Miss

"Mau selfie berapa kali pun, wajahmu nggak bakal tiba-tiba berubah, kan?"

Teguran dari Anya tetap tidak kupedulikan. Ia memang sudah terlalu sering menegurku seperti itu, dengan kata-kata yang selalu sama persis.

"Nggak, Nya, angle dan lighting juga berpengaruh, lho." Aku memotret wajahku berulang kali dan memang rencananya baru akan review lagi setelah mengambil banyak gambar. "Pencahayaan di sini lumayan juga ya."

"Kita udah pindah tiga tempat, tapi kamu selfie mulu. Ayo dong sesekali Q time lepas handphone," bujuk Anya.

"Nanti kalau udah ketemu foto bagus, aku pasti lepas handphone, kok," hiburku, yang sebenarnya tidak terlalu berarti.

"Kenapa sih selfie mulu? Artis bukan, selebgram bukan. Faedahnya apa?"

Aku sendiri punya alasan mengapa terus melakukan hal ini.

Pertama, kalau bukan sekarang, kapan lagi? Apa yang bisa dikenang di masa tuaku nanti jika bukan fotoku saat masih muda? Aku muak karena tidak menemukan begitu banyak foto diriku sendiri saat masih bayi.

Kedua, dari seratus foto yang tertangkap, biasanya hanya ada dua sampai tiga foto yang pantas untuk dipublikasikan di sosial media. Intinya sih, aku hanya menambah peluang untuk mendapatkan foto yang bagus.

Ketiga—

"Lana! Kamu nggak denger, ya?!" tegur Anya dengan wajah sebal. Tampaknya dia sadar bahwa aku tidak menyimak perkataannya sedaritadi.

"Apa?"

"Itu, anting kananmu hilang!"

Perkataan Anya langsung membuatku refleks meraba ujung kupingku dengan gugup. Menyadari bahwa aku memang tidak merasakan anting itu, sontak membuatku panik.

"Astaga, jatuh di mana, ya?!"

Aku langsung panik. Debaran jantungku langsung memburu. Semua pemikiran tentang foto yang indah pun langsung buyar begitu saja.

"Hilangnya sejak kapan?!" Tentu, aku semakin frustrasi begitu menyadari betapa besarnya peluang anting itu untuk hilang.

"Ya, mana kutahu! Aku saja baru nyadar barusan!"

Aku pasti akan dimarahi habis-habisan oleh Ibu pulang nanti.

Berita buruknya, tadi kami sempat ada di mall dan sudah pindah tempat tiga kali ... Tapi satu-satunya hal yang bisa kujamin adalah bahwa aku memang menggunakannya sebelum berangkat tadi.

"Cek di handphone!" Anya memberikan saran.

"Gimana caranya coba? Antingku nggak bisa di misscall!"

Anya langsung mengambil handphone-ku, membuka kamera dan mengarahkannya ke wajahku. Detik itu juga, aku melihat secercah harapan. Setidaknya, kami bisa memprediksi kira-kira dimana antingku hilang.

Kutelusuri gambar terbaru yang memang baru saja tertangkap. Telinga kananku tampak polos tanpa anting itu. Meskipun sudah slide beberapa kali di spot foto yang sama, tetap saja kudapati anting itu sudah tidak ada di sana.

"Sini."

Anya yang tampaknya menyadari kepanikanku langsung membuka foto paling pertama yang kupotret hari ini. Kali ini foto full body yang memang dimaksudkan untuk pamer OOTD. Anya memperbesar gambar dan anting itu tampak bertengger di telinga kananku.

Sesungguhnya, aku benar-benar berharap bahwa ingatanku salah dan berharap aku memang meninggalkannya suatu tempat di rumahku. Namun, foto yang memang tertangkap tidak membuktikan seperti itu.

Anya melakukan slide dengan cepat, sehingga kami sampai di waktu ketika aku foto berdua dengannya di bus. Anting itu masih ada di sana, membuatku benar-benar gregetan.

Kami sampai foto ketika di cafe pertama. Tumpukan foto dessert yang estetik malah membuatku jengkel. Di saat darurat seperti ini, aku baru menyadari bahwa sifatku yang suka menumpuk foto adalah kebiasaan yang harus kuhilangkan.

"Di sini masih ada." Anya memperbesar gambar dan menampakkan anting kananku. Oh, rasanya benar-benar sakit hati karena aku tidak mengetahui dimana keberadaannya saat ini. Muncul berbagai pernyesalan; mengapa aku memakai anting itu tadi, mengapa aku tidak memeriksa anting itu sudah terpasang dengan benar atau tidak, dan mengapa aku pindah-pindah tempat nongkrong hari ini?

Setelah jenuh melakukan slide, akhirnya kami sampai di foto ketika di lokasi kedua. Untungnya, antingku masih tersangkut di telingaku ketika kami memeriksa foto pertama, sebab aku sama sekali tidak punya foto ketika kami dalam perjalanan menuju tempat kedua. Aku bahkan tidak tahu apakah itu termasuk keberuntungan atau tidak.

Tempat kedua yang kami datangi adalah toko kosmetik. Aku memotret beberapa produk kecantikan yang akan masuk ke wishlist bulan depan setelah gajian. Ada juga foto Anya yang menor karena mencoba hampir semua tester. Antingku masih ada di setiap foto di tempat itu.

"Berarti hilangnya di sini?" tanyaku gugup, pasalnya kami belum terlalu lama di sini. Pesanan makan siang kami bahkan belum diantarkan oleh pelayannya.

"Kita kan sempat di toilet mall, tadi."

Begitu Anya mengatakan begitu, langsung tampak video ketika aku berbicara di depan cermin toilet. Oh iya, benar. Kami memang sempat di sana selama beberapa saat karena foto di depan cermin toilet adalah suatu kebiasaan yang tidak terhindarkan.

"Ih! Bagus juga kalau foto di sini." Terdengar suaraku yang terekam di handphone.

"Itu kamu ngerekam, tahu." Kali ini suara Anya yang terdengar.

Setelah itu, rekaman video berakhir.

Berikutnya, foto-foto yang ada menampakkan diriku dan Anya yang berfoto bersisian. Sayangnya, kami tidak bisa melihat keberadaan telingaku karena tertutup oleh rambut yang sengaja kuurai dan keberadaan kepala Anya yang memang terlalu dekat dengan kepalaku.

Foto berikutnya, kami sudah berada di tempat ketiga di luar mall; tempat saat ini kami berada. Antingku juga sudah tidak terlihat sejak foto pertama, menandakan bahwa kami menemukan tempat kemungkinannya.

"Berarti kemungkinan besar hilangnya di toilet, ya," gumam Anya.

"Aku balik ke toilet buat cek—"

"Bentar, kayaknya bisa kelihatan kalau dibuat slow motion."

Kembali, kami memutar ulang video terakhir di toilet, kali ini setelah Anya mengatur kecepatan video.

"Iiih! Baaguus juugaa kaalaau footoo dii siinii."

Suaraku jadi aneh. Seandainya kami tidak ada dalam situasi begini, aku yakin Anya akan menertawakan suaraku.

"Iituu kaamuuu ngeerekaam, taahuuuu!"

Kami berdua langsung membatu begitu menyadari sesuatu yang aneh di rekaman itu.

Telingaku memang tidak terlalu tampak karena rekaman menunjukkan bahwa aku mulai melepas ikatan rambut, tetapi di pencahayaan yang terang di cermin dan redup di bilik toilet, aku bisa melihat ada kepala dengan rambut pendek berwarna hijau neon muncul dari atas bilik.

Aku yakin Anya juga melihatnya, sebab kini dia menatap ke arahku dengan horor.

"Itu apaan?"

Aku lebih dulu bereaksi horor bercampur ngeri. Masak siang bolong begini aku dapat penampakan. Memang sih, toilet di mall ini memang terkenal agak angker, tapi warna rambutnya kok—

Aku benar-benar kebingungan, sampai akhirnya Anya menatap sesuatu di belakangku dengan tatapan yang begitu ketakutan. Rasanya, itu pertama kalinya aku melihatnya memasang wajah itu.

Aku pun akhirnya berbalik, lalu melotot ngeri ketika menyadari bahwa orang yang duduk membelakangiku juga memiliki rambut pendek berwarna hijau neon.

Jantungku yang awalnya memang sudah berdebar kencang sejak menyadari bahwa aku kehilangan salah satu anting, kini berdetak semakin kencang. Dia ... mengapa bisa ada di sini?

Bertepatan dengan itu, seorang pelayan mendatangi kami berdua dengan dua nampan yang berisi pesanan kami. Aku dan Anya masih terdiam cukup lama, hanya bisa saling bertatapan ngeri. Seolah bertelepati, aku merasa bahwa Anya seperti hendak mengajakku pergi dari sana.

"Uhm, Ibu, di rambut Ibu ada anting yang nyangkut," ucap pelayan itu, yang baru membuatku teringat alasan mengapa kami memeriksa semua foto dan video.

Segera kuraba rambutku dan memang menemukan ada sesuatu yang janggal di sana. Antingku.

"Te-terima kasih banyak."

Sang pelayan hanya tersenyum, lalu pergi meninggalkan meja kami.

Aku sudah menemukan antingku.

"Lana, dia balik kepala lihatin kita," bisik Anya dengan suara pelan sembari berpura-pura mengelap bibirnya dengan tisu. Wajahnya masih menunjukkan ketakutan yang luar biasa. Anya memang tidak ahli dalam mengendalikan raut wajahnya sejak dulu.

Namun, aku mengerti mengapa Anya bisa ketakutan sampai seperti ini.

Tampaknya, kami juga menemukan pengintip hari ini.

Dan dia mengikuti kami sampai di sini. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top