Part 24
Happy reading, hampir sebulan w menghilang dari dunia oranye ini gengs, semoga ngefeel yaks.
Jangan lupa klik vote sama comment kalo kalian suka, nggak maksa ya baybay
***
Sesampainya di kamar Tasya langsung berputar-putar sembari melempar ranselnya asal. Baru kali ini, dirinya merasakan sebuah rasa yang entah ia sendiri bingung mengartikannya.
Yang pasti rasa itu terlalu membawa euforia bahagia di dadanya. Hingga saat dirinya terhempas di kasur, langit-langit kamarnya mendadak menjadi serentetan kejadian tadi.
Tentang Keanno yang memasangkan helm, Keanno yang memberikannya beberapa camilan, intinya semua tentang Keanno yang hari ini membuat jantung Tasya nyaris terlontar dari sarangnya.
Hidup terkadang terlalu teka-teki untuk dirinya, bagaimana tidak. Tasya masih tidak menyangka kalau dirinya biasanya hanya sekedar hi atau tidak sama sekali pada Keanno, tiba-tiba semuanya berubah drastis....
Bagus sih, jadi perasaan Tasya terbalaskan. Pikirannya kemudian merambat pada perempuan yang tadi dijelaskan Keanno, apa perempuan itu suka sama Keanno ya? Lalu, bagaimana jika dia tahu kalo sekarang Keanno punya pacar?
"Sya ini kresek makanan siapa?" teriakan Mamanya samar-samar.
Dan saat itu juga kejadian tadi langsung berhamburan diotaknya, Tasya berjalan dan menunduk di pinggiran pagar lantai duanya.
"Makan aja mah, kalau mau." Setelahnya mamanya tidak membalas ucapan Tasya.
Tasya menghembuskan nafasnya di tepi ranjang ketika rasa kantuk seakan ingin menggendongnya ke alam lain.
Segera ia membersihkan diri dan berganti baju untuk terlelap. Dan ketika selesai, Tasya segera menghempaskan badannya sembari memeluk guling erat-erat.
Ia memejamkan mata kemudian menunggu kantuk menjemput dan membawanya ke sebuah negri dongeng.
Entah sudah beberapa kali ia meliuk-liukkan badan anehnya ia malah gelisah. Beberapa kali ia paksa untuk terlelap, namun alhasil nihil.
Kemudian ia bangun dan terduduk sembari melihat ponselnya yang tidak ada notif sama sekali dari Keanno. Apa ia tidak bisa tidur karena menunggu kabar dari Keanno?
Tapi masa? Malam-malam kemarin aja biasa aja.
Aneh sumpah ini aneh banget.
Layar ponselnya terpampang sebuah panggilan dari Keanno. Dan sesegera mungkin ia mengslide opsi menerima panggilan.
Suara Keanno sontak memenuhi pendengarannya. "Hallo?"
"Juga."
"Kok belom tidur?"
"Kok belom tidur juga?"
Keanno terkekeh disebrang sana. "Tidur sana."
"Nggak bisa tidur," jujur Tasya.
"Nunggu telpon dari aku?"
Rona hangat semakin membanjiri pipi Tasya. "So tahu ih sebel."
"Udah sana tidur, besok 'kan harus sekolah."
"Bandel sih diskors," Tasya teringat sesuatu. Ia harus sekali menanyakan tentang pergi-nya Keanno tadi. "Tadi kamu kemana?"
"Tongkrongan."
"Ada masalah?"
Keanno bungkam sebentar kemudian terbatuk-batuk dan suara menghembuskan nafas sedikit terdengar.
"Kamu lagi ngerokok ya?"
"Kok tahu?"
"Jangan kebanyakan ngerokok nggak sehat tau," peringat Tasya.
"Iya sayang," ada jeda. "Intinya aja ya?"
Mendengar kata sayang yang dilontarkan Keanno benar-benar membuat perutnya seakan geli sendiri sekaligus merasa nyaman bila berada di dekatnya.
"Sya?" panggil Keanno diujung telpon sana, sekaligus panggilan itu menyadarkan lamunan Tasya.
"Iya eh maaf, iya intinya aja."
Keanno sedikit bergumam, "Si Nando digebukin sama bang Dhirga gara-gara dia nggak ikut tawuran sama nonjok aku."
Mata Tasya sontak membulat kaget. "Hah? Terus gimana?"
"Ya gitu sebenarnya, aku juga kasihan sama dia. Belom lagi katanya papa dia baru kecelakaan."
Tasya tidak tahu lagi beban apa yang kini Nando pikul sendiri. "Terus pas kamu dateng gimana?"
"Ada deh, rahasia."
"Ish! Aku tanya beneran, kasihan dia," ucap Tasya sedikit merengek.
"Lagian kamu kepo banget?"
"Ya dia 'kan pernah baik sama aku."
"Oh iya, kamu juga ngutang cerita sama aku."
Tasya baru ingat bahwa ia belum menceritakan masalahnya itu karena waktu yang terpotong. "Mau kapan aku ceritanya?"
"Kalo besok sore aku ke rumah kamu boleh ga?"
Tanpa sadar Tasya membuat gerakan mengangguk antusias. "Boleh-boleh."
"Ok, aku matiin telponnya biar kamu besok nggak kesiangan." kata Keanno. "Sweet dream, Sya."
"Sweet dream, too."
Sambungan diputuskan.
Segera Tasya menaruh kembali ponsel diatas nakas, dan memejamkan mata. Semuanya seakan berputar, mungkin lebih tepatnya semua tentang Keanno.
Dan perlahan semuanya menjadi hitam dan terlalu pekat.
***
Gebrakan meja serta suara membentak langsung memenuhi indera pendengarannya ketika Keanno telah memasuki tongkorongannya.
Semuanya benar. Apa yang dikatakan Ico ditelepon, sekujur wajah Nando yang penuh babak belur dengan Bang Dhirga yang tengah memuncak emosinya.
"Bang! Tuh si Anno," kata Ico dan semua pasang mata sontak melihat kearahnya.
Bang Dhirga menatap dengan mata memicing, rambut gondrongnya itu nampak semrawut. "Sekarang terserah lo, ini bocah mau diapain."
"Lepasin aja bang," sahut Keanno dan setelah ia berbicara demikian suasana mendadak hening.
Keheningan kemudian dipecahkan kembali oleh Bang Dhirga. Ia tertawa. Mungkin lebih tepatnya tertawa meremahkan.
"Lo bilang apa?" lanjut Bang Dhirga. "Lepas?"
Keanno menunduk pada seniornya yang berbeda dua tahun dengannya. Bang Dhirga merupakan salah satu senior yang sangat disegani oleh seluruh anak tongkorongan.
Walaupun intensitas kuliahnya yang sibuk, terkadang ia masih sempat ikut nonkrong atau sekedar nostalgia tengang kisah klasiknya di SMA.
"NGOMONG SEKARANG CEPET! LO TADI BILANG APA!," geram Bang Dhirga dengan tangannya kini sudah mencengkram erat ujung kaosnya.
"Lepasin ba—" "BUUGH," sebuah bogeman lagi-lagi harus berteman dengan wajahnya.
Setelah Bang Dhirga melayangkan bogemannya, tangannya langsung mendorong tubuh Keanno hingga tubuhnya terhuyung di lantai.
"Bangsat lo semua!" kata Bang Dhirga, "Ancur tongkrongan angkatan lo pada," Kakinya menendang meja asal.
Tak butuh waktu lima menit Bang Dhirga meninggalkan tongkrongan ini dengan melajukan sepeda motornya.
Suasana tongkrongan kembali membaur dengan rasa sunyi, hampir berbelas orang sama-sama memiliki asumsi masing-masing.
"Sorry buat semuanya," ujar Nando kemudian ia melangkah gontai kearah mobilnya.
"Jadi itu anak yang buat lo dihajar gitu sama Bang Dhirga?" Ghanny bertanya dengan nada tidak sukanya yang terlalu kentara.
"Lo pada mikir nggak sih!" ada jeda. "Kalo tuh anak mati gimana? Lagian emang dengan dia ikut tawuran kita bakal menang?"
Keanno tertawa miris kearah teman-temannya. Seakan satu kesalahan Nando itu merupakan kesalahan fatal sampai ia harus membayarnya dengan mahal. Bagaimana pun juga Nando tetap bagian dari tongkrongan'15 SMA Cita Bangsa.
"Lo pada nggak inget? Kita dari bocah sering adu jotos sama sekolah seberang bareng Nando juga? Gue tahu maksud Bang Dhirga bagus, cuma ya pake akal dikit jangan banyak emosi." Keanno melanjutkan, "Itu anak orang, bukan anak ayam yang kalau mati nggak bakal dicari polisi."
Semuanya hening. Keanno sendiri memutuskan pulang, tak peduli seberapa kacaunya tongkrongan ini. Dirinya sekarang hanya ingin mendengarkan suara yang mampu meredam semua masalahnya.
"Gue cabut." Keanno segera mengendarai motornya, membelah jalanan bersama semburat jingga di langit.
***
"
Kamu ngapain sih bawain martabak segala?" ujar Tasya sembari memindahkan sekotak martabak itu keatas piring.
"Biar kamu gendut," kekeh Keanno.
Tanpa sadar Tasya memanyunkan bibirnya kemudian mencubit pinggang kekasihnya itu. "Ish!"
Keanno semakin terbahak. "Iya-iya ampun sayang."
Tasya kemudian menyodorkan piring berisi martabak cokelat itu kehadapan Keanno. "Pokoknya kamu harus ambil dulu."
"Aku kenyang sayang," Dan usai Keanno berbicara, indera pembau Tasya mencium sebuah aroma. Aroma yang senantiasa familiar jika dirinya melewati area tongkrongan.
"Kamu abis ngerokok ya?"
Keanno mengangguk kemudian menghembuskan nafas ke telapak tangannya hendak mencium aroma mulutnya.
"Iya ya bau rokok mulut aku," aku Keanno.
Tasya diam sebentar, jemarinya menaruh kembali piring ke atas meja.
"Kenapa?" Keanno bertanya.
"Kalo aku bilang kamu kurangin rokok pelan-pelan bisa?"
Kini gantian Keanno yang bungkam. Hingga beberapa menit setelahnya, Keanno kembali mengudarakan suaranya.
"Bisa sayang, nanti aku kurangin deh," jemari Keanno kemudian menjepit hidung Tasya gemas.
"Aw sakit, aku gabisa napas," Tasya mencubit tangan Keanno kecil hingga jepitan tangan Keanno di hidung Tasya terlepas.
Tiba-tiba Keanno mendekap Tasya sekilas dan mecium pucuk kepalanya sayang. Dan saat itu juga jantung Tasya rasanya sudah terlepas dari tempatnya, bahkan sepersekian detik setelah perlakuan Keanno tersebut Tasya bergeming dan tidak tahu apa yang harus ia lakukan.
"Hmm, jadi si Nando gimana?" Tasya bergumam sekaligus berhasil mengalihkan topik yang berpotensi membuat wajahnya seperti kepiting rebus.
Keanno kemudian menceritakan peristiwa kemarin, tentang bagaimana bang Dhirga melepaskan Nando kepadanya untuk ia pukul habis-habisan. Tentang Keanno yang enggan memukuli Nando sebagaimana bang Dhirga mau.
"Gitu cer—" belum sempat Keanno menjelaskan ceritanya, jemari Tasya langsung membingkai wajah Keanno.
"Terus kamu mana yang luka?" "Astaga, ini rada bengkak." "Terus ini juga kenapa ada lagi? Bukannya yang ini udah nggak memar ya?" Tasya terus bermolog, sementara Keanno sendiri begitu menikmati perhatian dari Tasya.
Hingga jarak diantara mereka mulai terpangkas, kemudian mereka hanya diam menatap bola mata satu sama lain, bola mata yang dulu sama-sama mereka pertanyakan apa maksud dari pekatnya indera penglihatan itu.
Sesaat kemudian suara seseorang membuat jemari Tasya melompat dari wajah Keanno.
"Asikk cheesy-cheesy gitu ya anak muda sekarang, jadi pengen muda lagi," goda mama Tasya.
"Apaan sih mah!" desis Tasya sekaligus menyembunyikan rona hangat di pipinya itu.
"Yaudah mamah ke warung depan dulu ya, awas jangan macem-macem," peringat mama Tasya kemudian berlalu dan membuka pintu rumah cukup besar.
"Pindah ke teras aja ya? Gaenak soalnya."
"Snapgram yuk?" Dan detik itu juga mereka langsung boomerang bersama. Sesekali menjepret ekspresi bengong Keanno, begitupun sebaliknya.
Setelah merasa puas, keduanya kembali menaruh ponsel di lantai teras. Dan sesekali berceloteh riang dengan penuh candaan.
"Mau tau nggak aku suka sama kamu karena apa?" Tasya mengangguk antusias.
"Karena kamu jelek, aku bosen sama yang cantik." Sungguh, ucapan Keanno sangat mencelos hati Tasya, begitu gampangnya Keanno menaik-turunkan moodnya.
"Oh."
"Kok oh doang?" Keanno bertanya bingung.
"Ya terus aku harus jawab apa? Dibilang jelek siapa juga yang mau makasih," ucap Tasya to the point.
Keanno lantas terkekeh seperti barusan Tasya habis melontarkan sebuah guyonan.
"Nggak ada yang lucu!" desis Tasya.
"Kamu itu unik."
Tasya menggerutu. "Udah bilang aja aku aneh, sinonim unik kan aneh."
Keanno bertepuk tangan kecil. "Wah calon anak sastra ini mah."
Tasya kemudian meniru gerakan mulut serupa dengan Keanno, bermaksud mengejek.
"Aku bercanda sayang."
"Iya."
"Kok iya doang?"
Keanno kemudian diam seperti berpikir keras apa yang hendak ia lakukan. Menit kemudian Keanno membuat tingkah yang begitu konyol.
Keanno membuat beberapa wajah lucunya, pertama dengan mata beler dan mulut cengo, kedua dengan memperlihatkan kelopak matanya dan sengaja membuat gigi tonggos. Ketiga, ia tersenyum lebar dan menggaruk rambutnya.
Dan kali ini pertahanan Tasya runtuh seketika melihat tiga wajah konyol pacarnya itu.
"Udah nggak marah?"
"Masih. Dikit."
"Denger ya kalo istilah inggrisnya kamu itu last but no least. Kalo kata orang alay, kamu itu my first love."
"Terus kamu itu orang apa?"
"Orang yang sayang sama kamu."
Rona hangat seketika kembali menjalar di sekujur tubuh Tasya. "Kamu apaan sih gombal mulu!"
***
Bogor, 28 Mei 2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top