Skidamarink A Dink Dinky!
Belakangan semua terasa aneh. Itu pikiran Rose. Rose bahkan memutuskan pergi ke kantor polisi juga ke psikiater karena permasalahan ini. Eh, tepatnya bukan lagi belakangan tetapi sudah lima bulan ini. Mulai dari ada sarapan dingin setiap pagi di meja makannya, tugas kuliah yang sudah beres, pula terasa ada yang selalu mengawasinya. ke mana pun ia pergi. Kata polisi, tidak ada siapa pun yang memasuki rumahnya. Hanya dirinya sendiri yang terbangun dan mengerjakan itu semua sendiri tanpa sadar. Pula seperti kata psikiater yang mendiagnosis dirinya ada gangguan kejiwaan. Namun, Rose tetap merasa aneh sekaligus takut. Bahkan ketika ia tidur usai meminum obat resep dari psikiater dengan baik. Ia tetap mendapati dirinya terbangun dan mengerjakan semua hal yang memudahkannya untuk hari esok.
Bagi sebagian orang ini tentunya menguntungkan. Namun, bagi Rose. Tidak sama sekali. Ini semua karena di setiap malam, di mimpi mana pun itu ada sosok laki-laki yang muncul. Itu membuatnya takut. Rose sudah menceritakan masalah ini ke ibunya yang tinggal jauh di kota kecil sedangkan ia di London. "Coba kau ingat lagi, apa yang kau lakukan lima bulan lalu," kata Ibunya yang membuat Rose berpikir setengah mati.
"Aku sepertinya menolong seseorang yang patah hati dan ingin bunuh diri di stasiun bawah tanah."
"Mengapa sepertinya?"
"Aku mencegahnya bunuh diri, tetapi ia malah menyatakan kalau ia mencintaiku dan itu membuatku kaget hingga melepaskan tangannya tetapi ia malah berteriak terimakasih. Dan ... sepertinya aku bukan menolongnya tetapi membunuhnya...."
"Kau mengenalnya?"
Rose menggeleng-geleng di telepon. "Mom tahu sendiri, betapa ambisiusnya aku yang ingin menjadi dokter. Aku tidak ingin memiliki hubungan atau mengenal orang yang menyulitkanku."
Ibunya terdiam sebentar dengan nada melembut ia menawarkan sesuatu.
"Bagaimana kalau kita pergi ke cenayang?"
Rose dan Ibunya pun akhirnya pergi menemui seorang cenayang. Mungkin seperti dugaan ibunya sejak awal, ia tidak kaget dengan apa yang diberitahukan cenayang berpakaian eksentrik di depannya.
"Kau dihantui," kata wanita berparas cantik tetapi juga mengerikan ini.
"Oleh siapa?" tanya Rose tetapi entah mengapa ia sudah bisa menebaknya karena ketika ia mengingat-ingat mimpinya lagi. Laki-laki yang selalu di sana adalah laki-laki dari kereta bawah tanah.
"Seorang laki-laki, seusiamu, dia sulit diajak kerja sama. Tidak bisa diatasi, kecuali dirimu atau dirinya sendiri yang dapat membuatnya pergi meninggalkanmu."
Rose terlihat putus asa. "Tidakkah ada cara lain? Aku bahkan tidak tahu apa-apa tentang dia. Dia yang lima bulan lalu bunuh diri di depanku."
Rose teringat kejadian ketika darah muncrat ke mana-mana karena timing yang pas sekali dengan hantaman kereta di depannya. Ia terlalu syok untuk sekadar menjerit saat itu.
"Keberuntungan yang buruk sekali. Aku ada cara agar kau bisa membuatnya pergi. Buat dia patah hati," kata wanita itu tegas.
"Bagaimana bisa? Aku sedang tidak ingin memiliki hubungan dengan siapa pun."
"Buat dia patah hati, entah bagaimana caranya agar ia meninggalkanmu."
"Apakah aku ada cara selain itu? seperti bicara dengannya baik-baik dan menyuruhnya pergi?"
"Tidak semudah itu. Umumnya untuk kasus-kasus tertempel seperti ini hanya akan terjadi ketika dia membuka hatinya padamu."
"Ah, ini rumit. Padahal aku ada ujian blok minggu depan."
"Aku bisa memberikan jimat agar ia tidak memasuki tubuhmu. 5 euro."
Ibu merogoh dompetnya lagi dan membayar muka cenayang tersebut. Terlihat seperti penipuan tetapi entah mengapa Rose sangat percaya karena mungkin secara kasat mata hal ini tidak bisa dijelaskan. Setelah itu Rose pulang ke rumah. Ibunya pun juga tinggal untuk menemaninya beberapa hari. Hanya saja, setelah pemberian jimat tersebut ...
Gangguan yang sebenarnya muncul. Rumah berantakan dan Ibunya terjatuh dari tangga lantai atas yang mengarah ke tempat penjemuran pakaian sehingga ia harus dirawat ke rumah sakit. "Dia yang melakukannya,"kata Ibu Rose dan itu membuat Rose makin frustasi.
"Apa yang kau pinta sebenarnya sih!" Rose berteriak tak karuan pada rumah kosongnya ini.
"A-aku hanya ingin kau mencintaiku dan menerimaku." Sebuah suara menggema dekat dengan telinganya.
"Persetan. Pergi kau. Pergi dari hidupku!" Rose mulai menangis dan jatuh tertidur. Ia sudah tidak karu-karuan, karena ibunya jadi terluka karena Rose. Kemudian ia mendapati dirinya menemukan rumahnya rapi kembali dan mengecek CCTV ia yang merapikan semuanya, meski bukan benar-benar dirinya. "Jimat rupanya tidak benar-benar berhasil."
Malam itu akhirnya Rose memutuskan untuk membuat dia benar-benar patah hati. Dia pergi ke kelab malam dan bertemu lelaki bajingan yang untuk pertamakalinya diserahkannya tubuhnya pada seorang laki-laki acak yang ia temui. Hanya saja ketika ia terbangun pada keesokan harinya, laki-laki itu sudah dingin di samping badannya dengan pisau buah menancap di dadanya serta sprei merah beraroma besi. Bagaimana Rose tidak menjerit-jerit. Bahkan ia juga sampai ditangkap polisi dan pengadilan berjalan semestinya yang membuatnya harus di penjara. Pengadilan itu tidak adil. Mereka tidak tahu hal yang di luar kasat mata.
Impiannya menjadi dokter dan yang sudah ia jalani 3 tahun belakangan ini pun hancur sia-sia.
"Aku mencintaimu, Rose."
"Sangat-sangat mencintaimu. Kau satu-satunya orang yang peduli padaku."
"Aku mencintai segalanya tentangmu, baik dari pagi hingga malam hari."
"Tolonglah jadi rumah kecilku. Dan jadikan aku bagian kecilmu."
"Rose. Aku mencintaimu."
"DIAM KAU! DIAAAM!"
Rose meraup mukanya secara kasar. Ia sangat frustasi. Bisikan-bisikan berulang-ulang itu mengatakan kata cinta berulang-ulang. Namun, Rose tidak tahu cara agar bisikan itu berhenti.
Kelabunya ruang penjara dan orang-orang berseragam sama dengannya saling berbisik. Ia tahu pastinya tidak lama lagi ia akan dipindahkan ke ruangan serba putih dengan badan yang diikat di kasur takut-takut ia kumat.
Masalahnya, Rose lama kelamaan sudah tidak berteriak-teriak emosi menyuruh laki-laki itu diam.
"Rose aku mencintaimu. Dan aku merasa kita memang ditakdirkan bersama sejak saat itu. Pacarku sebelumnya bahkan tidak pernah menoleh padaku. Ia meludahiku, menendangku setelah segala hal yang kulakukan untuknya."
"Tapi kau berbeda Rose. Kau memedulikanku."
"Bagaimana kalau kita bersama selamanya?"
"Kita bisa melihat matahari terbit, tenggelam, dan bulan muncul bersama. Kau tidak akan dikurung di ruangan ini."
"Kalau kau mau, semalam aku sudah mengambil gunting dari perawat yang memeriksamu."
"Ambil, ayunkan dengan cepat dan keras ke dada, kalau bisa tarik ke bawah juga agar cepat selesai."
"Kau mau?"
Tawarannya begitu lembut dan Rose yang sudah kehilangan mimpinya seperti menemukan oasis.
"Aku juga mencintaimu, Vartan."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top