Part 16

Selamat membaca^^
[13+]
Jangan dicontoh y bahaya, kalah jadi abu menang jd arang.

***

Bersaman dengan ucapan Tasya usai, Klarisa datang dengan ransel besar, juga ia bergabung di mobil ini dengan bersimbah airmata. Ia bahkan menutup seluruh mukanya, walau demikian isakkannya tetap terdengar lirih.

Jemari Niara langsung mendarat di punggung Klarisa kemudian mengelusnya lembut. Tadinya Niara ingin bertanya apa yang terjadi didalam sana, namun niatnya ia urungkan ketika Tasya berisyarat agar diam dulu. Biarkan Klarisa tenang.

Sebelumnya Tasya sudah mengatur locationnya ke arah rumah Oma Klarisa. Jadi hanya intruksi suara google yang seringkali memecahkan keheningan.

Klarisa mengusap wajahnya kasar, berupaya menyingkirkan bekas simbahan airmatanya. Kemudian ia mendesah nafas beratnya.

Tasya lantas menengok ke arah Klarisa dan Niara berada. Klarisa hanya diam, matanya kian membengkak dan sorot matanya sungguh menyedihkan.

Nando menghentikan laju mobilnya ketika intruksi google menyatakan bahwa disinilah rumah oma Klarisa berada.

"Thanks ya," ucap Klarisa. Setelahnya ia berjalan kearah rumah Omanya.

"Sekarang kita ke?" tanya Nando seperti tukang sopir yang meladeni tuan puteri.

"Rumah gue," balas Niara cepat dan disusul anggukan dari Nando.

Tasya hanya diam, masih terbayang rona kesedihan yang terlalu kental di wajah Klarisa tadi.

"Klarisa ada masalah?" Nando menoleh kearah Tasya.

Tasya mengangguk cepat. "Ada, masalah keluarga gitu."

Kemudian Nando ber'Oh ria.

Suasana kembali hening, ketiga manusia itu seperti terhanyut pada pikirannya masing-masing. Entah apa itu.

"Tuh! Gang yang kedua, belok kanan," Niara menunjuk gangnya lantas Nando membelokkan rumahnya. Hingga ia tiba dirumahnya.

"Makasih ya, cepet jadian deh lo pada!" sahut Niara seraya terkikik lantas keluar dari mobil.

Nando kembali menginjakkan pedal mobilnya dan tak menunggu lama untuk mobilnya bergabung dengan kendaraan lain di jalan raya.

"Rumah gue di Griya Persada," Tasya memberitahu pada Nando.

Nando sesekali melirik kearah Tasya. "Deket rumah Keanno dong?"

Tasya memicing curiga. Kenapa sih nih orang harus bahas Keanno melulu.

"Lo homo?" selidik Tasya penuh curiga. Yaiyalah peduli apa dia dengan dunia Keanno.

Walau pada kenyatannya perlu beberapa kali ia mengerjapkan mata, untuk menghilangkan bayangan Keanno yang bercokol di kepalanya.

Nando kemudian terkekeh yang membuat rambutnya sesekali bergerak. "Dulu lo ngatain gue penjahat kelamin, sekarang lo ngatain gue homo."

"Atas dasar apa lo ngatain gue?" Nando ganti bertanya.

Tasya menggaruk rambutnya yang sama sekali tidak gatal.

"Habis dulu pas kita segugus lo kan bilang suka sama yang semok," tanpa sadar Tasya memainkan jarinya sendiri. Entah akibat dari rasa gugup atau canggung.

"Terus kalo tentang homo?"

"Habis dari tadi lo ngomongnya Keanno mulu," ucap Tasya.

Nando mengerutkan alisnya bingung. "Perasaan gue baru ngomong sekali tentang Keanno."

Mampus! Bak boomerang, kini ucapan Nando seolah menampar kesadarannya. Kesadaran tentang dirinya yang merasa berlebihan ketika mendengar nama Keanno.

Tasya tergugu. "Taa..diii." ada jeda. "Rumah gue tuh! Yang cat kuning."

Beruntung Tasya bisa mengalihkan arah pembicaraannya. Nando sontak menghentikan laju mobil di depan pagar hitam.

Tasya menoleh kearah Nando dan tersenyum kepadanya. "Makasih ya."

Nando mengangguk. "Sama-sama."

"Inget ya..." tambah Nando menggantung.

Alis Tasya kini seakan menyatu, ia bingung. Inget apa?

"Inget?" tanya Tasya bingung.

"Kalo cewek nggak boleh tidur malem-malem."

Tasya terkekeh sebentar. "Gue kira apaan."

Nando kembali memamerkan sederet gigi putihnya dengan ditemani remang-remang malam wajah Nando menimbulkan sebuah siluet yang tergambar sempurna di mata Tasya. Apalagi hidungnya yang mancung.

"Sweet dreams." Sesudahnya Tasya membuka pintu mobil, baru ia ingin keluar. Aksinya dicegah karena sebuah suara.

"Pulang besok bareng lagi ya, Sya." Tasya mengangguk.

"Lo hati-hati ya."

Nando lagi-lagi membentuk gerakan hormat pada Tasya. "Siap!"


***

Ada yang membedakan pada hari ini, dimana atmosfer di sekeliling tongkrongan disesaki kabut amarah dan kebencian yang kian menebal.

Seakaan memiliki satu jiwa, hampir berbelasan penghuni tongkrongan ini memiliki perasaan yang sama; dendam.

Berawal dari kasus pengambilan paksa batik sekolah SMA Cita Bangsa lantas dibakarnya batik tersebut yang membuat para penghuni tongkrongan ini merasa harga diri sekolahnya terinjak-injak, termaksud Keanno.

Seperempat jam lalu tepatnya, Keanno telah izin untuk tidak mengikuti kerkom sejarah, sebuah rencana kecilnya untuk bisa modus dengan Tasya saat kerja kelompok seakan telah menguap entah kemana.

"Anjing emang bangsat main ngebetak batik aja." Pekik Ghanny keras.

"Setan, ribut juga gue abisin mereka semua."

Sesudah saling umpat-mengumpat, Keanno menyambar kunci motornya, bersama dengan teman-temannya untuk pergi ke sebuah tempat yang sudah dijanjikan.

Berbelasan motor kemudian berjalan beriringan, hingga beberapa menit kemudian ia sampai di sebuah lapangan luas yang lokasinya jauh dari tempat ramai dam pemukiman warga.

Semuanya sudah siap, ada yang membawa celurit, bata, dan stick golf.

Aksi saling serang pun langsung terjadi, di tangan Keanno ia membawa dua bata yang pada bata pertama meleset dari lawannya. Dan pada bata kedua, lemparannya mengenai pelipis lawan menyebabkann cairan merah kental mengucur.

Lawan tidak terima lantas menghajar Keanno tak ampun, aksi saling bogem juga membuat suasana semakin mencekam. Sesaat kemudian, Keanno mencium bau anyir karena sobekkan pada sudut bibirnya.

Pihak antara SMA Cita Bangsa dan SMA Cendana seakan tak ada habisnya untuk menghabisi lawannya. Rupa diantara pihak keduanya sama-sama sudah membengkak, kucuran darah juga jelas membingkai wajah mereka.

Beberapa menit kemudian sirine mobil polisi sudah memekakan indera pendengaran kedua pihak, lantas semuanya menghentikan aksinya dan melarikan diri.

Keanno yang belum merasa puas, lantas menarik kencang seluruh batik yang dipakai lawannya hingga kancing batik tersebut lepas, kemudian dibawanya berlari dengan langkah tergopoh. Segera semua temannya melajukan motor sebelum dirinya tertangkap polisi.

Ya paling tidak hanya kena hukuman sekolah, paling banter diskors. Karena biasanya tawuran suka ditolerir bila belum melakukan aksinya dua kali.

Motor Keanno segera memasukki gang-gang kecil untuk menghindari pasang mata polisi. Hembusan angin sore seakan membelai bagian wajahnya yang berdarah.

Tak sadar Keanno meringis akibat kesakitannya itu. Setelah dianggapnya sudah jauh dari lokasi tadi, Keanno menepikan motornya. Melihat jam yang baru menunjukkan pukul lima sore.

Kalau ia pulang sekarang pasti ia akan habis direfleksi indera pendengarannya oleh kedua orangtuanya. Setidaknya, biarlah bengap dan darahnya bersih dan diobati.

Sepintas ide melintas diotaknya, segera ia mendial sebuah nomor.

"Hallo? Masih pada kerkom?"

"Masih, lo dimana?"

"Jalan, gue kerumah lo ya."

"Eh tapi udah mau selesai?"

"Nggak papa deh, seengaknya gue dateng."

Klik.

Jemari Keanno lantas menggaskan motornya untuk menuju ke rumah Abyan. Dan disana mungkin ia bisa mengobati lukanya sebentar.

Keanno mengklakson motornya ketika sampai di depan pagar rumah Abyan, laki-laki berkacamata kuda itu lantas membukakannya.

Keanno membuka helmnya dan membuat Abyan melongo.

"Kenapa lo?" tanya Abyan penasaran.

Bukannya menjawab, Keanno malah langsung masuk ke rumah Abyan.

"Gue mau kompresam air dingin dong."

Abyan menggeleng-gelengkan kepalanya kemudian masuk ke dapur untuk mengambilkan apa yang Keanno minta tadi.

Dari belakang Keanno melihat Tasya dan Caca sedang mengerjakan tugas dengan serius, sampai suaranya saja tidak mampu membuat keduanya menoleh.

Bokong Keanno ia daratkan, ketika Tasya mereggangkan ototnya dan menoleh persis kearahnya.

Dan kali ini bola mata keduanya beradu lagi, sampai suara deheman Abyan mengacaukan semuanya.

Abyan menyodorkan mangkuk air es beserta kompresannya kearah Nando. "Thanks!"

"Lho, muka lo kenapa?" tanya Caca sedikit meringis.

Segera Keanno mengambil dan mengompres pipi serta sobekkan pada sudut bibirnya dengan air es sembari meringis.

Asli sakit banget!

"Biasa," kata Keanno enteng.

Caca mencibir sinis. "Ribut mulu lo! Dikeluarin baru tau."

"Namanya juga laki-laki." Keanno kembali mengompres sembari meringis saat sensasi dingin menyapa sobekkan sudut bibirnya.

Keanno kali ini melihat Tasya yang ia rasa menjadi kikuk sendiri karena seakan dirinya sendirilah yang tidak mau memulai percakapan dengan Keanno.

"Gue balik duluan ya?" Tasya bertanya sambil menoleh bergantian kearah Caca dan Abyan. Tanpa menoleh kearah Keanno.

Dengan segenap keberanian, Keanno menawarkan sebuah tumpangan pada Tasya.

"Rumah lo di Griya persada 'kan?" Tasya mengangguk.

"Yaudah bareng gue aja, searah kok."

Tasya berdehem kecil, "Hm gue dijemput-" Keanno memotong. "Sama Nando?"

Tasya mengangguk. "Iya."

Hanya kata 'iya' yang menyatakan bahwa Tasya sudah sangat dekat dengan Nando membuat rasa sakit diwajahnya seakan terkalahkan. Sial, kesakitan apa lagi ini.

"No, Ca, Bian, gue duluan ya," pamit Tasya sembari melangkahkan kakinya kearah luar rumah Abyan.

Keanno masih saja terus mengompres wajahnya sambil menatap punggung gadis yang perlahan menghilang, sampai tiba-tiba ponselnya kembali berdering.

"Iya?"

Oh iya! Bahkan Keanno lupa untuk mengabari teman setongkrongannya.

"Lo dimana?" tanya Ghanny di seberang sana.

"Gue tadi langsung cabut pas ada polisi eh sekarang dirumah temen."

"Si Rico masuk rumah sakit, lo kesini deh cepet."

"Share location aja ke gue ya. Cepet!" segera Keanno mematikan ponselnya dan langsung menerima lokasi rumah sakit dimana Rico dirawat.

"Gue balik ya, No, Bian. Grab gue udah di depan," Abyan termanggut lantas Caca berlalu dari hadapan mereka.

Keanno pun langsung beranjak dari sofanya tadi. "Thanks ya, yan!"

Kemudian ia berjalan dan kembali menghidupkan mesin motornya, baru vespa maticnya sampai di depan pagar rumah Abyan, ia melihat Tasya masih berdiri sembari menunggu Nando.

Keanno lantas menghentikan laju motornya. "Masih lama nggak?"

Gadis yang semula tatapannya berpaku pada layar ponselnya lantas menoleh ke sumber suara. Keanno melihat, gadis itu sedikit tersentak kaget.

"Bentar lagi kok," ujar Tasya.

Keanno lantas diam diatas motornya, menunggu Nando datang untuk menjemput Tasya. Entah gerangan apa yang membuat, ia sangat enggan membiarkan Tasya berdiri sendiri.

"Lo ngapain?" Tasya bingung melihat Keanno yang hanya membatu diatas jok motornya tanpa niatan berlalu dari hadapannya.

"Nungguin lo." Namun sayangnya ucapan itu kembali ia telan karena gengsi yang melarang. Gengsi yang lagi-lagi tidak ingin terluka.

"Nunggu si Nando, ada urusan." Tasya termanggut mengerti.

Tanpa terasa semburat oranye perlahan mulai menjelma menjadi langit yang pekat. Entah berapa lama keduanya menunggu, namun yang Keanno tahu. Nando tak kunjung tiba.

Keanno melirik jam yang melingkar dipergelangan tangannya. "Udah jam setengah tujuh nih."

Tasya hanya bungkam, Keanno tahu perlahan ia mulai gelisah karena waktu semakin malam sementara Nando tak kunjung datang.

"Si Nando dimana?"

"Setengah jam yang lalu dia bilang otw, tapi gue teleponin nggak diangkat," balas Tasya sambil melirik ke ujung jalan, berharap ia menemukan mobil Nando.

"Sama gue aja deh," Keanno kembali berpikir untuk melanjutkan ucapannya agar tidak terlihat ia seperhatian itu dengan Tasya. "Tapi kalo lo nggak mau, gue duluan."

"Yaudah," balas Tasya singkat.

Sial, kenapa jarinya seakan kelu memutar kunci motornya.

"Gini deh, gue yang line si Nando kalo lo balik sama gue. Gimana?"

Tasya lantas diam sejenak, seperti berpikir berbagai asumsi yang menduduki ruang otaknya.

"Yaudah deh, gue juga harus ngerjain tugas yang lain," ucap Tasya sembari mengangguk.

"Tapi gue nggak bawa helm dua, gapapa?"

Tasya lantas senyum dan baru kali ini senyum itu untuk Keanno, senyum seulas yang membuat jantung Keanno berpesta pora.

"Gapapa kok," ada jeda. "Eh gue nggak ngerepotin 'khan?"

Keanno ganti balas tersenyum sambil mengeluarkan ponselnya.

"Enggak kok santai aja, bentar ya gue line si Nando dulu."

Jemarinya kemudian mengetikkan sebuah pesan pada Nando.

Keanno: Do, si Tasya gue anter ya. Kasian udah malem

Keanno: Lo ke rs aja si ico dirawat, anak-anak pd dsana

"Udah?" Tasya bertanya menunggu Keanno mengalihkan pandangan yang semula di ponselnya.

Keanno mengangguk kemudian memasukkan ponsel di saku celana abunya. "Udah kok, naik gih. Nanti makin malem."

Tasya menurut dan duduk di belakang Keanno. Dalam hati Keanno, ia senang karena kini dia dengan Tasya bisa bercakap kecil, tidak seperti kemarin-kemarin.

"No?" panggil Tasya di atas motor.

"Iya?" ternyata Tasya ramah juga.

"Lo abis tawuran ya? Apa berantem?" Diam-diam Keanno sengaja melambatkan laju motornya.

"Apa bedanya tawuran sama berantem?" tanya Keanno balik.

Suara bising jalanan ternyata mampu dikalahkan oleh suara Keanno.

"Kalo tawuran banyakan, kalo berantem sendiri."

"Jadi?" tanya Keanno menggantung. "Menurut lo, gue tawuran apa berantem?"

"Ish! Emang lo diajarin ya kalo orang nanya malah dijawab pertanyaan? Bukan jawaban?" Dari nadanya Keanno tahu, Tasya pasti sedang kesal.

Keanno terkekeh geli. "Emang lo mau tau banget?"

"Iya, gue mau nanya soalnya." ada jeda, "Si Nando ikutan nggak?"

Keanno diam, ternyata berdekatan dengan Tasya bisa menimbulkan dua efek sekaligus, antara sebuncah bahagia atau sayatan pada dinding hatinya.

"No?" panggil Tasya lagi.

"Dia nggak ikutan."

Setelahnya tidak ada obrolan hangat seperti tadi karena Keanno asyik merasakan sakit yang kian berdouble karena bengapan wajahnya dan efek perkataan Tasya yang begitu menyesekkan dadanya.

***

P.s: ngebetak itu kayak semacam ngambil paksa gitu. Biasanya diambil kalo sekolahan A ngeliat batik sekolahan B yang emang udh bertikai sebelumnya. Nah dijalan siswa sekolahan a diberentiin buat diambil batiknya, bisa nolak sih cuma resikonya gede kaya hrs berantem sm lawannya yang pasti udah banyakan. Jd yg sekolahan b kaya udh emang ngincer gitu sebelumnya.

Bogor, 02 Maret'18

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top