The Neverland
Sekelibat cahaya membuat mata bulat Wendy terbuka, ia menyipitkan mata, menyesuaikan indra penglihatannya. Mata itu berkedip beberapa kali, kemudian terbuka lebar. Suara nyaring terompet menggedor telinganya.
"Selamat ulang tahun, Wendy! Ayo buat keinginan dan tiup lilinmu!"
Ia mendekap kedua tangannya di dada lalu memejamkan mata. "Aku berharap aku akan menikmati dunia lebih lama. Aku ingin memiliki pengalaman yang tidak terlupakan," ucapnya. Kemudian, ia meniup lilinnya.
***
Suara ketukan di jendela kamar gadis berambut pirang ikal itu mengejutkannya. Ia memandang ke arah jendela, dahinya mengernyit. Bagaimana mungkin seseorang bisa mengetuk jendela kamarnya di lantai dua?
Knock. Knock. Knock.
Suara itu terdengar lagi. Wendy menggigit bibir, kemudian menarik napas dalam, memberanikan diri untuk beranjak. Tangan kecil itu gemetar, membuka perlahan jendelanya. Baru terbuka sedikit, ia merasakan angin besar masuk ke dalam ruangannya. Membuat tubuh kecil Wendy terjatuh ke belakang.
"Wendy, selamat ulang tahun!" ucap suara anak laki-laki yang terdengar riang. Sosok berbaju hijau dengan topi kerucut itu sudah ada di hadapan Wendy membuat sang gadis terkejut hingga memundurkan tubuh menjauh. "Ah, aku lupa memperkenalkan diri. Aku Peter Pan, the Guardian of Neverland," kata anak laki-laki itu sambil mengulurkan tangannya membantu Wendy berdiri.
Wendy memandangnya beberapa saat, sebelum ia menyambut uluran tangan Peter Pan dan berdiri. "Neverland? Peter Pan?"
Belum hilang keterkejutannya, lagi-lagi sekelibat cahaya masuk ke dalam ruangannya. Benda berkilau kecil itu menabrak dinding, kemudian terjatuh. Perlahan, cahaya itu membentuk sebuah rupa, Wendy menutup mulutnya. "Tinkerbell?"
Sebuah cengiran lebar muncul di wajah si peri kecil dengan sayap kupu-kupu dan gaun hijau di tubuhnya. "Halo, Wendy Darling! Aku tidak menyapa akan bertemu denganmu--ah biasanya kamu hanya mendongeng soalku," sapa makhluk yang dipanggil Tinkerbell itu. Ia duduk di bahu Peter Pan dan tersenyum.
Bukannya menjawab, Wendy malah menjatuhkan dirinya di ujung tempat tidur. Ia mengusap wajah beberapa kali, memastikan sosok di hadapannya nyata. Tinkerbell mengangkat bahu, ia menjentikkan jari dan seketika sebuah gulungan perkamen muncul dan terbuka, lalu bersuara:
"Hallo, Wendy Darling. Sebuah kehormatan bagi Neverland untuk mengundangmu hadir dan menikmati dunia tanpa waktu yang selalu kamu ceritakan untuk adik-adikmu. Kami akan mengajakmu berkeliling, menjadikanmu tamu kebesaran kami sebagai hadiah ulang tahunmu kali ini. Dengan hormat, Neverland."
Lagi, mata bulat Wendy semakin terbuka lebar. Ia berjalan menuju salah satu rak buku di ujung kamarnya, kemudian mengambil buku berwarna kecokelatan dan membuka halaman pertamanya. Tampak sosok Peter Pan dan Tinkerbell di sana. Ia memandang buku itu sekali, lalu beralih pada dua sosok magis di hadapannya. "Kalian ... nyata?"
Peter Pan tertawa, ia menghampiri Wendy. "Ya, kami nyata. Bukan hanya dongeng yang selalu kau baca."
Sang Peri terbang rendah, berhenti beberapa sentimeter dari hidung Wendy. "Ayo katakan kamu siap menjelajahi Neverland. Kita akan pergi ke sana."
Wendy memandang mereka beberapa saat, kemudian ia berkata, "Aku siap berkunjung ke Neverland."
Tangan Peter Pan memegang tangan Wendy, keduanya terbang rendah mengitari ruangan kamar itu, sebelum akhirnya keluar melalui jendela. Wendy menggenggam erat tangan Peter Pan, ia pejamkan matanya karena ketakutan. Suara tawa renyah Tinkerbell terdengar.
"Buka matamu, Wendy. Langit malam ini cerah, kau akan bersenang-senang," kata Peter Pan ringan.
Meskipun takut, ia membuka matanya perlahan. Mata cantik itu berbinar indah melihat pemandangan kota di bawahnya. Kota kecil dan dengan bangunan itu dipenuhi lampu, sangat indah. Kemudian ketiganya menembus sebuah awan abu kebiruan, sebuah sengatan listrik terasa di tubuh Wendy. Ketika ia membuka mata, pemandangan lain terlihat.
Kaki telanjangnya menyentuh permukaan air laut yang tenang. Pandangannya lalu dimanjakan sebuah daratan penuh bunga dengan warna yang cantik, di atasnya berterbangan peri-peri mungil menari. Terangnya bulan pun berganti dengan hangatnya matahari. Ketiganya terbang lebih rendah, kemudian berhenti di salah satu tepi sungai, tidak jauh di sana terdapat air terjun.
"Kita sudah sampai di Neverland," kata Peter Pan dengan senyum lebar di wajahnya. "Tempat apa yang ingin kau kunjungi?"
Tidak menjawab, Wendy berlari ke tepian sungai. Ia dapat melihat ikan-ikan berenang di sana. Airnya sangat jernih, dan sejuk. Tidak lama, ia merasakan sebuah kibasan membuat air membasahi wajahnya. Seekor duyung dengan ekor indah berwarna biru terlihat di sana, ia tersenyum ramah pada Wendy.
Wendy menghampiri Peter Pan dan Tinkerbell, kemudian mereka bertiga berjalan kaki berkeliling di sekitar hutan. Mata Wendy tidak henti menunjukkan binar kagum akan keindahan hutan. Pepohonan yang tinggi menjulang, dengan beberapa buah yang menggantung indah di dahannya. Belum lagi hewan-hewan kecil yang berbicara dalam bahasa manusia tidak henti menyapanya. Peter Pan juga mengajaknya memetik beberapa bunga yang tengah mekar. Keduanya sampai di sebuah tanah lapang dan memutuskan untuk beristirahat di sana. Tangan Wendy yang terlatih membuat mahkota dari bunga itu, menyusun satu demi satu, warna demi warna.
"Terima kasih karena telah mengajakku berkeliling di sini," katanya dengan tulus. "Ini adalah ulang tahun terbaikku!"
Peter Pan tersenyum, ia memerhatikan gurat bahagia di wajah Wendy. "Aku yang harus berterimakasih padamu, berkatmu, Neverland tidak pernah mati."
"Maksudmu? Bagaimana mungkin tempat seindah ini mati?"
Anak laki-laki itu menjatuhkan tubuhnya di padang rumput. Ia memandang langit yang cerah. "Kau selalu berdongeng tentang Neverland, hal itu yang membuat kami masih bisa tinggal di sini. Kau membuat Neverland dikenang keberadaannya, itu kekuatan dunia ini."
Wendy mengangguk paham. "Aku selalu suka berdongeng, apalagi tentang Neverland, bagaimana sebuah dunia bisa menghentikan waktu dan membuat penghuninya abadi," Wendy menatap Peter Pan sesaat, "Apa rasanya menjadi kekal?"
"Apa kau mau menjadi kekal?" tanya Peter Pan pada Wendy.
Gadis yang ditanya mengangkat bahunya, tersenyum. "Mungkin? Namun, jika menjadi kekal artinya sendirian, aku tidak akan sanggup. Kau tahu sendiri, selama ini hidupku untuk adik-adik dan keluargaku."
Peter Pan duduk dan mendekat ke arah Wendy. "Tinggallah di sini. Kau tidak akan sendirian."
Kali ini Wendy terdiam, ia memandang Peter Pan dalam. "Bagaimana mungkin?"
"Neverland selalu menerima siapa pun yang ingin tinggal di sini. Kau bisa melakukan apa pun yang ingin kaulakukan. Kau bisa menjadi apa pun, tanpa terikat siapa pun," ujarnya lagi. Ia memegang tangan Wendy. "Tinggallah di sini, Wendy. Tinggalkan dunia yang mengikatmu. Berhentilah menua."
Tidak menjawab, gadis itu hanya menarik pelan tangannya dan melanjutkan merajut mahkota bunga. Ia tidak mungkin tinggal di Neverland, tidak mungkin meninggalkan keluarganya.
***
Waktu terasa berlalu bagi Wendy, ia mulai merasa gelisah. Bukankah ia harus kembali? Namun, Tinkerbell mengajaknya ke sebuah perayaan para peri malam ini. Dengan bubuk sihirnya, Tinkerbell membuat baju tidur yang Wendy kenakan menjadi gaun berkilau. Keduanya berjalan menuju tempat perayaan para peri. Konon katanya, peri akan membuat ramalan bagi setiap orang yang beruntung.
Suasana perayaan itu tampak meriah, dengan hiasan lampu di sana sini, api unggun di tengah lingkaran duduk peri, dan sebuah bola berkilau di sana. Acara dibuka dengan tarian peri bunga yang cantik, kemudian seorang ratu peri maju dan merapalkan mantra pada bola itu, sontak wajah Wendy muncul di sana. Wendy memandang Tinkerbell ragu, kemudian ia didesak untuk maju ke tengah lingkaran.
"Selamat datang Wendy di Neverland, apa yang ingin kauketahui dari ramalan ini?" tanya sang Ratu.
Wendy bergeming, lalu berkata, "Apa yang akan terjadi pada kehidupanku sepuluh tahun dari sekarang?"
Ratu tersenyum, ia menaruh tangannya di atas permukaan bola. Dari tangannya terlihat serbuk peri berjatuhan dan sekelibat bayangan muncul. Bola itu memperlihatkan sosok Wendy dalam versi lebih dewasa. Sosok itu tampak sibuk, dengan baju yang lusuh dan penampilan yang lelah. Ia mengerjakan berbagai pekerjaan rumah, lalu pergi bekerja, dan kembali ke rumah untuk menyelesaikan pekerjaan rumah lagi.
Wendy mengernyitkan kening. "Apa ini kehidupanku nanti?" tanyanya dengan nada bergetar.
Ratu itu mengangguk pelan, raut simpati tampak pada wajahnya. "Aku hanya menampilkan ramalan bola, dan mungkin saja tidak benar. Namun, bola ini dipercaya sejak ratusan tahun lalu."
Ia berlari menjauh dari perayaan, Tinkerbell yang terkejut terbang rendah dan mengejar Wendy. Ia menahan langkah gadis itu. "Ada apa, Wendy?"
Gadis itu terisak. "Aku ingin melakukan banyak hal. Bukan kehidupan yang tergambar di bola itu," jawab Wendy.
Tinkerbell memeluk Wendy erat. "Bisa saja bola itu salah, Wendy. Nantinya setelah kau kembali pada duniamu, mungkin saja kau akan segera melakukan banyak hal yang kaumau?"
Masih terisak, Wendy menggeleng. "Apa aku bisa melakukan banyak hal nantinya? Bagaimana jika aku terus terikat? Bagaimana jika Peter Pan benar? Apa aku lebih baik tinggal di sini?"
Tinkerbell tidak menjawab. Ia mengusap punggung Wendy. "Ayo kita cari Peter Pan dan aku akan mengantarmu pulang."
***
Perjalanan pulang itu tampak hening. Wendy hanya menggenggam tangan Peter Pan tanpa bicara, sibuk dengan pikirannya sendiri. Waktu berjalan begitu cepat, ketiganya sudah sampai di kamar Wendy. Gadis itu turun dengan ragu, memandang kedua sosok di hadapannya.
"Terima kasih karena mengantarku pulang, juga karena mengajakku berkeliling di Neverland," kata Wendy dengan pelan. Tinkerbell mengangguk, bersiap untuk terbang pulang.
Peter Pan memandang Wendy lekat, seolah ingin mengatakan sesuatu, tapi ia urungkan. Baru saja ia akan terbang, Wendy menarik tangannya.
"Bawa aku. Aku tidak ingin menua dan terikat pada siapapun. Aku rasa kau benar, tumbuh dewasa dan hidup di sini akan menyusahkanku," kata gadis itu lirih.
Peter Pan tersenyum lebar. "Kau yakin?"
Wendy mengangguk, kemudian memejamkan matanya. "Aku ingin tinggal selamanya di Neverland."
Cahaya keluar menyelimuti tubuh Wendy, mengubah gadis itu menjadi sebuah kepompong kecil yang dimasukkan dalam tas Peter Pan. Tinkerbell dan Peter Pan berpandangan. Senyum aneh muncul di sudut bibirnya. "Satu lagi manusia tidak bersyukur yang berhasil kuculik."
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top