Part 17
Sumpah y why bulan ini musim ulangan :( bukannya smgt tp malah stress :( nappa gue jd curcol yak wkwk yodahla smoga suka gengs
Happy readingg^^
***
"Lo hari ini jadi kerkom?" Tasya mengangguk.
Niara menyampirkan tali ransel di pundaknya. "Terus sama siapa?"
"Ya kelompok guelah," jawab Tasya sembari melakukan hal yang sama seperti Niara.
Mendengar jawaban Tasya, Niara malah terbahak sendiri. "Otak lo sakit ya?"
Niara malah mencolek dagu Tasya. "Seneng ya lo sama Keanno?"
"Nggak jelas-" Nando memotong tiba-tiba. "Sya?"
Tasya lantas membalikkan badannya, menatap Nando yang kali ini sudah persis di depannya. "Berangkat sekarang?"
"Lo mau bareng nggak Ra?" Niara lantas menggeleng cepat.
"Gue duluan ya!" pamit Niara lantas berlalu dari hadapan Tasya dan Nando.
Ternyata keinginan Tasya kemarin untuk tidak mau ada Keanno kini terkabul sudah, karena seperempat jam yang lalu ia berbicara bahwa ia ada urusan. Tasya perlahan senang, karena perasaan yang kerap menyergap dadanya itu mulai memudar.
Dan digantikan perasaan yang sama untuk orang yang berbeda, mungkin tepatnya untuk orang yang sedang ada di kemudi mobil ini.
Tasya melirik Nando yang tidak seperti biasanya. Ia diam seribu bahasa. Beberapa menit kemudian Tasya mencoba memecahkan keheningan.
"Lo kenapa?" Nando lantas menengok kearah Tasya kemudian tersenyum.
"Ada masalah?"
"Nggak, gue cuma kurang nyebat," jawab Nando asal.
Tasya bingung sendiri. Emang iya ya kalo orang kurang ngerokok bisa membuat dia gabanyak bicara?
"Emang kalo kurang ngeroko bisa buat orang jadi males bicara gitu ya?" Tasya menggaruk kepalanya sendiri, bingung atas jawaban Nando.
"Bisa, kayak gue contohnya." ada jeda, "Lo kerkom apa?"
"Sejarah."
"Si Keanno ada?" tanya Nando lagi.
Tasya mengangkat bahunya acuh tak acuh. "Katanya sih nggak ikut, soalnya ada acara."
Nando kemudian membelokkan setirnya untuk masuk ke sebuah perumahan. "Dia ngabarin ke elo?"
Tasya menggeleng cepat. "Ya nggaklah, siapanya juga gue."
"Emang lo mau jadi siapanya Keanno?" cecer Nando dengan pertanyaan yang lagi-lagi seputar Keanno.
Tasya semakin bingung kemana arah pembicaraan Nando, kenapa Nando seolah menyerang dirinya dengan pertanyaan seputar Keanno. Apa Nando cemburu? Tapi apa yang harus dicemburukan? Dekat aja tidak Tasya dengan Nando.
"Lo kenapasih? Pertanyaannya tentang Keanno mulu!" kata Tasya kesal.
Dan setelahnya, keduanya diam, seperti terhanyut pada argumennya yang terus merongrong otaknya.
"Itu rumahnya!" tunjuk Tasya pada rumah bercat putih.
"Makasih ya, Do." Sebelum Tasya turun, Nando kembali memanggilnya.
"Gue minta maaf ya soal tadi, terus nanti baliknya gue jemput ya. Lo kabarin gue aja."
"Iya," singkat Tasya lantas menutup pintu mobil Nando dan berjalan kearah rumah Abyan.
Sesampai di rumah Abyan, matanya hanya menangkap sesosok dua orang disana. Berarti benar, Keanno tidak bisa datang.
Spontan Tasya menghembuskan nafas beratnya walau ia tidak tau apa yang ia rasakan. Entah kesal terhadap ucapan Nando tadi, atau bisa jadi ia menjilat ludahnya sendiri karena menyesali ucapan ia tidak mau Keanno ada disini.
"Terus ngerjainnya gimana?" ujar Caca sekaligus menghamburkan pikiran Tasya.
"Gue bikin ppt deh," jawab Tasya cepat karena ia malas menyusun kata pengantar dan anak-anaknya.
Caca mengangguk. "Yaudah, gue makalah." ada jeda. "Terus si Abyan ngerjain apa?"
"Ngebantuin kita aja."
Ragu-ragu Tasya bertanya, "Kalo Keanno?"
"Terserah kalian sih gue mah," balas Abyan.
Tiba-tiba Tasya menerima sikutan kecil dari Caca. "Lo suka ya sama Keanno?"
Tasya lantas melongo. "Hah?"
"Muka lo keliatan banget, ya girls talk aja sih ini mah. Gue juga pernah suka sama orang soalnya, dan gerak-gerik lo tuh ya i know lah."
Tasya sontak menggeleng. "Mana ada gue suka."
Entah tidak mau memaksa Tasya untuk jujur atau Caca tidak mau terlalu jauh kepo urusan Tasya. Akhirnya Tasya mengganti bahan obrolan.
"Yaudah? Kerjain yuk."
"Eh iya, gue nggak bawa laptop," sahut Tasya.
"Gue ada kok." Setelahnya Abyan masuk ke dalam sebuah ruangan dan kembali membawa laptop.
Tasya segera meraih laptop tersebut dan mengerjakan presentasi sebagaimana yang dititahkan bu Dian. Segera ia menyusun kata per kata yang menjadikannya kalimat.
Jemarinya dengan lihai menekan keyboard laptop yang berbolak-balik dari google untuk dipindahkan ke dalam power point.
Suasana kemudian hening, hanya denting jam yang terdengar sibuk berkicau. Ketiga manusia itu sibuk dengan aktivitasnya sendiri, Tasya dan Caca berkutat laptop dan Abyan yang sedang mengangkat telpon entah dari siapa.
Hingga beberapa saat kemudian mungkin tepatnya setelah Tasya merenggangkan ototnya dan menoleh kearah sumber suara. Laki-laki dengan wajah bengap dan sobekkan pada ujung bibirnya.
Keanno kenapa ya? Ingin rasanya ia menyuarakan suara hatinya, namun lagi-lagi lidahnya kelu.
Sesaat setelah Keanno melihat kearahnya, tatapan mereka kini beradu lagi. Hening dengan tatapan mengunci satu sama lain, dan kali ini gelenyar hangat seakan mengalir di darahnya.
Namun tatapan keduanya tidak bertahan lama, karena deheman dari Abyan mengacaukannya.
"Thanks!" balas Keanno setelah menerima semangkuk air es dan kompresan.
"Lho muka lo kenapa?" Caca memandang sekujur wajah Keanno tak henti.
Keanno malah meringis setelah kompresan itu menempel pada sobekkan sudut bibirnya.
"Biasa." Keanno menjawabnya enteng seperti tidak terjadi sesuatu.
Apa memang lelaki seperti itu? Ia tidak ingin terlihat lemah dimata perempuan? Dalam hati, Tasya bersyukur. Karena pertanyaan yang kian menari dibenakknya sudah disuarakan oleh Caca secara tidak langsung.
"Ribut mulu lo! Dikeluarin baru tau."
"Namanya juga laki-laki."
Tasya semakin kikuk sendiri, karena memang hanya dirinyalah yang enggan memulai topik obrolan. Entah karena ia tidak tertarik dengan dunia Keanno atau ia sebenarnya takut rasa yang kerap menggelitiki perutnya datang lagi saat ia masuk dalam dunia Keanno.
Sebenarnya Tasya masih enggan untuk memberi kabar pada Nando kalau saja ia tidak membom pesan ke applikasi berwana hijau.
Nando Z: Syaaa
Nando Z: Dimanaa
Nando Z: Gue jemput ya
Nando Z: p
Nando Z: p
Nando Z: Lo masih marah?
Nando Z: p
Nando Z: p
Nando Z: Gue otw sekarang ya?
Tasya menghembuskan nafasnya perlahan kemudian jemarinya lihai menekan touchscreen untuk membalas pesan pada Nando.
Tasya: Iya
Tasya: Gue jg baru beres
Ia mengangkat pandangannya melihat ketiga temannya secara bergantian. "Gue balik duluan ya?"
Baru ia ingin melangkahkan kakinya, Keanno tiba-tiba membuka obrolan dengannya. "Rumah lo Griya Persada 'kan?"
Spontan Tasya mengangguk.
"Yaudah bareng gue aja, searah kok."
Kenapa hanya sebuah tumpangan bisa kembali menghidupkan kepakan sayap itu. Tapi nggak mungkin juga Tasya menerima tawaran itu, makin kikuk aja nanti di motor.
"Hm gue dijemput-"
Keanno memotong. "Sama Nando?"
Lha? Kok Keanno bisa tahu?
"Iya."
"No, Ca, Bian gue duluan ya," izin Tasya kemudian segera berlalu dari sini.
Langkahnya terhenti persis di depan pagar rumah Abyan, karena memang ia janjian dengan Nando disini. Ia mengecheck ponselnya dan Nando mengirimkan pesan terakhirnya sebelum ia menuju rumah Nando.
Nando Z: Gue otw, lo depan pager Abyan ya
Bermenit-menit Tasya lalui hanya membatu menatap ke ujung jalan, berharap mobil yaris hitam muncul di hadapan mata Tasya.
Entah berapa menit Tasya berdiri, tiba-tiba sebuah suara kembali memasuki indera pendengarannya. "Masih lama nggak?"
Dan laki-laki itu kini menghentikan laju motornya persis di depan Tasya.
Buat apa sih Keanno kesini segala?
"Bentar lagi kok," kata Tasya singkat.
Keduanya lantas hening dan sempurna membuat Tasya mengernyitkan dahinya bingung.
"Lo ngapain?"
"Nunggu si Nando ada urusan." Tasya kemudian termanggut mengerti, apa salah Tasya berfikir kalo Keanno sepeduli itu dengan dirinya?
Fix, kenapa Tasya tiba-tiba kepedean gini!
Setelahnya langit yang semula berwarna oranye itu perlahan mulai memudarkan warnanya. Langit yang kemudian menghitam, dan kadang membuat banyak orang merasa kesepian.
"Si Nando dimana?" Keanno bertanya lagi dengan posisi seperti tadi, yaitu menduduki jok motornya.
"Setengah jam yang lalu dia bilang otw, tapi gue teleponin nggak diangkat," kata Tasya mulai panik antara Nando kemana atau mengingat tugas yang melambai benaknya.
"Sama gue aja deh," Keanno melanjutkan. "Tapi kalo lo nggak mau, gue duluan."
Tasya diam, memikirkan banyaknya argumen namun entah dari banyaknya argumen tersebut mulutnya spontan berbicara, "Yaudah."
Menit kemudian Keanno masih disini, padahal katanya dia mau duluan? Ah sial, kenapa sebuncah rasa bahagia seakan mengalir di dadanya dengan jantung yang berdetak seperti tak biasa.
"Gini deh, gue yang line si Nando kalo lo balik sama gue. Gimana?" Tawar Keanno seperti ia tidak rela meninggalkan Tasya sendiri.
Seakan tidak peduli akan atmosfer canggung yang akan terjadi nanti karena meningat peer Tasya yang kian menggunung.
"Yaudah deh, gue juga harus ngerjain tugas yang lain," ucap Tasya sembari mengangguk.
"Tapi gue nggak bawa helm dua, gapapa?"
"Gapapa kok," ada jeda. "Eh gue nggak ngerepotin 'kan?" tanya Tasya.
Keanno ganti balas tersenyum sambil mengeluarkan ponselnya.
"Enggak kok santai aja, bentar ya gue line si Nando dulu."
"Udah?" Tasya bertanya perlahan setelah ia tahu bahwa jari Keanno tidak lagi menari indah di touchscreennya.
Keanno mengangguk kemudian memasukkan ponsel di saku celanannya. "Udah kok, naik gih. Nanti makin malem."
Lantas Tasya langsung menduduki jok belakang motor milik Keanno dan motor itu langsung melaju membelah pekatnya malam.
Hembusan angin malam ini seolah membuat dirinya memikirkan Nando. Mungkin lebih tepatnya memikirkan kesalahan yang telah Tasya perbuat? Tapi apa salah Tasya duluan kalau ia sudah menunggu hampir satu jam?
Dadanya kini seakan merasa sebuah godam menimpanya berkali-kali lipat. Perasaan bersalah yang kemudian menyessakan dadanya.
Atau, apa jangan-jangan Nando juga habis ikut berantem kayak Keanno? Coba saja tadi Tasya sabar menunggu!
Seberani mungkin Tasya membuka obrolan demi mencari tahu apa Nando ikut dalam aksi berantem itu.
"No?"
"Iya?"
"Lo abis tawuran ya? Apa berantem?" Tasya bertanya penasaran.
"Apa bedanya tawuran sama berantem?" tanya Keanno balik seolah ingin memutar topik obrolan.
"Kalo tawuran banyakan, kalo berantem sendiri," jawab Tasya.
"Jadi?" tanya Keanno menggantung. "Menurut lo, gue tawuran apa berantem?"
Ah kenapa sih Keanno kebanyakan berkelit gitu jawabnya!
"Ish! Emang diajarin ya bertanya malah dijawab pertanyaan bukan jawaban?" Tasya membalasnya kesal.
"Emang lo mau tau banget?" Dan Keanno pun masih menyembunyikan jawaban realnya.
"Iya, gue mau nanya soalnya." ada jeda, "Si Nando ikutan nggak?"
Lha kok Keanno malah diam? Nggak jawab secepat tadi?
"No?" panggil Tasya lagi.
"Dia nggak ikutan," kata Keanno dengan nada dinginnya.
Emang ada yang salah ya sama pertanyaan Tasya? Seseorang tolong bantu Tasya menemukan jawabannya!
Namun ternyata jawaban Keanno tadi memberikan efek lega karena Nando tidak ikut-ikutan aksi jotos-jotosan.
"Itu tuh rumah gue!" sahut Tasya sambil menjentikkan jarinya dan diikuti oleh hentian motor milik Keanno.
"Thanks ya!" Baru selesai kata-kata itu dilontarkan, motor Keanno langsung melaju seolah tadi Tasya sedang berbicara dengan angin.
***
Keanno menghentikan laju motornya ketika ia sudah sampai di depan rumahnya. Benda di pergelangan tangannya kini menunjukkan waktu pukul setengah dua belas malam.
Keanno tahu konsekuensi yang akan ia terima entah itu dari orang tuanya atau pihak sekolah. Peduli apa.
Ucapan Tasya seakan melekat terus diingatannya. Sebegitu peduli kah dia dengan Nando?
Tadi saat ia menjenguk Ico di rumah sakit, Nando tidak terlihat batang hidungnya. Setelah ia berdiri persis di ambang pintu, jemarinya langsung mengetuk-ngetuk daun pintu.
Hingga tak menunggu lama, laki-laki paruh baya muncul di hadapannya. Tatapan mata Papanya itu meneliti ke sudut wajah Keanno yang terluka.
Papanya langsung menghembuskan nafas dan membuangnya kasar serta meninggalkan Keanno yang masih bergeming di depan pintu.
Ketika satu langkah ia memasuki rumahnya, Mata mamanya langsung membulat serta menarik lengan Keanno.
"Kamu habis tawuran?" Keanno mengangguk.
Keanno tahu, ambang batas kemarahan Papanya terletak pada diamnya beliau. Papa tipikal orang yang tidak suka berapi-api tapi langsung memutuskan beberapa fasilitas yang ia berikan.
Berbanding terbalik dengan mamanya.
Mama Keanno lantas menepuk jidatnya serta menggeleng-gelengkan kepalanya. "Sekarang kamu mandi, masak air sana! Nanti mama anterin kompresan ke kamar kamu."
Keanno mengangguk mengerti dan melakukan apa yang dititahkan mamanya. Sesegera mungkin ia membersihkan dirinya hingga kini ia sudah bersih dan tidur terlentang diatas kasurnya.
Sesaat sebelum ia menjatuhkan dirinya ke ranjang, kepalanya mulai merasa pening yang hebat. Tiba-tiba suara ponsel terdengar dan segera Keanno meraih benda kotak tersebut.
Dan perempuan itu adalah Franda.
"Hallo?"
"Lo abis tawuran sama anak SMA gue?"
"Iya."
"Lo nggak kenapa-napa 'kan?"
"Enggak."
"Lo sendiri kenapa belom tidur?" Keanno bertanya balik.
"Gue khawatir sama lo."
"Yaudah gue nggak papa, lo tidur gih. Udah malem besok 'kan lo sekolah."
"Lo luka apa aja? Nggak sampe amit-amit patah atau bocor gitu 'kan?"
"Nggak kok, tenang aja, Da. Gue bisa jaga diri."
"Sorry ya tadi gue nggak bales pesan lo seharian."
"It's okay, lo nggak kenapa-napa aja gue udah seneng."
"Jangan bandel lagi ya, No."
"Siap Frandaku!" mendengar penuturan dari Keanno membuat Franda terbahak sekilas.
"Oh iya, gue sampe lupa mau ngasih tau ke lo."
"Tentang?"
"Jadi tadi di grup pada mau balas dendam terus banyak dari mereka ngincer lo."
***
Saring yang positif aja ya, gue mencoba menyisipkan pesan moral kook entah di awal, tengah atau akhirr cerita.
Be a smart readers^^
Sekali lagi, selamat membaca. Vote jika kamu suka! Kalo nggak suka, ngevote gabikin dosa kan? Wkwkkwwk
Nggak kok seikhlasnya aja.
Thankss u
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top