan ya. Jam delapanan kali ya."

Tepat usai mamanya berbicara, Tasya langsung mencium pipi mamanya. "Makasih ya Mah."

Kemudian Tasya langsung menaiki anak tangga dan membuka bungkusan itu, terlihat manik matanya berbinar dengan senyuman yang seolah tak kunjung hilai dari bingkai wajahnya.

Bukan, bukan karena martabak yang membuat ia begitu bahagia. Melainkan karena ada selembar kertas kecil dengan bertuliskan.

Selamat makan, Sya.
Jangan khawatir ya aku tadi cuma ketemu sama dia sebentar kok.
Love u.

Usai membacanya ukiran senyuman di wajahnya semakin menjadi, malah lebih tepatnya Tasya seperti orang gila karena sering memamerkan sederet gigi putihnya.

Entah apa yang ia rasakan, jantungnya berdegup seakan Keanno ada di hadapannya saat ini. Seolah gerombolan kupu-kupu tengah menari indah di perutnya, hingga menyisakkan rona bahagia yang menjalar di sekujur tubuhnya.

Tak perlu waktu lama bagi Tasya untuk menelpon Keanno, tak peduli sudah terisi berapa daya isi di ponselnya itu.

"Halo?"

"Hai." Ada jeda, "Martabaknya udah dimakan?"

"Belum."

"Kenapa?"

"Baru bangun banget ini."

Keanno bergumam di ujung sana. "Pantes daritadi kamu nggak bisa dihubungin. Terus pas aku ke rumah kamu, mama kamu yang keluar."

"Aku ketiduran tadi, tahu nggak gara-gara siapa?"

"Aku?" Keanno menebak dirinya sendiri.

"Tuh kamu tau, kenapa sih kamu tadi gabisa dihubungin, aku tuh jadi kepikiran yang macem-macem tau," balas Tasya sembari mengingat pikirannya yang berkecambah tadi siang.

"Maaf Sya, tadi hape aku mati. Aku juga baru sadar pas tadi pulang dari Cafe," balas Keanno hendak menenangkan pikiran Tasya.

Keanno melanjutkan bicaranya, "Tapi emang pikiran macem-macem kamu itu apa?" Ada jeda, "Pasti kamu takut aku digebet Franda ya?"

"Apaan sih No!" Tasya berusaha mengelak, walau sebenarnya apa yang dikatakan Keanno benar.

Tasya langsung berbicara lagi agar membahas topik lain, "Tadi Franda ngomong apa aja?"

"Ya gitu deh dia mah."

"Gitu gimana?" tanya Tasya penasaran.

"Gajelas dia orangnya."

Tasya sedikit geram karena pasalnya keponya itu sudah sampai di ubun-ubun. "No ih! Aku pengen tau."

"Pasti dia modusin kamu ya?" tanya Tasya lagi namun kali ini penuh selidik.

Pertanyaan tersebut malah ditertawai oleh Keanno dan seketika yang terdengar hanyalah gelak tawa pacarnya.

"Kamu aneh, orang nanya malah diketawain."

Keanno kembali mengatur napasnya dan membalas ucapan pacarnya.

"Kamu yang aneh, tadi katanya gacemburu tapi  suara hatinya malah diceritain."

Tasya lantas berpikir, benar juga ucapan Keanno. Kenapa jadi ia sangat terlihat cemburuan? Ya memang sih Tasya akui kalau ia memang menyukai Keanno. Tapi tetap saja, malu itu seakan sudah menjadi nama belakang Tasya.

Tasya semakin bingung membahas apa jadinya, memikir cara cepat akhirnya Tasya mematikan telponnya. Dan tak menunggu waktu semenit, sebuah pesan masuk di ponselnya.

Keanno: kamu malu ya?
Keanno: sering sering deh malu
Keanno: soalnya kalo kamu marah lucu banget

***

Langkah kaki Tasya kembali menginjak lantai sekolah dan menyusuri ruang demi ruang atau lorong demi lorong untuk mencapai ke kelasnya.

Pantatnya langsung ia daratkan ketika melihat meja di sebelahnya sudah terisi manusia. Ya... siapa lagi kalau bukan Niara?

"Terus kemarin gimana?" Niara bertanya tepat setelah sahabatnya itu duduk.

"Hape dia mati, tapi katanya dia cuma sebentar."

Niara menganggukan kepala mengerti. "Bagus deh."

"Lo tadi bareng dia?"

"Nggak," jawab Tasya.

"Lha?" Niara bertanya bingung.

"Dia lagi sakit tiba-tiba katanya demam," ujar Tasya.

"Tiba-tiba?"

Tasya mengangguk mantap. "Iya, tiba-tiba. Emang lo bisa tau kapan lo mau sakit?"

Niara membalas dengan kekehannya, "Hehe bener juga sih lo."

Keduanya sontak hening, hingga tak menunggu waktu lama. Niara berseru cukup nyaring yang menimbulkan puluhan tatap mata kini melihat kearahnya.

"Apaan sih lo!" Ujar Tasya risih karena teriakan heboh Niara membuat sekarang ia seolah bintang dikelasnya.

Niara memukul jidatnya pelan dan rona wajahnya kini sangat terlihat jelas kalau dia sedang bahagia. "Lo tahu nggak?"

Tasya berdecak, "Ck! Mana gue tahu, kan lo belum ngasih tau."

Niara memajukan mulutnya kearah telinga Tasya, kemudian berbisik kecil. "Tadi malam masa si Nando ngepc gue."

Tasya melongo kaget, yaiyalah bagaimana tidak kaget. Masa nggak ada angin nggak ada hujan tiba-tiba Nando ngechat?! Atau jangan-jangan Nando suka sama Niara? Tapi setahu Tasya, terakhir Nando dan Niara bertemu saja sudah lama sekali.

"Lha? Kok bisa?"

Niara mendengus, "Yee, bilang kek bagus atau apa!"

"Nggak, maksudnya tuh lo kan udah hampir nggak pernah ketemu dia lagi, gitu. Bahkan yang gue denger dia katanya mau pindah sekolah? Terus—"

Niara sengaja memotong pembicaraan sahabatnya. "Yang masalah tongkrongan?"

Tasya mengangguk cepat.

"Iya dia juga cerita ke gue."

Suara bel masuk kembali bergema tanda sebuah kegiatan belajar mengajar akan dimulai dan juga pertanda rasa ngantuk dan lapar akan semakin menjadi saat pembelajaran berlangsung.

***

"Coba cerita lagi dong ke gue." Lanjut Tasya, "Kok gue masih nggak ngerti sih."

Niara mendengus sebal, "Yaudah sih gitu doang kok. Cuma chattan biasa aja gitu."

"Gue juga nggak ngerti kenapa tiba-tiba dia ngechar gue gini. Cuma dari semua cerita yang gue denger dari dia, kayanya dia butuh temen cerita," Jelas Niara panjang sembari ia mengingat deretan peristiwa yang baru ini dialami oleh Nando.

"Jadi lo simpati sama dia?"

"Ya gimana ya..." Niara berbicara menggantung, "Gue juga nggak tahu sih."

Bersamaan dengan ucapan itu, bunyi dari ponsel Niara mengudara dan jelas suaranya memasuki indera pendengaran kedua manusia itu.

Niara dan Tasya sama-sama melirik pemilik telpon itu.

Nando.

"WAH GILA! KOK NIH ORANG ANEH SIH TIBA-TIBA NELPON," panik Niara kebingungan.

"TERUS GUE HARUS GIMANA INI, SYA TOLONGIN."

"Ya angkat lah cepet."

Jari Niara kemudian menslide opsi mengangkat telpon hingga sekarang gendang telinga milik Niara sudah menangkap jelas suara Nando.

"Halo?"

"........"

"Di rumah Tasya."

"........"

"Jam berapa?"

"......"

"Yaudah deh oke."

Klik.
Sambungan telpon dimatikan.

"Kenapa?" tanya Tasya kepo.

"Dia ngajak gue jalan sore ini."

Tasya tersenyum menggoda Niara, "Ciee."

Niara malah menepuk-nepuk dadanya bangga. "Akhirnya Niara punya cowo," ujarnya bermonolog.

Kini perhatian Tasya beralih pada ponselnya, sesekali ia melirik ada pesan balasan masuk atau tidak dari Keanno. Namun sudah sejak pulang sekolah Keanno belum membalas pesannya, apa Keanno makin sakit ya?

***

Terimakasih sudah dinikmati.

Bogor, 16 Mei 2019

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top