Part 23
Happy reading and dont forget to click a icon star or give comment if you like this story! Thank you
***
Seperti angin yang berhembus kencang yang mampu menggugurkan dedaunan, seperti itu pula cepatnya pergantian hari.
Rutinitas kembali memaksanya untuk berdiri memulai pembelajaran dengan diawali upacara bendera. Tak sedikit dari mereka berbincang asyik tanpa memperdulikan seorang guru sedang berpidato.
Tidak terkecuali Tasya, jika yang lain mulutnya lebih dominan, namun Tasya matanya yang bekerja. Sedari tadi ia celingak-celinguk mencari keberadaan Keanno di tengah kerumunan anak gaul SMA Cita Bangsa. Namun sayang retinanya tidak menangkap apa yang ia harapkan.
Kemana ya dia?
"Sya? Lo denger nggak sih kalo kita mau studytour ke Jogja?" tanya Niara dengan kepala menoleh ke belakang.
Tasya sedikit tersentak karena ucapan temannya ini berhasil merenggut pikirannya. "Hah?"
"Lo nggak denger?"
"Iya."
Niara mendengus. "Lo nyari Keanno 'kan pasti?"
"So tahu lo."
"Itu yang lagi dipojok laki-laki sini! Dari tadi Ibu ngomong kamu diem aja," Perintah guru tersebut dan sontak sukses membuat semua suara hening seketika.
Laki-laki yang tadi ditunjuk oleh guru tersebut pun maju selangkah demi selangkah hingga akhirnya sejajar dengan guru tersebut.
"Kamu kelas berapa?"
Laki-laki itu menunduk entah apa yang ia lihat dibawah sana. "Kelas sepuluh, Bu."
"Ngobrol sama siapa tadi?" introgasi guru berambut pendek yang mengajar pada bidang study, matematika.
"Ngobrol sama siapa tadi?" tanyanya ulang karena si murid malah diam. Pasti diam si laki-laki tersebut karena ingin melindungi beberapa temannya itu.
Tasya melihat laki-laki tersebut dari ujung ke ujung penampilannya dan bisa disimpulkan pasti dia anak tongkrongan. Apa yang membedakan? Banyak, lihat saja celanannya yang terlihat kecil dibagian lengan kakinya dan beberapa wristband yang ia kenakan.
"Yang tadi ngobrol sama temen kalian yang didepan, maju!" tegas guru matematika itu.
Dan mau-tidak mau beberapa temannya maju berjajar dengan laki-laki tadi dan semuanya kompak menunduk.
"Ini contoh yang nggak patut ditiru," Guru yang dikenali bernama Bu Henna itu menilai keempat cowok tadi. "Celana buruk sekali dikecil-kecilkan seperti itu. Rambut juga udah rada panjang, gelang numpuk."
"Kalian mau sekolah apa mau jadi model?" hardik bu Henna.
Semuanya diam, dan pasti suasana berangsur mencekam buat mereka.
"Kalian mau seperti beberapa anak tawuran yang sekarang lagi diskors seminggu?" Bu Henna bertanya dengan penuh penekanan.
Detik itu juga, kalimat Bu Henna begitu cepat meresap diotaknya. Sekarang Tasya tahu, kenapa Keanno tak kunjung tampak di matanya.
***
"Sya kalo malem udah beres ngerjain pr PKN pap ya ke gue," ujar Niara sembari memasukki beberapa buku kedalam tasnya.
"Ok." Tasya mengacungi jempolnya.
"Lo jadi hari ini ngedate sama Keanno?" Niara menoleh kearah Tasya yang sedang mengimbangkan langkah kakinya.
Tasya mendengus kemudian mencubit lengan temannya ini. "Lo tuh ya! Mulut lo kadang suka pengen gue sekolahin."
Bukannya merasa bersalah, Niara malah terkekeh. "Bercanda kali, baperan banget sih lo."
Tasya memberhentikan langkahnya persis di gerbang sekolah. "Lo nunggu disini?"
Tasya mengangguk. "Lo balik naik apa?"
"Grab deh kayaknya," kata Niara, "Eh itu grab gue. Gue duluan gapapa?"
"Gapapa, hati-hati ya lo."
Berselang beberapa menit, vespa matic Keanno datang menghampiri dirinya. Setelah memasangkan helm yang diberikan Keanno, dirinya langsung menduduki jok belakang motornya.
"Udah?" Keanno menengok kebelakang, menunggu jawaban dari Tasya.
"Udah."
Menit itu juga, Keanno mulai menggaskan motornya dan entah beberapa kali dirinya mengklakson vespanya untuk beberapa murid yang sekedar menyapa lewat senyuman.
Dan disinilah mereka berada, setelah mengarungi perjalanan yang mungkin menghabiskan waktu seperempat jam hingga sampai di Cafe ini.
"Jadi gini hmm," kata Keanno. "Gue bingung mulai dari mana ngomongnya."
Dahi Tasya berkerut sempurna. "Maksudnya?"
***
Setelah jam dinding menunjukkan pukul setengah tiga sore, Keanno langsung mempersiapkan dirinya. Ternyata oh ternyata, enak juga diskors karena pangkat di mobile legend milik Keanno menjadi pangkat GM Master.
Indahnya dunia.
Beberapa menit telah ia lalui untuk mempersiapkan diri, dan ketika dirinya merasa selesai. Keanno segera menyambar kunci motor dan melajukan motornya itu.
Sinar mentari yang cukup menyengat itu serasa tak berpengaruh apa-apa pada tubuhnya. Malahan dirinya merasakan mekaran bunga-bunga serta kepakan beberapa kupu-kupu yang terasa seperti menggeletiki perutnya.
Apa ini efek jatuh cinta ya?
Motornya kini terhenti persis di sebelah Tasya. Lantas Keanno langsung menyodorkan helm pada perempuan itu.
"Udah?" Keanno bertanya pelan sembari menengok kebelakang.
Tasya mengangguk, "Udah."
Lucu banget sih Tasya make helm gitu.
Keanno hampir berkali-kali memijat tombol klakson kepada beberapa temannya yang melempar senyum. Terkadang jadi anak tongkrongan tuh enaknya gini, siapa aja kenal.
"Jadi gini hmm," setelah dirinya dan Tasya sampai di Cafe, lidah Keanno tiba-tiba berasa kelu. "Gue bingung mulai dari mana ngomongnya."
Lawan bicaranya itu malah mengerutkan dahinya. "Maksudnya?"
Ayo! Ayo! Keanno lo pasti bisa, lo ngaku ke Tasya kalo lo boong yang si Tania-tania itu. Terus lo tembak langsung aja.
"No?" panggil Tasya.
"Eh—iya..iiiya." Keanno menghela nafas kemudian membuangnya perlahan mencoba mengusir rasa gugupnya. "Jadi gue bohong yang soal Tania itu, gue ngada-ngada. Tapi pasti lo udah tau 'kan dari Nando?"
Tasya mengangguk tanpa menjawab, membiarkan Keanno menuntaskan ucapannya.
"Gue nggak perlu lagi jelasin alasan gue ribut sama Nando?"
Tasya bungkam.
"Sya?"
"Sya?" panggil Keanno kedua kalinya namun lagi-lagi hanya tatapan mata Tasya yang menjawab panggilannya. Tatapan yang sama sekali susah Keanno artikan.
Gengsi yang sudah ia bangun seperti benteng kemudian kini hancur begitu saja, karena kini dirinya tanpa malu menggengam jemari perempuan didepannya.
"Sya," Keanno melanjutkan. "Kalo gue bilang gue suka sama lo gimana?" Keanno sendiri tidak tahu jelas darimana keberanian itu muncul.
Lagi-lagi itu perempuan diam seribu kata.
"Gue emang nggak kayak Nando yang memperlaukan lo begitu 'wah' tapi gue janji, bisa buat lo senyum tiap saat." ada jeda. "Lo mau nggak jadi pacar gue?"
"Terus cewek itu gimana?" Demi Tuhan! Keanno kira Tasya langsung akan menjawab iya, mau. Atau apa kek, ini dia malah nanya cewek.
Eh, tunggu—tunggu. Kayaknya disini ada yang salah.
"Cewek?" Keanno ganti bertanya sementara Tasya mengangguk yakin.
"Maksud lo yang di rumah gue tempo lalu?" Tasya mengangguk lagi.
Keanno malah terkekeh sebentar. "Dia bukan pacar gue."
"Iya?"
Kemudian tangan Keanno mengacak rambut Tasya kecil. "Iya dia bukan cewek gue."
Kali ini jemarinya turun dan menoel hidung Tasya sekilas. "Dan lo yang bakal jadi cewek gue."
"Emang gue mau?"
Tiga kata yang mampu menerobos dinding hatinya. Sakit man!
"Jadi lo nolak?" tanya Keanno hati-hati.
Kini ganti Tasya yang terkekeh. "Nggak kok gue bercanda."
Sinar matanya yang tadi mulai meredup kini berbinar. "Jadi lo mau jadi pacar gue?"
Tasya mengganguk untuk kesekian kali.
Sebenarnya disini perihal gengsi yang dulu terlalu meletup-letup kemudian membuat semuanya terasa semakin jauh. Andai dulu Keanno nggak se-gengsi ini, pasti sudah jadian.
Tapi nggapapa lah, semuanya harus disyukuri. Yang penting kali ini Keanno tahu arti cinta yang sebenarnya, cinta yang kata orang membuat semuanya terasa begitu indah dan berwarna. Dunianya yang tiba-tiba berporos pada satu perempuan.
"Kok malah diem?" Tasya menaikturunkan alisnya.
"Gue nembaknya kurang romantis ya?"
"Iyasih kurang," balas Tasya.
"Dulu Nando minta maaf ke gue aja ngasih bunga," tambah Tasya.
Nando sempat tersentak mendengar penuturan Tasya. "Minta maaf?"
"Iya pas itu, ada lo juga kalo nggak salah di cafe ini juga ya? Ih kok bisa pas ya?" kekeh Tasya.
"Cerita dong kalian sebenernya ada apa sih kok—" ucapan Keanno terhenti ketika mendengar deringan ponselnya.
Keanno membaca pemilik penelpon itu yang ternyata ialah, Ico.
Keanno memandang Tasya meminta izin untuk mengangkat panggilan tersebut dan Tasya langsung menjawab dengan anggukan.
"Halo?"
"Iya."
"Lo kesini cepet."
"Males ah gue lagi bucin."
"Si Nando kasian."
"Kenapa?"
"Itu anak-anak pada abis ngehajar dia! Bang Dirga juga tuh marah-marah ke dia."
"Hubungannya sama gue?"
"Dongo! Yang masalah lo itu terus dihubung-hubungin pas dia gaikut tawuran."
"Iye iye gue kesana." Keanno langsung menutup telponnya.
Selalu saja ada yang ganggu.
"Siapa?" Tasya nampak kebingungan karena rautnya begitu menuntut penjelasan atas siapa penelpon tersebut.
"Ico." Keanno melanjutkan, "Balik sekarang nggapapa?"
"Gapapa kok."
"Serius?" Kanno bertanya lagi, karena takut perempuannya ini marah dan berlindung dibalik kata gapapa.
"Iya No," sahut Tasya.
Ketika kakinya telah sampai di parkiran, kali ini Keanno tidak memberikan helmnya begitu saja pada Tasya.
Jemarinya dengan sigap memasangkan helm dan mengaitkan tali helm pada pengaitnya. "Nah."
"Nah?" tanya Tasya.
Keanno mengangguk kemudian tersenyum. "Iya, kalo gini lo makin gemesin."
Tasya kemudian mencubit lengan Keanno. "Apaan sih!"
Motor Keanno pun mulai berpijak dan menelusuri jalan dengan pepohonan yang sedikit menimbulkan sejuk.
Namun ternyata efek sejuk itu juga melingkupi hatinya saat ini, bahagia memang sangat sederhana. Cukup mengendarai motor ditemani perempuan yang ia sayangi.
Sepanjang perjalanan keduanya hening, namun suasana itu segera dipecahkan kala Keanno meminta izin untuk pergi ke minimarket sebentar.
"Lo nggak masuk?" Keanno bertanya ketika Tasya masih duduk manis diatas jok belakang motornya.
Tasya menggeleng. "Gue disini aja."
"Mau nitip?" Setelahnya Keanno masuk ke minimarket saat Tasya mengatakan tidak nitip apa-apa.
Keanno segera memasukkan oreo rasa icecream dua bungkus, susu uht coklat tiga, dan coklat tiga ke dalam sebuah keranjang milik minimarket tersebut.
"Total tujuh puluh dua ribu, Pak," Kasir menyebutkan nominal harga yang harus dibayar.
Keanno membuka dompetnya dan mengeluarkan selembar mata uang berwarna pink. "Sama rokok yang itu deh dua bungkus," Keanno menjentikkan jarinya.
Kasir itu segera memasukkan rokok tersebut kedalam kantong kresek yang sama. Kasir itu pula menyebutkan nominal harga tambahan dua bungkus rokok. "Pisahin aja mbak kantongnya."
Kemudian Keanno membayar dan membawa belanjaan tersebut.
"Lama ya?"
"Lumayan, lo beli apa aja?" ada jeda, "Gue baru tahu lo makannya banyak?"
Keanno terkekeh. "Aneh ya? Gue makannya banyak tapi gagendut-gendut," Keanno menanggapi tuturan Tasya karena ingin memberinya saat Tasya sampai dirumah.
Setelahnya motor Keanno kembali berjalan mengarah ke perumahan milik Tasya, tak perlu waktu lama dari jarak perumahan hingga sampai ke rumah Tasya.
Tasya menyerahkan helm itu pada Keanno. "Makasih ya."
"Iya sama-sama."
"Lo habis ini langsung mau pergi?" Keanno mengangguk. "Mau kemana?"
"Tongkrongan, biasa."
"Ini buat gue?" kata Tasya ketika Keanno mengulurkan kantong kreseknya tadi.
"Iya lah masa buat pak Yono," kekeh Keanno.
Tasya menelisik isinya. "Lho ini bukannya punya lo?" lanjut Tasya. "Ini kebanyakan tahu. Lo mau bikin gue gendut ya?"
Keanno terkekeh lagi, kalau gini caranya ingin sekali Keanno museumkan si Tasya dirumahnya. "Iya biar gue doang yang suka sama lo."
Tasya menbalasnya dengan meninju lengan Keanno. "Ish!"
"Udah sana berangkat," sahut Tasya.
"Lo ngusir gue?"
"Iya."
"Tapi sayangnya gue gamau berangkat," canda Keanno.
"Yaudah gue masuk," namun gerakan Tasya terhenti ketika pergelengan tangannya berhasil diraih oleh Keanno.
"Yaudah gue berangkat." Keanno mengacak-ngacak rambut Tasya gemas kemudian menoel hidungnya lagi. "Gue pergi dulu ya."
Tasya tersenyum. "Iya hati-hati ya. Jangan ngebut."
Dan sepanjang perjalanan Keanno, ia terus terngiang akan ucapan hati-hati dari Tasya. Benar kata lagu-lagu kalau jatuh cinta sejuta rasanya.
Sampai Keanno lupa kalau dia sekarang bisa se-alay ini.
***
Gajago bikin scene baper karena blm pernah dibaperin :( . I wish kalian bisa ngefeel ya dikitdikit seucrit jg no problem ko wkwkw gue nulis apa sih.
yodahlah, dadahhhh.
Sandra,
15 April 2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top