12

Siang itu Moreno kembali menjemput Mihika. Kali ini kedua mantan mertuanya menyambut di halaman.

"Selamat sore Bah."

"Selamat sore, itu yang sama kamu jemput Mikha dari kemarin siapa?" tanya ibu mertua Moreno pelan sambil melirik tak suka ke dalam mobil. Renata tengah tertidur di sana karena kelelahan.

"Tamu, kenapa?"

"Pacar kamu?"

"Bukan, kebetulan dia datang sendirian. Saya sudah kenal cukup lama jadi saya ajak kalau keluar."

"Orang kampung ada yang nanya, apakah itu calon ibunya Mikha. Abah tidak melarang kamu dekat dengan perempuan lain. Tapi sebaiknya kenalkan pada Mikha kalau kalian sudah serius. Tidak baik seperti sekarang, pergi bersama terus." Akhirnya nasehat dari ayah mertuanya terdengar.

Meski tidak suka dengan kalimat itu tapi Moreno tetap menjawab dengan sopan. "Baik bah."

Mikha yang terlihat baru selesai berpakaian segera menghampiri dan langsung minta digendong. Setelah pamit kembali pria itu kembali menyetir menuju penginapan.

"Tante Renata kenapa?"

"Dia lelah, tadi ikut ayah ke hutan."

"Kapan-kapan aja aku ya, ayah."

"Siap sayang. Sekarang kamu siap-siap kita ke air terjun."

***

Renata terbangun saat kendaraan sudah berhenti. Moreno tengah duduk bersama Mikha di atas sebuah batu. Perempuan itu segera ke luar dari mobil dan menghampiri.

"Maaf saya ketiduran Mas."

"Tante Renata."

"Hai Mikha, lama ya, nunggu tante?"

"Enggak kok, ayo jalan." balasnya sambil meraih tangan Renata sementara tangan satunya tetap menggenggam tangan sang ayah. Sambil melompat kecil dan sesekali kedua orang dewasa itu mengangkat tangannya sehingga tubuhnya seolah melayang. Mikha tampak sangat bahagia.

Ternyata di air terjun ada beberapa orang. Mikha dengan senang hati segera bermain air, sementara Renata dan Moreno memilih untuk duduk tak jauh di atas batu. Tak lama orang-orang tersebut pamit pulang. Kini hanya tinggal mereka bertiga.

"Udaranya enak Mas. Nggak bosan ke sini terus."

"Silahkan, hubungi saya kalau mau kemari. Kamu mau main air?"

Renata mengangguk sambil tersenyum lebar lantas menyusul Mikha. Keduanya segera berendam diantar bebatuan dengan air yang jernih dan dangkal. Sesuatu yang segera mengganggu pemandangan Moreno adalah ketika kaos putih Renata mencetak gunung kembar dengan bra berwarna hitam. Pria yang sudah lebih dari enam tahun berpuasa tersebut segera beranjak pergi. Apalagi saat berdiri terlihat lekuk tubuh sempurna milik sang tamu.

"Mas mau ke mana?"

"Ke atas sebentar, cari jamur."

"Jangan jauh-jauh ya, kami cuma berdua." Teriak Renata sambil menatap sekeliling.

Pria itu akhirnya kembali duduk. Namun tak lama kemudian menyelam masuk ke air yang lebih dalam untuk sekadar menenangkan pikiran. Ia butuh air dingin untuk melupakan hasrat yang tiba-tiba datang. Sudah sangat lama tidak seperti ini. Tubuh sempurna dan terawat milik Renata terlalu menggoda. Laki-laki mana yang bisa menghindar? Sementara yang dicemaskan malah sibuk bercanda dan berpelukan dengan Mikha diantara air jernih yang mengalir.

Selesai mandi, ketiganya pulang. Masih dengan pakaian basah, beruntung Renata memangku Mikha. Sehingga bagian dadanya tak lagi terlalu tampak. Namun sebelum turun dari mobil menuju kamar, pria itu menyerahkan sebuah jaket.

"Pakai ini, kausmu terlalu tipis."

Model papan atas itu tersenyum malu. Baru kali ini ada pria yang melakukan itu. Memberi rasa hormat pada tubuhnya. Biasanya mereka akan segera menerkam begitu melihat ada kesempatan. Moreno tetap bersikap sopan. Atau mungkin karena ada Mikha? Tidak juga, tadi mereka memiliki banyak kesempatan, tapi tidak terjadi apapun. Atau memang pria itu sama sekali tidak tertarik pada perempuan? Seperti banyak pria di lingkungan pekerjaanya. Renata berusaha meredam rasa penasarannya sambil menatap pria yang tengah berjalan memunggunginya sambil menggenggam tangan Mikha.

***

Renata baru saja selesai mandi saat pintu kamarnya diketuk. Ternyata Mihika muncul dengan setelan baju tidur lucu bergambar Hello Kitty.

"Hai sayang, sudah datang."

"Sudah, Tante. Selamat sore."

"Sore juga. Kita makan coklatnya, yuk."

Mikha mengangguk senang. Gadis kecil itu segera masuk. Renata kini memangkunya di dekat jendela dan membukakan sebuah coklat berbentuk permen.

"Coklatnya enak, ada rasa strawberrynya."

"Iya, Mikha suka?"

"Suka sekali, kalau ayah ke kota sering bawa coklat juga."

Saat Renata menawarkan yang ketiga Mikha menolak.

"Sudah cukup tante, nanti ayah marah kalau terlalu banyak."

Dengan gemas gadis itu mencium pipi Mikha.

"Ayah kamu sering marah?"

"Iya, kalau Mikha makan coklat terlalu banyak. Karena pernah sakit gigi malam-malam."

"Sebenarnya tidak apa-apa kalau langsung minum air putih dan sikat gigi saat mau tidur. Kalau setelah ini makan roti mau?"

"Mau Tante, terima kasih."

Keduanya kembali saling bercerita. Gadis kecil itu kemudian berbaring dipangkuan Renata. Tak lama matanya terpejam sempurna. Sang model menepuk bokongnya sambil terus bernyanyi lembut tanpa menydari bahwa Moreno sudah berdiri di depan pintu kaca menatap mereka. Menikmati pemandangan putrinya yang begitu dekat dengan Renata. Tidak disangka kalau model papan atas itu bisa suka pada anak kecil dan memiliki aura keibuan yang kuat. Pria itu mengetuk pintu ketika merasa Mikha sudah benar-benar nyenyak.

"Selamat malam, apa Mikha merepotkanmu?"

"Tidak sama sekali, tapi dia sudah tidur Mas padahal belum sempat sikat gigi. Tapi tadi sudah minum air putih dan kumur-kumur. Mungkin dia lelah."

"Maaf kalau dia mengganggumu."

"Enggak mas, dia sopan sekali."

"Aku hanya bisa sedikit mengajarinya. Sini, biar kugendong. Kamu pasti sudah ngantuk."

"Belum, kok. Tadi sepertinya lumayan lama tidur di mobil." Renata segera menyerahkan Mikha. Tubuhnya kini berdekatan dengan Moreno. Aroma sabun mandi masih tercium membuat gadis itu sedikit terpaku. Belum lagi bulu halus yang ada disekitar dagu sang pemilik penginapan. Dengan lihai pria itu mengambil alih gadis kecilnya.

"Besok saya ke kota, kamu mau lanjut di sini atau pulang?"

"Pulang saja, saya harus bekerja lagi. Kalau ke Jakarta kabari saya Mas. Siapa tahu kita bisa makan bareng. Sekalian mau mengucapkan terima kasih karena sudah diajak jalan-jalan selama di sini."

"Ini tugas saya, lagian kamu membayar."

"Tapi saya senang karena diajak ke tempat-tempat terbaik."

"Kamu sudah merasa lebih baik?"

"Ya, setidaknya di sini saya bisa melihat orang lain yang tidak seberuntung saya. Waktu Mas cerita tentang beberapa teman yang hanya bersekolah sampai SD dan harus membantu keluarga di sawah. Mereka juga harus menggembala kambing atau sapi milik orang lain untuk mendapatkan upah. Rasanya saya memang harus sangat bersyukur, jalan sekian menit di catwalk dibayar besar. Belum lagi kalau ada iklan. Ibaratnya semua yang saya lakukan menghasilkan uang. Itu adalah hal yang tidak bisa disangkal dari keberuntungan saya."

"Selama ini saya lebih memikirkan kegagalan. Tentang ayah yang tidak pernah saya kenal. Ibu yang menggantungkan keuangannya pada saya. Hubungan yang selalu gagal karena kebanyakan yang naksir adalah suami orang. Saya selalu berpikir tentang sisi buruk kehidupan. Padahal saya layak bahagia."

"Setiap orang akan bahagia dengan caranya sendiri, Renata. Nikmati waktumu, karena waktu takkan pernah kembali."

"Ya, dan waktu juga mempertemukan saya dengan Mas Moreno."

Pria itu tersenyum lebar. "Kamu istirahat, sudah malam. Terima kasih sudah menidurkan Mikha. Pertanyaannya pasti banyak sekali."

"Iya, tapi saya suka. Dan ada yang membuat saya ingin menangis."

"Apa?"

"Dia bertanya apakah saya punya ibu. Dan bagaimana rasanya punya ibu." Kali ini mata Renata malah berkaca.

"Maaf kalau dia sudah membuat kamu bersedih. Itu juga yang sering ditanyakannya pada saya. Yang sayangnya tidak pernah terjawab. Karena ibu kami sama-sama meninggal saat melahirkan."

Renata kini benar-benar menangis. Moreno meletakkan Mikha di sampingnya lalu mendekati gadis itu. Menepuk bahunya tapi tangisan itu semakin kencang. Pria itu segera memeluknya.

"Kamu boleh cerita ke saya supaya lebih lega."

"Saya lelah harus membiayai kehidupan mewah Mami. Selama ini saya sudah bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya. Saya ingin sesekali Mami mengerti kalau uang saya terbatas. Memang job selalu datang, tapi besok lusa bisa saja berhenti. Saya harus berusaha agar bisa terus bekerja. Mungkin Mas Moreno tidak percaya, saya kemari karena tidak punya uang untuk liburan ke Bali. Saya tidak sekaya yang Mami dan orang lain pikirkan. Dunia model membutuhkan biaya besar untuk perawatan tubuh dan gaya hidup. Tapi saya tetap harus bertahan, karena Mami adalah satu-satunya keluarga yang saya miliki. Punya ibu tidak selalu indah Mas. Ada kalanya seseorang harus seperti saya sekarang."

Moreno mengelus rambut Renata. Hingga akhirnya perempuan dalam pelukannya terlihat lebih tenang.

"Saya bahkan bersedia menjadi simpanan agar bisa memiliki uang lebih. Mas paham kan, apa yang saya maksud? Saya tidak sebersih yang orang lain kira. Setiap hari harus memasang topeng agar orang-orang terus mempekerjakan saya."

Lama hingga kemudian pelukan itu terlepas. Moreno tidak berkata sepatah katapun.

"Terima kasih karena sudah mendengarkan saya Mas."

"Kamu boleh bercerita apapun pada saya."

"Besok Mas pulang jam berapa?"

"Kita berangkat jam dua pagi ini, bisa?"

"Ya, nanti ketuk saja pintu kamar saya. Mikha?"

"Akan saya antar ke rumah kakeknya. Dia harus sekolah besok."

"Kasihan Mikha. Oh ya, tadi dia suka gelang saya. Ini kebetulan bisa di-adjust kok. Walau sedikit kebesaran ditangannya. Titip buat dia, ya" ujar Renata sambil melepas jam dipergelangan tangannya.

"Tidak usah, dia anak-anak yang selalu menginginkan sesuatu. Saya tidak mendidiknya untuk mendapatkan sesuatu dengan mudah."

"Anggap saja pemberian seorang teman. Lagi pula ini tidak mahal."

"Lain kali saja kalau kalian bertemu, berikan langsung padanya. Saya sedikit malas bila nanti ditanyai oleh kakek dan neneknya. Kamu mengerti kan, mereka adalah mertua saya. Dan kami tinggal di kampung. Di mana berita kecil saja akan menjadi santapan banyak orang. Tidak ada rahasia di sini."

Renata akhirnya mengangguk. Paham akan posisi pria itu di depan keluarga besarnya. Ia tidak bisa memaksakan apapun.

***

Happy reading

Maaf untuk typo

7522

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top