Perempuan Kamar 1402
Perempuan itu duduk di tempat yang sama seperti minggu lalu. Di depan kamar nomor 1402, tepat dua lantai di bawah kamar kawanku, So Yeon. Minggu lalu, perempuan itu memakai dress kelabu sampai setengah betis. Rambutnya terurai sepanjang bahu, menutupi sebagian besar wajahnya. Ia duduk di sebuah kursi kayu panjang, sambil mengayun-ayunkan kakinya yang menggantung tidak menyampai lantai.
Asrama mahasiswa yang ditinggali So Yeon ini memiliki bentuk bangunan yang menyerupai 'letter O' persegi panjang, dengan bagian tengahnya merupakan lahan parkir. Kamar So Yeon yang berada di lantai lima mengharuskan aku berpapasan dengan perempuan yang tengah duduk di depan kamarnya tersebut.
"Permisi," sapaku tempo hari ketika melewatinya saat menuju ke tangga yang berada di ujung balkon. Tidak ada jawaban dari perempuan itu. ia sibuk mendendangkan melodi yang aku rasa merupakan salah satu lagu tradisional.
Aku menyempatkan diri untuk melihat kembali perempuan tadi sebelum berjalan menaiki tangga. Perempuan itu masih duduk di tempat yang sama sembari mengayun-ayunkan kedua kakinya. Senandungnya masih terdengar bahkan sampai di ujung koridor.
Hari ini pun, ketika aku berkunjung ke asrama So Yeon lagi, kulihat perempuan itu duduk di tempat yang sama. Kembali aku menyapa perempuan tadi saat lewat di depannya. Seperti dugaan, alih-alih menjawab, perempuan itu hanya sibuk bersenandung sembari mengayun-ayunkan kakinya. Ia mengenakan pakaian yang sama. Dress kelabu sampai ke tengah betis, dengan rambut sebahunya yang menutupi sebagian besar wajahnya.
Ketika aku tiba di kamar So Yeon, aku buru-buru menanyakan perihal perempuan itu pada So Yeon. Mungkin saja, So Yeon mengenal perempuan itu, bukan?
"Siapa, sih?"
"Di depar kamar 1402, So Yeon-ah. Memangnya kau tidak pernah melihat gadis itu?"
So Yeon menggelengkan kepalanya sembari mengerutkan kening.
"Lain kali akan kuberi tahu perempuan mana yang ku maksud," pungkasku. Sayangnya, semenjak hari itu, aku tidak pernah melihat perempuan itu lagi. Entah saat aku berkunjung sendirian ke asrama So Yeon, maupun saat aku pulang bersama ke asramanya dari kampus kami.
"Perempuan yang kau ceritakan tempo hari itu, tidak bertemu lagi?" tanya So Yeon saat kami berjalan di balkon depan area kamarnya.
Aku menggeleng. "Mungkin dia sudah pindah?" tanyaku.
So Yeon mendengung, "Mungkin saja," ujarnya sambil mengangguk-anggukkan kepala. "Oh!" serunya tiba-tiba.
"Kenapa?" tanyaku was-was.
"Aku baru ingat kalau harus pergi ke cafe print sebentar. Hye Rin-ah, kau duluan ke kamarku, ya? Ini ...," So Yeon merogoh-rogoh tasnya untuk mencari sesuatu. "Nah. Ini kunci kamarku," uajrnya sambil menyerahkan kunci itu kepadaku.
"Oke," ujarku.
"Sebentar, ya!" seru So Yeon sambil berlari menjauh.
Ketika aku hendak beranjak menaiki tangga menuju lantai lima, suara itu muncul kembali. Dendangan melodi yang berasal dari perempuan di depan kamar 1402. Memutuskan untuk tidak menghiraukannya, aku bergegas menuju ke kamar So Yeon untuk merebahkan diri.
Rasanya, baru beberapa menit aku berhasil memejamkan mata, sayup-sayup aku mendengar melodi tadi kembali. Namun, kali ini bukan dari perempuan itu. Melainkan, dari interkom kamar So Yeon. Dengan lembam aku memaksa bangun dari tidurku, kemudian berjalan gontai menuju interkom. Butuh beberapa saat hingga aku menyadari bahwa interkom yang mengeluarkan suara tadi bukanlah interkom yang biasa digunakan oleh So Yeon. Melainkan, interkom tua yang masih terpasang di kamarnya.
Awalnya aku ragu saat hendak menjawab interkom tua tersebut. Namun, melodinya yang terus berputar membuatku tidak tahan lagi. Akhirnya, aku menjawab interkom tersebut. Sayangnya, tidak terdengar apa pun di sana. Hanya hening dalam beberapa saat. Kemudian, sayup-sayup terdengar suara napas seseorang yang makin lama ritmenya semakin cepat. Sontak saja aku menutup interkom tua tersebut. Seketika saja, semua kantukku menguap tanpa sisa sedikitpun.
Akan tetapi, hanya berselang beberapa detik, interkom tua itu kembali menyala. Masih dengan melodi yang sama. Melodi lagu tradisional. Lagi-lagi, interkom tua itu tak kunjung berhenti bersuara. Sehingga aku tidak punya pilihan lain selain menerimanya. Kali ini, tetap tidak ada suara. Hanya ada hening, kemudian lambat laun, suara familiar itu masuk ke indera pendengaranku.
Melodi perempuan di depan kamar 1402.
"Halo?"
Tidak ada jawaban.
"Halo, Nona, ada yang bisa kubantu?" tanyaku kembali.
Tetap tidak ada jawaban atas pertanyaanku. Perempuan itu masih bersenandung melodi tradisonal tanpa menghiraukan pertanyaanku. Hingga lambat laun, suara napas yang ritmenya makin cepat itu terdengar kembali. Rasanya, aku tidak bisa menggerakkan seujung pun kuku. Sampai akhirnya, suara napas itu berubah menjadi pekikan yang sanggup membuat telinga berdengung.
Aku sontak meloncat mundur.
Namun, belum sempat aku mematikan interkom tua itu, tiba-tiba saja terdengar ketukan keras berkali-kali dari arah pintu balkon yang sebagian besarnya merupakan kaca. Ketika aku menoleh ke arahnya, perempuan di depan kamar 1402 tadi tengah berdiri di balkon kamar So Yeon. Perempuan itu menunduk, rambutnya masih menghalangi sebagian besar wajahnya. Namun, aku bisa melihatnya perlahan menyeringai sembari mengangkat wajah.
Sontak saja, aku berteriak sekuat tenaga sembari berusaha berlari menuju pintu utama. Susah payah aku membuka pintu itu, dan akhirnya pintu itu berhasil terbuka dengan menampilkan So Yeon dengan wajah setengah terkejut.
"Hye Rin-ah, ada apa?" tanya So Yeon dengan nada khawatir.
"So Yeon-" ucapku sedikit terbata. "Interkom ...."
Sayangnya, aku tidak bisa melanjutkan kalimatku kembali begitu secara perlahan, perempuan kamar 1402 tadi muncul di belakang So Yeon. Satu-satunya yang keluar dari mulutku adalah pekikan keras, disusul hilangnya kesadaranku tepat saat perempuan itu menampakkan wajah rusaknya yang tengah menyeringai secara tiba-tiba.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top