The Twin Enigma
Rakyat Atheria tengah merayakan kebahagiaan atas berlangsungnya pernikahan antara raja dan ratu baru mereka, Jaemin dan Minju. Pernikahan tersebut tidak diadakan dengan megah namun terlihat megah karena seluruh rakyat memberikan sambutan yang meriah.
Saat Jaemin dan Minju berkeliling wilayah dengan menaiki kereta kuda, salah seorang warga menghentikan laju kereta mereka. Jaemin dan Minju memutuskan untuk turun dari kereta dan menghampiri warga yang ternyata adalah seorang nenek tua.
"Ada apa, Nek?" tanya Jaemin.
Nenek itu maju, menghampiri pasangan suami istri baru itu lebih dekat lagi. Tanpa diduga oleh Jaemin maupun Minju, nenek itu meraih tangan mereka dan menyatukannya.
Beliau tersenyum, "Tidak lama lagi kalian akan mendapatkan kabar yang amat membahagiakan. Kalian akan melahirkan keturunan luar biasa yang membawa berkah untuk kerajaan ini. Rawat dan didiklah keturunan kalian dengan baik hingga pada saatnya tiba, mereka dapat menghadapi takdir mereka dengan baik pula."
Jaemin dan Minju refleks saling menatap begitu nenek tersebut selesai dengan ucapannya. "Apa maksud perkataan Nenek? Apa yang sebenarnya ingin Nenek sampaikan?" tanya Minju.
"Hanya itu yang ingin kusampaikan. Nanti juga kalian akan mengetahui apa yang kumaksud," balas Nenek.
Setelahnya, Nenek itu berlalu pergi begitu saja. Jaemin dan Minju kembali saling tatap dan menggeleng pertanda sama-sama tidak mengerti dengan perkataan nenek tersebut. Keduanya memutuskan untuk kembali naik ke kereta untuk melanjutkan perjalanan pulang menuju istana.
*****
Tiga bulan berlalu sejak pernikahan, tabib istana menyatakan jika Minju tengah mengandung. Kabar kehamilan Minju tersebar begitu cepat ke seluruh penjuru Atheria. Rakyat kembali memberikan sambutan kebahagiaan untuk calon putri atau pangeran kecil yang akan lahir sebagai keturunan Atheria itu.
Usia kandungan Minju tentu terus bertambah. Semakin dekat dengan perkiraan kehamilan, Jaemin dan Minju semakin dibuat tidak sabar oleh rasa penasaran mereka yang selalu teringat akan perkataan nenek tua di hari pernikahan.
"Kira-kira, apa yang nenek itu maksud, ya? Berkah apa? Takdir apa? Mengapa beliau mengatakannya seakan yang dimaksud adalah hal besar?" Minju bertanya-tanya. Wanita itu benar-benar dibuat tidak tenang setiap harinya hanya karena memikirkan perkataan nenek tua.
"Sudahlah ... jangan terlalu dipikirkan, nanti malah membuatmu sakit," ujar Jaemin. "Apapun yang dimaksud nenek itu, aku yakin nenek itu berniat baik dengan mengatakannya pada kita."
Minju mengangguk, "Kalau itu aku tahu. Aku juga yakin jika nenek itu bermaksud baik dengan mengatakan hal itu pada kita. Tapi tetap saja aku begitu penasaran dengan maksud di baliknya."
"Sudah, kau istirahat saja. Kandunganmu sudah sangat besar, jangan terlalu banyak bergerak, nanti kau cepat lelah. Ayo kuantar kembali ke kamar," ujar Jaemin.
Jaemin membantu Minju bangkit dari posisi duduknya. Merangkul lengan istrinya itu dan membawanya berjalan kembali ke kamar dengan hati-hati.
*****
Hari kelahiran tiba. Minju berada di dalam kamar bersama para dayang dan tabib wanita yang akan membantu proses persalinan. Jaemin menunggu di luar kamar bersama beberapa penjaga.
Kedua tangan Minju dililitkan pada kain putih yang nantinya akan berguna bagi Minju untuk mendapatkan kekuatan untuk mendorong bayinya keluar dengan menarik kain tersebut.
Minju merasakan kontraksi yang semakin hebat sampai membuatnya bergerak ke kiri dan kanan dengan tidak nyaman.
"Yang Mulia Ratu apakah sudah siap? Jika sudah, saya akan memulai persalinan sekarang," tanya tabib itu.
Sang Tabib menyentuh perut besar Minju, menekannya pelan untuk merasakan apakah si bayi memang sudah siap untuk dikeluarkan dari perut ibunya.
"Sudah," Minju menjawab susah payah. "Lakukan saja sekarang. Aku sudah tidak kuat menahan rasa sakitnya."
Persalinan dilakukan. Minju mengejan dengan susah payah dan cukup lama hingga akhirnya suara tangis penerus Atheria terdengar begitu kencang.
"Selamat, Yang Mulia Ratu. Anda mendapatkan seorang putra." ujar tabib seraya menunjukkan wajah bayi dalam gendongannya pada Minju.
Bayi laki-laki itu diserahkan pada salah satu dayang untuk dibersihkan terlebih dulu. Tak lama, Minju merintih karena merasakan jika perutnya kembali sakit.
Tabib kembali memeriksa dengan menyentuh perut Minju. "Luar biasa, Yang Mulia! Masih ada satu bayi yang akan lahir. Yang Mulia akan melahirkan bayi kembar pertama dalam sejarah keturunan Atheria!"
Sepuluh menit berselang dari bayi pertama, bayi kedua menyusul lahir. Perempuan. Para dayang membantu membersihkan Minju dan kedua bayinya, sementara tabib keluar untuk menjelaskan kabar gembira tersebut pada Jaemin.
*****
Minjae dan Minji. Itulah nama yang diberikan untuk pangeran dan putri Atheria. Apa yang nenek tua katakan itu benar. Kelahiran mereka membawa berkah bagi Atheria. Beberapa wilayah yang tengah mengalami krisis pangan karena tanah lahan pertanian bermasalah hingga yang tengah terserang wabah penyakit seketika membaik.
Para petani menemukan solusi untuk membuat tanah kembali subuh dan para tabib yang semula putus asa untuk membuat racikan obat, kini berhasil menyebarkan obat tersebut untuk rakyat yang terserang penyakit tersebut.
Keduanya tumbuh semakin besar dengan cepat. Kini Minjae dan Minji sudah berusia lima belas tahun. Mereka sudah mengerti bagaimana menjadi anggota kerajaan yang memimpin para rakyat dengan baik. Tak jarang bagi keduanya untuk membantu Sang Ayah dalam mengambil keputusan untuk rakyat maupun kerajaan.
Namun, selain perihal berkah, nenek tua itu juga mengatakan jika akan ada suatu takdir yang harus Si Kembar hadapi. Masa jaya yang didapat oleh Atheria sejak kelahiran Si Kembar membuat kerajaan dari Timur—Calestia tidak senang.
Raja Haechan sedang mengumpulkan pasukan dan menyiapkan penyerangan terhadap Atheria. Lebih tepatnya rencana untuk menculik Si Kembar dengan menyerang kerajaan sebagai trik pengalihan agar Jaemin menjadi sibuk dan tidak awas terhadap kedua anaknya.
Tengah malam saat penyerangan itu terjadi, Minjae dan Minji yang memang masih terjaga lantas langsung keluar dari kamar masing-masing dan bertemu di ruang baca. Sejak mereka kecil, Jaemin dan Minju sudah mengajarkan mereka untuk bersembunyi di ruang baca jika terjadi sesuatu pada istana.
"Kau mendengar suara tembakkan itu?" Minji bertanya.
Minjae mengangguk, "Iya, aku mendengarnya. Apakah kerajaan kita sedang diserang? Bagaimana dengan Ayah dan Ibu?"
"Jangan bertanya padaku. Aku juga bertanya-tanya mengenai hal itu," balas Minji. "Apa kita keluar saja? Kita cari tahu di mana Ayah dan Ibu."
"Itu bukan pilihan baik, Minji. Ayah dan Ibu sudah memerintah kita sejak kecil untuk bersembunyi di sini," ujar Minjae.
Kali ini Minji yang mengangguk, "Aku tahu itu. Tapi apa kau ingat? Ayah dan Ibu pernah menceritakan tentang nenek tua yang mengatakan jika kita harus siap untuk menjalankan takdir kita? Mungkin saja penyerangan ini yang nenek itu maksud."
Hening. Minjae terdiam, berusaha mencerna ucapan Minji yang ada benarnya. Mereka akhirnya memutuskan untuk keluar dari ruang baca. Begitu membuka pintu, keduanya dikagetkan dengan munculnya seorang peri yang terbang tepat di depan wajah mereka.
"Akhirnya kalian memahami takdir kalian, ya," ujar peri itu.
"Bagaimana kamu tahu? Apa jangan-jangan kamu itu nenek tua yang menghampiri orangtua kami dulu?" tanya Minjae.
Peri itu mengangguk. "Benar. Aku menyamar menjadi nenek tua saat itu. Sekarang saatnya kalian menghadapi takdir itu. Jadilah pahlawan yang mendamaikan kedua kerajaan. Kalian bisa memanipulasi apapun yang ingin kalian manipulasi."
Setelahnya, peri itu menghilang. Minjae dan Minji lantas saling tatap, tak mengerti dengan maksud kalimat terakhir Si Peri.
"Nanti aja mikirnya. Sekarang kita ke luar dulu buat lihat situasinya," ujar Minjae.
Ternyata, di halaman istana begitu kacau. Para prajurit dari dua kerajaan bertarung sengit. Minaje dan Minju dapat melihat Jaemin di depan sana juga sedang beradu pedang dengan Haechan. Minju tidak terlihat. Mungkin Jaemin meminta istrinya itu untuk bersembunyi.
"Minjae! Peri tadi bilang kita bisa memanipulasi apapun, 'kan? Bagaimana jika aku memanipulasi waktu, lalu kau memanipulasi pikiran orang-orang terutama Raja Haechan itu?"
Minjae mengangguk, "Ide bagus! Oke. Mari lakukan seperti itu."
Setelahnya Minji memejamkan mata lalu menjentikkan jemarinya. Seketika waktu berhenti. Minjae bergegas menghampiri Haechan yang berada di barisan paling depan sana dengan melompati tubuh beberapa prajurit yang telah menjadi korban.
Begitu tiba di hadapan Haechan, Minjae berkata, "Salam hormat, Raja Haechan dari Calestia. Sebelumnya terima kasih karena mau berkunjung ke Atheria. Tapi mohon maaf, Baginda. Kunjungan Baginda sangat tidak menyenangkan untuk Atheria. Ada baiknya, Baginda menghentikan penyerangan ini. Akan lebih menyenangkan jika Atheria dan Calestia bekerja sama untuk memajukan wilayah masing-masing. Setelah Minji mengembalikan waktu seperti semula, kuharap Baginda mau berbaikan dengan Ayah lalu kembali ke Calestia secara baik-baik."
Minjae kembali ke tempat Minji menunggunya. Minji kembali memejamkan mata dan menjentikkan jemarinya untuk mengembalikan waktu yang sempat ia berhentikan. Mereka bisa melihat, di depan sana Jaemin dan Haechan berjabat tangan. Setelahnya, pasukan Calestia mundur dan kembali pulang.
Si Kembar telah berhasil menjalankan takdir mereka sebagai pemersatu dua kerajaan yang tengah berperang. Bahkan selain mendapat kekuatan untuk memanipulasi sesuatu, Minji juga mendapat kekuatan untuk menyembuhkan luka. Minji membantu menyelamatkan para prajurit yang terluka. Jaemin dan Minju merasa lega karena apa yang diramalkan mengenai kedua anaknya bukanlah suatu hal yang berakhir dengan buruk.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top