5
Suasana back stage ramai luar biasa. Di ruang model sekitar dua puluh perempuan cantik tampak duduk sambil sibuk memegang ponsel masing-masing. Mereka menunggu waktu untuk make up dan menata rambut. Semua sibuk dengan diri sendiri seolah tak peduli dengan orang-orang yang ada di sekitar. Beberapa orang juga mondar mandir di luar ruangan. Tak seperti yang lain seorang perempuan cantik tampak duduk termenung di salah satu sudut. Rasanya tidak ingin menjalani pertunjukan kali ini, sayang kontrak sudah terlanjur ditandatangani. Namanya adalah Renata Dimitri. Hari ini jadwal manggungnya empat show. Salah seorang model papan atas yang sudah malang melintang sejak berusia enam belas tahun.
Tubuh tinggi dengan rambut coklat dipotong pendek. Bibirnya dipulas lipstick berwarna nude, membuatnya sedikit terlihat pucat meski kulitnya halus bersinar serta terawat. Perempuan cantik itu memiliki kecantikan yang paripurna. Sebagai keturunan Rusia ia memang memiliki seluruh keunggulan yang begitu dirindukan wanita lain sejak lahir. Tidak ada yang bisa membantah. Usia empat belas tahun memenangkan lomba gadis sampul. Bahkan sejak kecil sudah membintangi beberapa iklan.
Namun hari ini bukanlah keberuntungannya. Tadi malam kekasihnya memutuskan hubungan yang sudah berlangsung selama dua tahun. Ia terluka sendirian. Bramasta, seorang pengusaha ternama memilih mengikuti keputusan keluarganya. Pria itu setuju untuk dijodohkan dengan gadis yang masih merupakan salah seorang kerabat. Renata tidak kaget, karena kebanyakan hubungan seperti yang mereka jalani memang harus berakhir karena tuntutan keluarga atau pekerjaan. Hanya saja ia belum siap. Bramasta bukan hanya kekasih, tapi juga pelindung.
Bukan hal aneh jika banyak orang tua memandang sebelah mata pada perempuan yang memiliki karier sepertinya. Dianggap tidak agamis, matrealistis, dan juga bisa dibayar. Padahal tidak semua seperti itu. Sebagian memang ada, karena kebutuhan sebagai model itu besar. Keharusan untuk perawatan dan bergaul dikalangan sosialita adalah tuntutan pekerjaan. Semuanya butuh uang yang tidak sedikit.
Renata mengenal Bramasta di sebuah pesta. Hubungan mereka tidak langsung dekat. Bahkan tidak tahu kalau pria itu menyukainya. Hingga suatu hari ajudan pria itu menghubungi. Mereka bertemu di sebuah hotel secara diam-diam. Pertemuan selanjutnya jadi semakin sering. Perbedaan mereka tidak menyurutkan Renata. Ia suka pada pria yang lebih tua. Dimanja, disayang, diperhatikan adalah impiannya. Ia bukan butuh uang meski tak pernah menolak bila diberi. Senang dan merasa terlindungi sudah lebih dari cukup. Dari Bramasta ia mendapatkan sebuah apartemen sebagai hadiah ulang tahun.
Orang tuanya bercerai saat Renata masih kecil. Sebagai anak tunggal dan masih dibawah umur otomatis hak asuh berada ditangan ibunya. Ibunya adalah perempuan yang berharap begitu banyak dari sang anak sebagai pengais rejeki. Sejak perceraian, sang ibu juga pindah dari satu laki-laki ke laki-laki lain yang bisa memenuhi kebutuhan materinya. Bahkan saat ini tinggal bersama kekasihnya sejak lima tahun yang lalu tanpa pernikahan. Sehingga tidak ada yang memperhatikan Renata. Sementara ayah kandungnya kini entah di mana.
Tapi tadi malam kiamat itu datang. Saat Bramasta mengatakan kalau mereka harus berpisah karena orang tua pria itu mengancam akan mengumbar aib terlarang Renata ke media jika mereka tetap nekad melanjutkan hubungan. Ia bisa apa? Dia juga takut namanya hancur. Semua terasa sulit karena gadis itu mencintai Bramasta. Pria yang selalu memanjakannya. Teringat saat-saat yang mereka habiskan berdua. Renata tak pernah kesepian lagi. Meski harus menahan ego dan harga diri jika bertemu dengan kerabat kekasihnya saat berada di sebuah acara. Mereka akan membicarakan secara terang-terangan agar ia merasa tersindir.
Berusaha menahan tangis dan fokus pada pekerjaan nanti, Renata mengembuskan nafas panjang. Ini adalah hari terakhir Jakarta Fashion week. Dan ia ingin namanya tetap baik dimata para designer. Agar pekerjaan terus datang menghampiri. Seorang Chaperone memanggil beberapa model sekaligus termasuk dirinya. Gadis itu segera menyimpan ponsel dan bangkit berdiri menuju ruang make up. Beberapa orang segera mendekat dan mengurus penampilannya. Ia cukup diam saja membiarkan mereka bekerja. Ruangan terasa pengap karena begitu banyak orang.
Selesai dari sana, gadis itu melirik jam tangan. Masih ada waktu untuk sekadar minum kopi. Bergegas menuju Starbuck untuk sekadar berganti suasana. Ia butuh asupan energi dari minuman favoritnya tersebut. Selesai minum, segera kembali karena chaperone sudah menghubungi untuk memasuki ruang ganti. Para asisten designer bergegas mendekat untuk membantu mengenakan pakaian yang akan diperagakan. Dan kini tinggal memasang wajah dingin yang menjadi ciri khasnya untuk tampil dimuka publik.
***
Sebuah panggilan masuk saat Renata baru bangun tidur pagi hari berikutnya. Dari Mbak Dhiara, pihak agency-nya.
"Ya, mbak?"
"Saya sudah email pekerjaan kamu dua minggu ke depan ya. Selamat kamu terpilih sebagai salah satu model untuk pemotretan edisi musim semi dari Bagas Stanilaus."
"Terima kasih mbak." Akhirnya kabat bahagia datang.
"Jangan lupa jaga stamina karena pemotretan kali ini berlangsung di hutan."
"Baik mbak."
Renata bisa sedikit tersenyum. Ia masih bisa mendapatkan pekerjaan bagus. Siapa yang tidak kenal Bagas Stanilaus. Perancang Indonesia yang namanya sudah mendunia. Bahkan beberapa selebritis dunia mengenakan rancangannya saat menghadiri acara penting dalam karier mereka. Sebuah kesempatan emas jika terpilih sebagai salah seorang modelnya. Karena perancang itu biasanya menggunakan model-model kelas dunia.
Ia bukan gadis muda dalam dunia permodelan karena sudah berusia dua puluh enam tahun. Kariernya takkan lama lagi. di dunia pekerjaannya, waktunya hanya sebentar. Selama ini Renata belum menghasilkan apa-apa. Hanya sebatas memiliki rumah dua kamar dan juga mobil yang tidak bisa dikategorikan mewah. Ke mana semua uangnya? Habis untuk biaya hidup dan membantu maminya yang selalu merasa kekurangan.
Sebelumnya gadis itu tidak pernah berpikir untuk menyimpan. Masih ada Bramasta yang selalu menghujaninya dengan uang dan hadiah. Laki-laki yang menyayangi tanpa syarat. Ia pun tidak memberikan syarat, hanya senang bila ada yang memeluk disaat resah atau sedih. Hubungan mereka bukan seperti yang orang lain bayangkan. Dia tahu bagaimana laki-laki itu menjalani hidup selama ini. Berada dibawah bayang-bayang nama keluarga besar juga membuat Bramasta lelah.
***
Renata belum bisa tidur sampai hampir tengah malam. Sementara besok ada pemotretan. Suasana hatinya yang sedang kacau membuat semua menjadi tidak mudah. Sepulang dari sebuah acara perempuan itu kedatangan tamu tak diundang, Kamila Suwandono, ibu dari Bramasta. Tiba-tiba saja muncul di apartemennya. Mata ibu mantan kekasihnya itu memandang rendah seakan begitu percaya jika ia adalah seorang pecundang. Dia tidak datang sendiri, namun juga membawa anak perempuannya yang sudah remaja.
"Selamat malam." Sapa ibu dari tiga anak itu dengan angkuh.
"Malam." balasnya dingin. Mau tidak mau Renata harus bisa membela dirinya sendiri di depan dua harimau betina yang kelihatannya sudah sangat kelaparan dan ingin menerkamnya.
"Saya datang kemari ingin mempertegas, agar kamu benar-benar menjauhi putra saya."
"Kami sudah putus."
"Jika sekali saja saya melihat kamu masih bersamanya, saya tidak akan segan-segan membongkar masa lalumu ke media. Termasuk aib ibumu selama ini. Dan itu akan menghancurkan karir kamu."
Renata sudah terlalu lelah untuk menjawab. Saat ini tidak ingin membicarakan tentang seorang Bramasta. Tapi kenapa ada yang seolah terus menerus mengingatkannya?
"Dan gue ingetin, jangan pernah lagi mencoba menggoda kakak laki-laki gue. Kalau lo nggak mau gue siram pakai air keras, biar jadi batu sekalian!"
Apa yang ada dalam pikiran anak kecil ini? Sayang Renata sudah malas menanggapi. Lebih ingin beristirahat. Biar saja mereka dengan pikirannya. Kamila pasti membayar mahal agar bisa naik ke depan unitnya. Atau mengandalkan nama suami dan juga keluarganya yang merupakan keturunan pejabat. Perlahan dia menutup pintu apartemen. Namun, masalah hari ini belum selesai sebuah panggilan memasuki ponselnya. Dari mami!
"Ya, Mi?"
"Kamu di mana?"
"Ada di apartemen."
"Mami dengar kamu pisah dengan Bramasta. Kenapa bisa? dia ada janji untuk membelikan mami mobil."
"Kami tidak cocok."
"Seharusnya kamu mempertahankan. Meskipun jadi simpanan setidaknya hidup kamu tidak susah. Mau seperti mami!? Kamu jangan bodoh jadi perempuan. Kecantikan itu ada batasnya. Paling tinggi sampai usia tiga puluh lima. Waktu kamu semakin sempit untuk mendapatkan pria seperti Bramasta!"
"Sudah lah Mi, aku mau tidur sekarang."
"Jangan ditutup dulu. Besok kamu bisa kirim uang? Mami perlu untuk membayar tagihan kartu kredit."
"Berapa?"
"Delapan juta. Honor kamu waktu JFW sudah dibayar, kan?"
Renata mengembuskan nafas pelan.
"Tapi aku mau melunasi mobil supaya tidak mencicil lagi. Tidak ada yang bisa diharapkan untuk membayar."
"Nggak bisa begitu, kartu kredit mami sudah mau jatuh tempo. Makanya seharusnya kamu mikir kalau mau putus. Sudah punya tabungan belum? Atau kamu hubungi dia sekali lagi, begging lah dia pasti masih suka sama kamu."
Renata memutuskan sambungan telepon dan langsung mematikan. Sebenarnya ingin memberitahu ibunya bahwa Bramasta sudah memblokir nomornya. Laki-laki itu mungkin merasa waktu untuk mereka sudah cukup. Ia jelas kecewa, tapi mau bilang apa? Hubungan percintaan seperti ini memang takkan lama. Karena semua orang akan kembali pada kehidupan masing-masing. Kecuali dia tentu saja.
***
Pekerjaan hari ini mau tidak mau harus membuat Renata bangun pagi. Tidak banyak yang harus disiapkan. Seorang asistennya membantu membenahi koper yang kebanyakan berisi botol-botol perawatan tubuh. Juga handuk, bantal dan selimut. Gadis itu sulit tidur tanpa benda pribadinya. Pukul empat pagi dia sudah ke luar dari apartemen. Orang tidak pernah tahu bahwa dunia model sangat keras. Harus difoto di bawah terik matahari selama berjam-jam. Tidak boleh mengeluh dan tetap menampilkan wajah ekspresif kalau tidak mau diteriaki oleh pengarah gaya.
Bisa saja keesokan harinya dia harus difoto untuk produk kecantikan kulit yang menuntutnya terlihat bening dan putih. Karena itu segala macam krim tidak boleh tertinggal. Semua dibutuhkan untuk tetap menjaga penampilan. Dibiarkannya sang asisten menyetir. Renata ingin tidur cukup agar nanti bisa tetap berkonsentrasi. Tidak ingin berpikir tentang Bramasta lagi. Biarlah semua berlalu. Ia benar-benar sudah lelah. Apalagi memikirkan uang yang diminta ibunya dan bagaimana cara membayar cicilan lain.
***
Happy reading
Maaf untuk typo
14422
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top