SERVICESCAPES

Uppertown baru-baru ini gaduh. Sejumlah mayat yang dibawa untuk diautopsi tim forensik mendadak lenyap. Banyak orang menganggap jasad-jasad itu dibuang ke pemukiman kumuh yang letaknya ada di paling pinggir. Karena kabar itulah nama Meddletown kembali tenar. Padahal kota ini adalah daerah yang tertinggal. Berbeda dengan Uppertown yang canggih dan serba cepat peradabannya, Meddletown seakan tidak pernah ada di peta lokal mana pun.

Lantas, kenapa kota buangan yang sudah bau busuk ini menyimpan mayat?

Tuduhan yang tidak masuk akal. Sekarang ketika kabar itu menggemparkan penduduk Meddle, orang-orang jadi saling curiga dan saling tuduh. Mereka bersembunyi karena takut dijadikan kambing hitam. Namun Bibi Maya makin rutin mengunjungi gubuk reyot dan tergopoh-gopoh masuk walau pintu kecilku mengadang badan besarnya.

"Heh, kau kok nggak pernah bilang kalau mayat yang hilang itu ternyata putri profesor dari Lab Sciforce, sih? Kau ini mata-mata dari Uppertown ya?" Bibi menyambar selembar roti dan mengolesinya dengan mentega tinggi lemak.

Hidung dan sebelah alisku terangkat naik. "Mana ada agen undercover yang betah hidup tahunan di Meddletown." Mataku mengerling. "Kenapa Bibi pindah dari Upper?"

Aku sering melontarkan pertanyaan itu, tapi tak kunjung dijawab. Desas-desusnya Bibi Maya jadi janda dan suaminya tidak meninggalkan banyak uang. Uppertown punya syarat minimal kepemilikan harta kalau mau jadi penduduknya.

"Kau pasti jadikan topik mayat hilang itu untuk bahan tulisanmu, ya?" tebak Bibi Maya. "Nggak takut ditangkap apa?"

Aku ikut mengunyah roti tanpa selai. "Soalnya kota seperti Uppertown yang punya tingkat keamanan tinggi nggak mungkin bisa meloloskan mayat begitu saja. Taruhan, pelakunya pasti petinggi-petinggi kota. Pemilu sebentar lagi jalan, orang-orang yang meninggal dan mati mendadak itu juga punya kekuasaan di kursi pemerintah. Mana mungkin pelakunya orang Meddle. Kami hidup hanya untuk memikirkan besok makan tikus apa roti," jelasku bernafsu.

Bibi Maya melongo, kemudian menepuk bahuku dengan keras. Sangat keras. "Kau mau ke Uppertown nggak? Aku punya akses tapi ilegal, nih. Kau bisa lihat-lihat kota canggih itu."

"Ba-bahaya nggak tuh?"

"Kau nanti naik Truk M. Mobil itu jasa pengantaran barang dari pusat ke pinggir kota, juga sebaliknya. Kalau kau mau ke sana, bisa kubantu."

Aku menyipitkan mata. "Bibi kok baik? Jangan-jangan, Bibi tetap gemuk karena dapat kiriman makanan ilegal dari Uppertown. Vitamin Kenyang, iya, nggak sih?" selidikku.

Namun Bibi Maya terus menghantamku dengan jari-jemarinya yang besar sampai aku mengaduh dan menyerah. Sepulangnya Bibi Maya, aku mengemas barang. Laki-laki sepertiku ini haus tantangan. Lagi pula, kalau aku bisa tahu sedikit saja celah dan kebusukan petinggi Uppertown dan membocorkannya, siapa tahu kota Meddletown bisa bersih dari tuduhan.

***

Pagi-pagi sekali aku duduk di bangku belakang kabin Truk M. Ada satu orang pengemudi yang tampaknya kenal baik dengan Bibi Maya, lalu satu pria lagi yang duduk di kursi penumpang tidak seramah si supir. Dua lelaki itu pakai seragam berlogo M lengan panjang dan garis-garis panjang horizontal berwarna monokrom.

Bagian belakang truk isinya lenggang. Hanya ada balok-balok kayu menyerupai peti dari berbagai ukuran, tapi rata-rata bentuknya persegi atau persegi panjang. Aku duduk di salah satu permukaan peti. Ada jendela gelap yang tak tampak dari luar, tapi dari dalam, aku bisa melihat truk melaju menuju Uppertown lewat tol perbatasan yang panjangnya tiga puluh kilometer.

Jalan raya Uppertown terstruktur dengan tujuh sisi kendaraan. Tiap-tiap sisi ruas memperlihatkan bangunan seperti lab, universitas, mal, rumah sakit, dan gedung pemerintah. Iklan yang terpasang bukan lagi dalam bentuk papan, tetapi bermodel hologram yang bisa berjalan-jalan setiap kali lampu lalu lintas menyuruh kendaraan berhenti.

Aku bisa melihat rupa pria yang mengusung diri menjadi wali kota Uppertown. Setiap penduduk Upper bisa menggunakan hak suaranya lewat chip pengenal yang ditanam di tubuh mereka. Kudengar wali kota itu ingin melebarkan pembangunan sampai ke sisi utara, yang artinya wilayah Meddletown akan semakin sempit. Jika benar dia terpilih, tempat tinggal kami lama-lama jadi kuburan.

Omong-omong kuburan, seharusnya supir truk menurunkanku di persimpangan lab Sciforce. Namun kendaraan melaju lurus ke jalan yang belum pernah kulihat.

"Pak, lab Sciforcenya kelewatan tuh," ujarku mengingatkan.

Si supir melirikku dari kaca tengah. "Kami ditugaskan mengantar barang."

Aku mengernyit. "Ke mana?"

"Anda ingin mengantar barang? Hubungi pelayanan jasa kami, SERVICESCAPES, Truk Pengantar Ma—"

Si supir menjewer telinga temannya dan pria itu langsung berhenti bicara. Aku baru sadar kalau ternyata itu bukan orang, melainkan robot AI yang baru saja dimatikan fungsinya. Supir itu meringis melihatku dan mengucapkan maaf. Menjelaskan kalau dia harus singgah sebentar ke kantor.

Ada yang tidak beres. Servicescapes, kalau dieja jadi 'service' dan 'escape'. Escape maksudnya melarikan diri? Truk Pengantar Ma ... makanan? Mayat? Mayat! Aku terlonjak dan berdiri. Namun truk berhenti tiba-tiba. Si supir buru-buru mengeluarkanku dari kabin.

Tenaganya kuat sekali sampai aku kehabisan napas untuk meronta. Aku tercengang melihat sebuah pintu berukuran bulat yang besarnya puluhan kali lipat dari tinggi badanku. Ada semacam lapisan mirip selaput yang memperlihatkan cerminan kota Meddletown.

Supir itu memukul belakang kepalaku sampai aku nyaris pingsan. Dia memasukkan badanku ke dalam peti yang kududuki beberapa jam lalu. Aku mengawang saat berpikir akulah barang yang diantar, meskipun aku belum menjadi mayat. Apakah ini berarti Bibi Maya menganggapku ancaman? Apakah Bibi Maya adalah mata-mata yang benaran tinggal di Meddletown?

Dari dalam lubang-lubang kayu aku mengintip. Aku sudah menyeberangi pintu itu. Sepertinya aku pulang tanpa bisa membocorkan kalau mayat-mayat itu dibuang ke dimensi berbeda yang menyerupai kota Meddletown. Ada banyak peti berlogo M ditumpuk begitu saja.

Aku tidak bisa mencari tahu mengapa mereka membuang mayat-mayat penduduk Upper ke dalam dimensi ini. Yang kutahu, aku terjebak sebagai orang hidup di tempat orang mati. Aku punya jawaban ke mana pelakunya membuang mayat, bukan di Meddletown, tapi di sini.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top