Misteri Kucing Hitam

Hari ini Molly sangat senang. Duff akan pulang, karena sekolahnya libur panjang. Molly merasa kesepian, karena kakak laki-lakinya itu tinggal di asrama. Sebentar lagi Duff akan ada di rumah.

"Asyik!" Molly berteriak kegirangan.

Ibu muncul dari balik pintu. "Apanya yang asyik, hm?"

"Duff akan pulang hari ini. Dan aku tidak sabar menanti nya," seru Molly bersemangat. Kuncirnya ikut bergoyang.

Ibu bersedekap kedua tangan di dada. "Menanti misteri maksudnya?" sindir ibu satu alisnya terangkat.

Molly menggembungkan kedua pipinya. Anak remaja itu merengut. "Ibu ... itu sangat seru, Bu. Ibu tahu? Aku dan Duff berhasil membongkar rahasia sumur tua di hutan. Dan itu sangat menyenangkan!"

Ya, ya, ya ... terserah, tapi yang memecahkan kasus sumur tua itu Duff, kan?" Ibu menahan tawa melihat mata biru Molly membulat.

"Ibuuu ...."

Ibu tertawa tergelak. Senang sekali menggoda putri bungsunya. Umurnya baru menginjak lima belas tahun. Molly anak yang cerdas, cuma manjanya itu loh bikin ibu geleng-geleng kepala.

Molly memperhatikan ibu dari atas sampai bawah. Pakaian ibu rapi sekali. Tumben. Memangnya mau kemana?

Sang ibu mengetahui itu langsung menjawab. "Mau menjemput kakakmu, tidak?"

Molly menepuk keningnya yang lebar. Oiya, aku lupa. Hehe."

Cepat ganti bajumu," perintah ibu.

"Bu, pilihin baju yang bagus dong untuk aku," pinta Molly manja.

Ibu mendengkus dan meninggalkan kamar Molly. "Kau sudah besar, bukan anak-anak lagi."

Molly hanya merengut. Walau begitu dia beranjak dari tempat tidurnya menuju lemari kayu. Setelah berpikir cukup lama akhirnya dia mengambil kaus bergambar mickey mouse.

Duff senang sekali bisa pulang liburan ke rumah. Begitu tiba, laki-laki itu langsung berlari ke kebun belakang bersama Molly. Semua diperhatikan. Dimulai gudang berisikan alat perkakas ayah. Lalu beralih ke pot bunga. Satu persatu kembang kesayangan dicabut.

Adik perempuannya terus membuntuti si kakak sambil mengoceh. Molly sangat mengaggumi Duff. Duff tidak memperhatikan adiknya. Bagi Duff, Molly adiknya yang manja. Sedikit saja terjatuh dia akan langsung menangis kencang. Padahal umurnya sudah lima belas tahun.

Duff terus asyik mencabuti batang bunga, hingga dia tidak sabar ibu sudah berdiri di belakang kakak beradik itu.

"Apa yang kau lakukan!?" teriak ibu.

Duff dan Molly sangat terkejut. Ibu berkacak pinggang memandang mereka. Celaka! Ibu marah besar.

"Ka-kami mencari harta karun, Bu," kilah Duff.

Molly menggeleng cepat. Bukan aku, Bu. Dia!" Molly menunjul Duff dengan perasaan senang. Mata Duff membesar. Adik kurang ajar. Awas kau, Duff menggeram dalam hati saja.

Molly mundur dua langkah. Dia tertawa cekikikan melihat kakaknya dijewer oleh ibu. Sedangkan ibu tak henti mengoceh. Sebagai hukuman Duff harus menanam kembali batang bunga.

Duff menggerutu.

Molly mengelap keringat di dahi. Sekarang musim panas. Baru saja dia hendak duduk di kursi kayu, sepasang mata warna hijau mengintainya dari balik semak-semak.

Apa itu?

Rasa penasaran membuncah. Dia berjalan mengendap-endap menuju semak-semak. Perlahan-lahan langkahnya semakin mendekat. Sepasang mata hijau itu tidak bergeming. Sekali sibak dia melihat seekoe hewan yang sangat lucu.

Kucing hitam ...

Molly memandang takjub makhluk lucu tersebut. Dia membungkuk hendak meraihnya. Suara sang ibu memamggilnya dengan lantang.

"Molly, ayo masuk. Bantu ibu menyiapkan makan malam."

Molly menoleh. "Ya, Bu."

Ketika dia membalikkan tubuhnya kucing itu menghilang. Eh, kemana dia?

"Molly!"

"Ya Bu." lebih baik menurut daripada mendapat ocehan dari ibu.

Molly kini berada di kamar kakaknya. Syukurlah dia tidak marah. Molly langsung menceritakan kejadian yang dialaminya. Dia terus bercerita tanpa jeda. Duff mendengar dengan seksama tapi sebenarnya dia kurang tertarik. Berhubung Molly terus memaksanya akhirnya duff mengiyakan.

Esok hari Duff dan Molly sudah bersiap untuk melakukan pencarian si kucing hitam. Duff membawa buku kecil dan bolpoint, sedangkan Molly membawa kaca pembesar dan tas berisi makanan dan minuman.

"Detektif Duff dan Molly beraksi!" seru mereka bersamaan. Petualangan pun dimulai.

Mereka ke semak-semak dimana Molly menemukan si kucing. Perlahan, mereka menyibak dan menyusuri jejak. Kakak beradik itu melewati halaman belakang tetangga dan terus berjalan hingga ....

Miaw.

Duff dan Molly menoleh.

Miaw.

Molly menengadah. Matanya membulat. Itu dia!

"Duff, lihat!"

Duff menengadah ke atas pohon. Sedang apa dia disitu? Gumamnya. Dia lantas mencari ranting pohon supaya si kucing itu mau turun. Umpannya berhasil. Si kucing mau turun karena Molly menyodorkan remah roti.

"Dia kelaparan." Tangan Molly menjulur untuk menyentuh si kucing, tapi dicakar.

Molly berteriak kencang. Duff mengira adiknya akan menangis nyatanya tidak. Kucing itu hendak kabur namun Duff berhasil menangkapnya.

"Mau kemana Gendut?" Duff menyeringai penuh kemenangan. Laki-laki berumur delapan belas tahun itu memegang leher si kucing. Tunggu, ada sesuatu. Sebuah kalung corak hitam dan ada inisial.

B.

"Bastet?" timpal Molly.

"Apa kau tahu?"

"Yap. Bastet kucing Mesir kuno. Mereka terus hidup dan abadi." Duff menatap tak percaya. "Dari buku yang kubaca tentunya."

Duff berpikir keras dan bertanya kepada adiknya m

apakah warga di sini kehilangan kucing? Molly mengangkat kedua bahunya. Jalan satu-satunya adalah bertanya.

Kedua detektif itu mulai bertanya ke warga. Namun, tidak ada yang memelihara kucing ataupun mengaku. Rata-rata pelihara anjing. Mereka mulai lelah. Perut keroncongan dan hari menjelang sore. Keduanya memutuskan membawa kucing pulang ke rumah.

Mereka melewati rumah kosong. Si kucing gemuk aneh mengeong. Kakak beradik tersebut menatap heran. Bukankah ini rumah Nyonya Margareth?

Molly, Nyonya Margareth kan sudah ..." tanya Duff.

"Err, meninggal?" balas Molly sedikit takut.

Duff memekik. Kucing itu mencakar lengannya. Tubuh tambun si kucing memasuki pekarangan dan ... menghilang tanpa bekas. Seolah seperti sihir. Melihat itu Duff dan Molly mundur perlahan. Takut.

"Hei, sedang apa kalian di sini?"

"Paman Tom!" seru keduanya serempak. Mereka menjelaskan kejadian yang menimpa mereka. Paman Tom mengangguk tanda mengerti. Dia berjongkok dan memegang bahu Duff.

"Kucing itu kesayangan Nyonya Margareth. Beliau pergi mendahuluinya. Kucing itu sedih sampai tidak mau makan. Dia pernah datang kerumahku. Sejak itu tidak muncul lagi." Paman Tom menghela napas dan melanjutkan ceritanya. "Mungkin dia datang ke rumah kalian sebagai pertanda."

Esok harinya tulang kucing hitam ditemukan di dekat kursi goyang kesayangan almarhumah. Paman Tom, Duff, dan Molly pergi ke makam Nyonya Margareth. Mereka berdoa semoga kucing hitam bisa bertemu majikan tersayang.

Duff dan Molly ber high five gembira. Paman Tom mentraktir mereka makan es krim. Tentu saja Duff dan Molly senang bukan kepalang.

Misi sukses!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top