Mortuus

"Hei, tadi aku sempat menakuti orang, sampai terkencing-kencing pula."

"Tubuhmu hanya setengah, siapa juga yang tidak takut?"

Aku berusaha menahan napas, meminimalisir gerakan tubuh atau aku akan ketahuan, dan mungkin saja mereka akan membunuhku. Hantu, kan, tidak suka rahasia mereka diketahui manusia.

Tadi sore, aku berencana mengagetkan Fanny, sahabatku, yang tadinya meninggalkan tas di sini, dengan bersembunyi di dalam loker kelas, dan jiwa usilku membuatku harus mendengar 'rapat hantu' ini karena aku tidak sengaja tertidur di dalamnya.

Aku tidak tahu kalau kelasku adalah lokasi rapat mereka. Suara mereka menyeramkan, serak, seperti ada dahak abadi yang menggantung di tenggorokan mereka.

Daritadi aku mendengar suara kikihan, baik perempuan mau pun yang laki-laki, juga kadang suara kuku yang mungkin tengah menggesek meja, berdiskusi ria soal kehidupan mereka di dunia ini.

Ya Tuhan, aku ingin segera pulang dan melanjutkan drakorku, aku berjanji tidak akan bersikap usil lagi. Tidak biasanya aku tertidur begitu cepat, mungkin ini karma karena aku kebanyakan bercanda kepada Fanny.

"Kamu ... apa yang kamu lakukan hari ini?" Suara serak itu bertanya, entah pada siapa, aku tidak bisa mengintipnya. Jangankan melihat wujud mereka, mendengar suara mereka saja sudah membuat seluruh bulu kudukku berdiri sempurna, tubuhku gemetaran, buku jariku memutih, dingin menusuk ke dalam tulang-tulang.

"Hanya mengecek orang selanjutnya," balas seseorang yang mungkin lawan bicara orang dengan suara serak tadi.

"Oh, laki-laki atau perempuan?"

"Perempuan."

Apa yang sedang mereka bicarakan? Apanya yang laki-laki dan perempuan? Orang selanjutnya? Kecepatan degup jantungku meningkat, ada perasaan tak mengenakkan yang menekan dada.

"Bagus sekali, ada pemandangan indah untuk dilihat bukan?"

Dug!

Kakiku tidak sengaja menendang sisi samping loker, menimbulkan suara yang keras dan memantul lewat langit-langit kelas.

"Wah, wah, suara apa itu?"

Sial! Aku langsung membekap erat mulutku dengan telapak tangan, padahal itu tidak berguna sama sekali, aku sudah ketahuan. Saat itu juga aku mendengar suara langkah kaki yang mendekat, tidak seirama dengan degup jantungku yang bertempo cepat.

Mati, mati, mati.

Dug!

Pintu loker diketuk sekali, entah oleh siapa. Aku hanya bisa meringkuk, memeluk lututku dengan tubuh yang bersimbah peluh ketakutan. Kumohon, selamatkanlah aku, aku berjanji akan menjadi anak yang baik.

"Sepertinya ada yang bersembunyi di sini. Hei, keluarlah." Suaranya berat, seperti laki-laki dewasa. Dia mengetuk-ngetuk loker dengan tempo teratur.

"Wah, jadi dia sudah menguping pembicaraan kita daritadi. Bisa bahaya ini." Suara wanita yang melengking itu masuk ke dalam indra pendengaranku, membuat perutku serasa diaduk oleh bayangan-bayangan pikiran.

Jadi aku akan dieksekusi dan dibunuh di tempat?

Pintu loker itu lepas dengan sendiri. Suara besinya beradu dengan lantai kelas. Tubuhku tersentak, membeku di tempat, kepalaku terasa berputar-putar, kesadaranku mulai melayang seperti awan saat aku melihat wujud mereka.

Ada yang berkepala dua, ada yang tak berkaki, ada yang berjari panjang tanpa bola mata, ada kepalanya berlubang-lubang, dan ada yang memegang sabit.

Pria yang mengenakan jubah hitam dengan sabit di tangan kirinya mengarahkan jari telunjuknya padaku. "Ini perempuan yang kumaksud tadi."

Eh? Aku orang selanjutnya yang dibahas? Orang selanjutnya apa? Rasa panik semakin merasuki tubuhku, aku bahkan tidak bisa bernapas dengan benar lagi.

"Hei."

Dia memanggilku?

Aku mengangkat kepalaku, pelan-pelan menatapnya, wajahnya tidak semengerikan hantu lain tetapi itu tidak mengubah fakta kalau dia ada bagian dari mereka.

"Kamu adalah orang selanjutnya, besok kamu akan menjadi bagian dari kami, kamu bersiap-siap saja, ya."

Baiklah, kurasa aku tidak bisa melanjutkan drakorku lagi.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top