Part 14

Happy reading^^

***

Bel kembali menggumamkan deringnya, bel pula mampu membangunkan Keanno. Perlahan ia memejamkan matanya sesaat sebelum sebuah cahaya menyambut bola matanya indah.

Samar-samar ia mengingat sebuah kejadian sebelum dirinya tidur tadi, yaitu melihat Tasya dan sialnya ketahuan oleh Niara. Seakan tak cukup puas, kali ini Keanno kembali menatap Tasya.

Berbeda dengan tadi, karena kali ini gadis itu malah memanyunkan bibirnya sambil menutup telinganya dengan headseat. Semakin gemas saja Keanno melihatnya.

Layar ponsel Keanno yang tiba-tiba menunjukkan sesuatu disana, membuat fokusnya terbelah. Lantas jemarinya meraih ponsel yang berada di atas meja.

Keanno membuang nafas beratnya, lantas menggeser opsi menerima dari si penelpon.

"Iya?"

"Nanti jadi 'kan?"

"Iya jadi."

"Lo bener bawa mobil 'kan?"

"Iya."

"Baliknya ke cafe ya."
"Btw, cafe mana ya?"

"Terserah lo deh, gue mah ngikut aja."
"Eh gue ada guru nih, udah dulu ya."

"See u." klik. Panggilan diputuskan.

Persis setelah menutup ponselnya, rasa pahit kembali menggerayangi lidahnya. So, pasti kalian tahu apa yang bakal Keanno lakukan.

Beranjak dari kelas, lalu berjalan ke tongkrongan dan menghisap beberapa puntung rokok. Namun beberapa menit kemudian, langkahnya tertahan.

Guru berambut pendek itu lantas bertanya pada Keanno. "Keanno XI-IPS 1 'khan?"

Keanno lantas mengangguk.

Dahi guru itu lants mengkerut. "Kamu nggak kenal saya?"

Keanno diam membatu. Wajah guru itu cukup familiar, namun sungguh Keanno tidak mengetahuinya.

"Saya guru matematika kelas sebelas!!! Cepat ke kelas atau kamu tidak boleh ikut pelajaran saya," ancamnya dan mau tidak mau niat merokoknya ia tunda.

Jadi ini guru Matematikanya, memang sudah hampir tiga pertemuan ia belum menunjukkan hidungnya di kelas Keanno. Katanya, banyak pelatihan di beberapa kota. Lagian, baru pertama dateng kenapa galak banget kayak singa betina?

***

Sedari tadi kepulan asap silih berganti berupaya membaur dengan udara di tongkrongan ini. Semenjak tadi pelajaran matematika dimulai, si guru yang diketahui bernama bu Yuyun itu langsung mengecap bahwa Keanno adalah murid hama, ya tentu saja lewat tatapan tidak sukanya.

"Rumah gue yuk, nge-pes." Keanno menggeleng pada Nelvan.

"Gue juga nggak bisa!" timpal Nando.

Tatapan Nelvan kini ganti pada Ico. "Lo?"

Cengiran khas kembali Ico keluarkan. "Gue ada bisnis, ya nggak Do?"

Nando mendengus. "Duit aja cepet lo."

Segera Keanno beranjak dari kursinya. "Gue duluan ya!"

"Mau kemana lo?" ada jeda, "Mau ngebisnis sama gue nggak? Gue beliin bunga buat si Franda biar-"

"Bacot," dengus Keanno meninggalkan tempat tongkrongannya.

Jemarinya lantas membuka mobil bercatkan hitam itu, kemudian tidak membutuhkan waktu lama untuk Keanno bergabung dengan banyaknya kendaraan lain.

Entah berapa menit yang ia gunakan untuk menempuh ke sekolah Franda. Jaraknya tidak begitu jauh sih, sebenarnya. Ramainya siswa berseliweran membuat mata Keanno susah menemukannya, ditambah lagi Keanno hanya baru mengetahui Franda lewat foto linenya.

Malas menunggu, Keanno memutuskan untuk melakukan freecall.

"Lo dimana?"

"Gue udah di depan sekolahan."

"Mobil gue terios hitam, platnya B1220CR."

"Oh iya, iya gue lihat."

Suara ketukan kaca membuat Keanno membukakan pintu mobilnya dan kemudian perempuan yang bernama Franda duduk bersampingan dengan Keanno. Harum parfume juga sontak mendominasi hawa mobil Keanno.

Secara keselurahan, Franda memang good looking. Berambut panjang terurai dengan curlyan di ujung rambutnya, berkulit putih, berbody kecil dan bergigi kelinci yang membuat kesan imut pada dirinya.

"Lama ya?" Franda mencoba memecahkan keheningan.

"Enggak kok, santai aja."

Senyum Franda kini merekah. "Kita ke Cafe Fresco aja ya?"

Bersamaan dengan pertanyaan Franda tadi, rintik hujan kian menderas. Keanno lantas mengangguk setuju.

"Boleh disitu aja."

"Lo kenal Ico?" Franda kembali bertanya.

"Kenal," ada jeda. "Lo kenal juga?"

Keanno melihat kearah Franda sebentar saat ia terkekeh yang menunjukkan gigi kelincinya. "Dia pernah ngejar-ngejar gue.

"Tau kok gue. Si Ico sendiri yang cerita."

"Dia juga lebay so syok segala, kalo kita mau ketemuan," tutur gue sesekali menatap kearah Franda.

Kali ini ganti Franda yang menganggukan kepalanya. "Dia baik sih."

"Cuma?" Keanno menuntut balasan sambil membelokkan setirnya untuk memasuki pelantaran Cafe Fresco.

Franda menunjuk lahan kosong yang berpotensi untuk Keanno memarkirkan mobilnya. Kemudian Keanno mengikuti intruksinya.

Setelah mobilnya terparkir sempurna, keduanya berjalan memasuki cafe. Dan pandangan yang Keanno temui ialah teman sekelasnya. Perempuan yang sempat menjungkirbalikkan dunia Keanno lewat tatapannya.

"Mau dimana?" pertanyaan Franda mampu memutuskan kontak mata Keanno dengan Tasya.

"Disana aja ya?" seolah sedang bermonolog Franda lantas berjalan kearah sisi kanan Cafe, tanpa Keanno sadari jemarinya kini sedang bertautan dengan jemari Franda.

Lantas Keanno dan Franda langsung mendaratkan bokong dengan kursi yang berhadapan. Hawa dingin juga kini membaur dengan tubuh keduanya.

Tak lama mbak-mbak pelayan datang membawakan menu dan notes.

"Gue hot chocolatte."

Franda bergumam kecil sambil membolak-balikkan lembar menu. "Ini mbak, hot chocolatte satu. Roti panggang greentea satu."

Setelah mencatat apa yang dipesan oleh Franda, seorang waitress kemudian mengundurkan diri dari hadapannya.

Dalam hati, Keanno bersyukur karena posisi duduknya bisa melihat kearah Tasya. Ya, walaupun pandangannya sekali-kali dikacaukan oleh lalu-lalang pengunjung Cafe.

"Rumah lo dimana?"

Kali ini Keanno melihat Tasya sedang menopang dagu melihat kearah rintikan hujan. Asumsi kemudian mengitari otaknya, mungkin Tasya ingin pulang tapi hujan belum juga mengizinkannya.

Andai saja dirinya sedang tidak bersama Franda.

"Keanno?" panggil Franda sekaligus mengacaukan apa yang sedang ia pikirkan tadi.

"Iya?" ada jeda. "Eh sorry, tadi lo nanya apa?"

Namun bukannya Franda menjawab, Franda malah menoleh ke belakang kemudian matanya menangkap perempuan yang sedang bertopang dagu.

"Lo kenal?" tanya Franda sambil menoleh ke belakang.

Keanno mengangguk. "Temen sekelas doang."

"Sebelumnya lo nanya apa tadi?" Franda mengangkat bahunya acuh tak acuh mungkin tadi Keanno sedang bengong dan tidak sengaja menatap ke arah teman sekelasnya itu.

"Rumah lo dimana?"

"Di Barya---" Sial. Kenapa Nando bisa ada disini? Ralat, maksudnya kenapa Nando bisa ada di hadapan Tasya sekarang.

Apa mungkin ia janjian?

Tapi bukannya Tasya benci setengah mati sama Nando?

Franda kembali mengibaskan tangannya kearah Keanno. "No?"

Lantas Keanno mencoba tak menghiraukan pandangannya antara Tasya dan Nando. "Di Barya Persada."

Franda termanggut mengerti. "Lo lagi ada masalah?"

Keanno menggelengkan kepala cepat.

"Terus?" ada jeda. "Gue tahu kita belum deket lama, cuma kalo lo punya masalah bisa kom cerita ke gue."

Keanno tersenyum seulas. "Thanks ya."

"Gue boleh ngerokok?" tanya Keanno. Karena mungkin hanya rokok yang mengetahui seberapa sakit perasaannya.

"Lo lucu, masa ngerokok aja izin ke gue," kekeh Franda.

"Ya siapa tahu, lo benci cowok perokok," jawab Keanno asal kemudian menyulutkan api pada batang rokoknya. Diam-diam Keanno mencoba mencuri apa yang tengah Tasya dan Nando bicarakan.

Dari raut wajahnya si Tasya nampak belum bersahabat dengan kedatangan Nando. Namun Nando tak jarang memamerkan sederet giginya seolah dapat membuat Tasya luluh hanya karena umbaran senyumnya.

Dan jangan lupakan lagi, Nando kayaknya tidak setengah-setengah untuk merebut hati Tasya. Karena terbukti dengan sebucket bunga yang Nando keluarkan dari ranselnya.

"Rumah lo dimana?" tanya Keanno agar tidak terlalu terlihat mengikuti obrolan Tasya dan Nando.

"Di Graha pertiwi." Keanno mengangguk paham. Sesaat kemudian, pelayan itu menaruh makanan apa yang tadi Keanno dan Franda pesan.

"Lo beda dari cowok-cowok yang gue temui sebelumnya," Franda berterus-terang.

Dahi Keanno sontak mengernyit. "Beda?"

Franda lantas tersenyum tanpa mengizinkan mata Keanno melihat gigi kelincinya. "Nggak tahu sih gue, tapi ya alay nggak sih," ada jeda "Kalo gue bilang, gue nyaman sama semua cara lo? Santai tapi care."

Aneh, bahkan Keanno baru pertama kali melakukan pendekatan pada kaum hawa. Namun kenapa terkesan care, care darimananya? Tapi yasudahlah, untung cantik nih cewek. Coba modelan Sabil. Hus! Hus! Menjauhlah ibu Barney!

Ucapan Franda kali ini sama sekali tidak membawa dampak berarti untuk Keanno. "Lo bisa aja."

"Tapi gue serius," kekeuh Franda.

Bukannya Keanno tidak mau membahasnya lebih lanjut, cuma ini 'kan cuma taruhan belaka antara Keanno dan Ico. Sementara ini, ia hanya menganggap Franda sebagai teman.

"Lo kenal Didit nggak?" Keanno mencoba membelokkan obrolannya.

"Kenal. Dia temen sekelas gue."

"Makin goblok nggak dia?" tanya Keanno, untung saja perempuan di hadapannya ini gampang dibelokkan obrolannya.

Franda lantas terkikik kembali, "Kayaknya lebih deh, masa rambutnya dicukur kaya anak punk gitu. Ya jelas ngundang guru Bk lah."

Selanjutnya obrolan kembali membuat keduanya seolah tak jemu saling melemparkan sunggingan sudut bibirnya. Tapi tetap saja, Keanno tetaplah Keanno yang separuh hatinya ia rasa telah dimiliki Tasya.

Walau tanpa gadis itu ketahui.

***

"Tasya?" bersamaan dengan itu, perhatiannya terpecah. Matanya sontak terbelalak melihat siapa yang duduk didepannya kini.

Dahinya mengernyit serta ia memutar bolamatanya jengah. "Lo tuh maunya apa sih?"

Nando lantas menyengir kuda sambil mengaruk pelipisnya. "Gue maunya minta maaf sama lo."

"Gue bakal maafin lo, kalo lo jauh-jauh dari pandangan gue sekarang!" tandas Tasya.

Seolah tak menggubris ucapan Tasya, Nando malah membuka ranselnya dan astaga.....

"Ini buat lo?" kata Nando ragu-ragu sembari memberikan sebucket bunga.

Tasya hanya bungkam. Tidak ada rasa bahagia yang seolah menggelitiki perutnya seperti novel romansa-romansa yang sering ia baca.

"Lo maafin gue 'kan?" Tanpa sadar anggukan kecil dilakukan sempurna oleh Tasya.

"Yes!!!" sorak Nando gembira dan lantas membiarkan tangan perempuan itu menerima uluran sebucket bunga darinya.

Setidaknya Nando sudah sebegitu niatnya membelikan bunga yang Tasya rasa bentuknya sudah tidak indah lagi. Lagian siapa pula dirinya jika ada orang yang harus mengemis minta maaf kepada Tasya?

Tuhan aja pemaaf, masa hambanya tidak.

Diam-diam Tasya melirik kearah Keanno, kedua lawan jenis itu seakan asyik bersenda gurau seakan Cafe ini hanya milik berdua.

Himpitan benda berat lagi-lagi menjadi teman perasaannya, ingin rasanya Tasya menggantikan posisi perempuan itu. Ingin rasanya Tasya bisa bercanda sehangat itu dengan Keanno.

Tapi apalah dirinya? Jelas fisik lah yang akan angkat bicara.

"Pulang gue anterin ya?" ucapan Nando lantas melunturkan semua pemikirannya.

Terus saja berandai-andai, mana tahu besok bahagia.

Tasya bergumam. "Hm, gue bisa balik sendiri kok."

Seakan tak bosan, Nando kembali memamerkan sederet giginya. "Nggak ngerepotin kok."

"Nggak papa deh," tolak Tasya.

Nando lantas menghembuskan nafas beratnya, mungkin dengan cara pelan-pelan Tasya akan mendekat.

"Yaudah, hati-hati ya lo ntar."

"Lo ngintil gue disini?" mata Tasya seakan menyipit sembari menunggu balasan dari Nando.

Bukannya menjawab, Nando malah semakin terkekeh. Sinting kali ini orang!

"Lo lucu banget," ada jeda. "Jadi tadi gue niat mau ngasih bunga ini ke lo, eh pas gue cari ternyata lo udah nggak ada di sekolah. Makannya jangan heran kalo bentuknya udah kusut."

Tasya kemudian ber'oh ria setelah puas mendapat penuturan dari Nando.

"Ohiya gue mau nanya tentang lo."

"Hah?"

Manik mata keduanya kini seakan beradu, di dalam sana ada sebuah degup jantung yang berpacu lebih dari biasanya. Jelas saja, orang itu adalah Nando.

"Lo kenapa benci banget sama gue?" tanyanya to the point.

Tasya langsung melongo. Enak nggak ya kalo ngomong langsung kalo dia kayaknya tipikal cowok penjahat kelamin. Yang selalu menggilai cewe toge dan berbokong besar.

"Sya?"

"Hah?"

Kali ini Tasya memutuskan kontak matanya. "Gue takut sama cowok PK."

"Gue?"

***

Bogor, 20 Feb'18





Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top