9. Taman Perakmu

Aku mengingat sebuah mimpi yang kumiliki saat masa kecilku
Kesedihanku yang berwarna hijau terang menyanyi dengan tipis dan manis
Itulah kisah dongengku...

-
-
-
Taman Perakmu

[Inspired by Kalafina-Kimi no Gin no Niwa]

Written by: Ryze95
Genre : Slice of Life
Sub genre : Drama
Mimpi: Animator

-
-
-

Mimpi, yah?

Jika dipikir lagi, mungkin jika kau bertanya, "Apa mimpiku?"

Mungkin aku tidak dapat menjawabnya dengan mudah...

Butuh berpuluh-puluh pemikiran-ratusan, mungkin. Karena jika kau bertanya hal itu kepadaku, hanya ada satu hal yang akan kukatakan kepadamu sebagai sebuah jawaban yang sesungguhnya,

"Aku tidak mempunyai mimpi..."-itu lah yang akan kujawab.
Jika kau bertanya mengapa, maka akan kembali kujawab,

"Dahulu, ketika kita ditanya tentang mimpi, adalah suatu perkara yang mudah untuk dijawab. Pikiran anak kecil polos nan lugu begitu sederhana, mereka tidak mungkin akan berpikir panjang untuk mengatakan tentang impian mereka. Tapi...
Ketika kau beranjak dewasa dan mulai mengerti tentang apa itu 'kenyataan', kau akan berpikir lebih jauh..."

Karena 'kebohongan selalu tersembunyi dibalik kata-kata yang manis'-mungkin itu adalah ungkapan yang sesuai dengan kisahku.

Ya, inilah kisahku...

Kisah tentang sebuah mimpi yang telah kuhilangkan...

-
-
-

S

ebuah earphone yang terpasang di kedua daun telinga mungkin sudah menjadi kebiasaan yang tidak dapat dihilangkan oleh gadis ini, mendengarkan lagu-lagu berbahasa Jepang adalah kegemarannya sejak ia berada di bangku kelas tiga Sekolah Menengah Pertama-inilah kebiasaan wajib dari seorang gadis bernama Rinna, gadis super cuek yang terkenal sebagai seorang penyendiri.

"Hai Rin!"

Sebuah tepukan singkat mendarat di bahu Rinna, membuat gadis itu menoleh ke arah si pengusik.

Tatapan sinis bercampur kesal terpasang di wajahnya ketika melihat sosok si pengganggu, seorang gadis berkacamata yang sudah tidak asing lagi baginyaーbahkan sudah di cap sebagai kembaran kedua Rinnaーgadis itu bernama Indah, teman tak terdeteksi-nya.

Kenapa tak terdeteksi? Karena Indah yang nyata nya berada di satu sekolah yang sama dengannya saat di bangku Sekolah Menengah Atas, baru ia ketahui saat gadis itu berada di perguruan tinggi yang sama dengannya-walau berbeda kelas dan program studi.

"Sorry lama Rin," ujarnya dengan cengiran khas seperti biasanya.

"Aku menunggumu lebih dari setengah jam, Indah!" ucap Rinna setengah mengeluh tak kalah kesal.

Bagaimana tidak kesal, saat ia tidak ada jadwal kuliah, Indah menyuruhnya untuk datang ke kampus dengan seenak jidatnya, dan membuat ia harus menunggu hingga setengah jam di taman kampus sendirian.

Setidaknya hargai liburan sedikit!!, mungkin itulah yang ingin dikatakan oleh Rinna.

"Maaf Rin, tadi aku ada di kosan teman, seperti biasa aku minta wi-fi gratis..."

Dasar modal gratisan!-gumam Rinna dalam hati,

"Jadi, ada urusan apa? Penting, ya?"
Indah nyengir, ia menyodorkan sebuah flashdisk pada Andrea, "Rin, minta anime, kamu bawa laptop kan?"

Tuh kan, modal gratisan?!-Rinna mendesah pelan,

"Oke, mau anime apa?"

"Naruto!" jawab Indah dengan antusias, gadis yang satu ini penggemar berat si iblis pasir-Gaara.

Rinna mengeluh, "Sekali-kali coba deh download sendiri, aku juga modal kuota sendiri tau!"

Jika ingat dengan koleksi anime yang sudah hampir memenuhi seluruh memori laptop-nya, Rinna hanya punya satu alasan,

Anime adalah jembatan yang terbentang untuk nya agar dapat mencapai impian, karena dulu Rinna sempat mempunyai mimpi untuk menjadi seorang animator. Tapi itu dulu, kenyataan yang sudah dilihat oleh Rinna membuat ia berpikir lebih jauh dengan impian bodohnya. Jika ia ditanya apakah ia masih ingin menjadi animator, maka jawabannya...

-Sekarang? Entahlah.

K

enapa? Karena keputusan orang tua itu mutlak. Kedua orang tua Rinna tidak pernah memuji hasil karyanya, padahal ia berbakat dalam hal menggambar atau membentuk suatu karya menggunakan goresan tangan.

Rinna sudah pernah mengatakan impian bodohnya pada kedua orang tuanya, dan jawabannya adalah,
"Berhenti bermimpi yang aneh-aneh, Rin!"

Kenapa menentang impian nya? Karena orang tua Rinna, terutama sang Ibu, tidak-ralat-belum mengetahui tentang apa itu animator. Yang Ibu tau hanya satu, menjadi seorang animator itu sulit mendapatkan pekerjaan, ini Indonesia. Profesi animator terkadang masih dipandang sebelah mata.

Haaaah!!

"Rin..."
Rinna hanya menoleh pada Indah, disebelah Indah telah berdiri seseorang. Seorang pemuda yang entah datangnya dari mana, mungkin karena terlalu sibuk dengan laptop, Rinna sampai-sampai tidak menyadari kehadiran pemuda ini. Tapi...

Dia siapa ya? Kenapa Rinna tidak merasa asing?

"Hai..." sapa si pemuda tinggi ini, dan Rinna hanya setengah melongo.

"Oh, hai..." jawab Rinna singkat-padat-namun tidak jelas.

Indah hampir tertawa melihat Rinna dan si pemuda ini, mereka berdua sama-sama kaku, "Ayolah Rin, dia Ares. Kamu ga kenal? Padahal Ares kenal kamu loh..."

Ares? Dewa perang?-"Ares yang mana ya?" tanya Rinna.

"Kamu lupa aku?" Ares heran, "Aku Ares, yang ngajak kamu ketemuan waktu itu, tapi kamu tolak. Aku pernah ngajak ketemuan lewat whatsapp."

Ah, Rinna ingat, "Oh, Ares itu ya?"

Rinna pernah menolak ajakan Ares untuk bertemu langsung dua minggu yang lalu, alasannya? Ia malas untuk bertemu dengan pemuda yang baru saja dia kenal. Kalau tidak salah Ares adalah mahasiswa fakultas desain di kampus yang sama seperti Rinna dan Indah, salahkan Rinna yang pelupa jika menyangkut orang yang baru saja dikenal olehnya.

Jangankan yang sudah sering menghubungi nya lewat dunia maya, yang bertatap muka langsung saja ia mudah lupa. Buktinya butuh waktu dua tahun untuknya agar bisa hafal teman-teman sekelasnya-parah kan?

Ares mengulurkan tangannya, "Aku Ares, akhirnya bisa bertemu langsung denganmu."

Rinna menjabat tangan Ares, dan ia tersenyum, "Aku Rinna, maaf udah nolak ketemuan sama kamu, Res."

Disisi lain, Indah terlihat sangat puas, buktinya dia sedang senyum-senyum aneh seperti orang gila-apa dia sehat?

-
-
-

Berkutat dengan sebuah pen tablet dan laptop, mungkin ini sudah menjadi rutinitas Rinna yang utama setelah menyelesaikan laporan praktek kerja lapangannya, jika dipikir lagi, tahun ini ia sudah memasuki semester lima, tinggal menunggu tiga semester lagi ia lulus kuliah.

Senang? Tidak mungkin.

Kelulusan adalah hal yang dinanti oleh teman-teman Rinna, bahkan mungkin seluruh mahasiswa, siapa yang tidak mau lulus-dengan kata lain 'bebas' dari belenggu tugas-tugas yang diberikan oleh dosen, ujian mata kuliah dan masih banyak lagi.

Namun disinilah titik pentingnya, kelulusan berarti kalian akan memasuki realitas dunia yang sesungguhnya, penuh ketidak-adilan, dimana hampir disetiap waktu 'uang'-lah yang berbicara-itulah yang dikatakan orang-orang.

"Pegal..." gumam Rinna sembari memijat pelan bahunya yang terasa sakit dan kaku akibat terlalu lama menatap layar laptop.

Rinna menengadahkan kepalanya, menatap langit-langit kamar yang bercat putih, "...tiga semester lagi ya?"

Smartphone Rinna berdering, ada satu pesan dari Ares, segera ia membuka pesan itu,

Rin, besok bisa bantu nggak?
-Ares

"Bantu apa?" balasnya pada Ares, tidak sampai dua menit Ares sudah mengirim pesan balasan, membuat Rinna geleng-geleng kepala, kemampuan Ares dalam hal mengetik pesan sungguh diluar akal sehat Rinna.

Mau tidak jadi model tugas fotografi ku? Aku butuh model wanita...
-Ares

Dih! Model katanya? Rinna mencibir, segera ia mengetik pesan balasan untuk Ares, "No!"

Jangankan model fotografi, menjadi objek foto saja Rinna tidak berminat, lihat saja galeri smartphone miliknya, kalian pasti akan menemukan ribuan gambar anime dan foto keenam sahabat Rinna yang numpang selfie di ponselnya.

Ayolah Rin, aku tidak tahu harus minta tolong pada siapa lagi, hanya kamu yang terakhir ada di pikiranku.
-Ares

Rinna menyeringai, "Apa imbalannya?"

Tega kamu, Rin! Ikhlas kek!
-Ares

Pffft! Rinna menahan tawa, "Bercanda, Res. Bentar, kamu mau foto gimana dulu?"

Foto sederhana, Rin. Couple gitu, tapi cuma sepatu doang kok!
-Ares

Couple? Sepatu?- "Maksudnya?"

Dosen aku ngasih tugas fotografi yang aneh, tentang 'chemistry'. Pilihan akhir ya kayak gitu, Rin. Aku cuma mengikat tali sepatu-mu aja, gambar yang diambil juga cuma badan kita doang.
-Ares

Selama bukan wajah, It's OK!-"Setuju, jadi kapan?"

Besok kutunggu di taman biasa ya...
Nanti kutraktir McFloat deh!
-Ares

Rinna tertawa, "OK, Res..."

Kapan ya dia seperti ini? Saling berbalas pesan dengan seorang lelaki? Rasanya sudah lama sekali, sejak saat itu Rinna tidak pernah bertukar pesan dengan lelaki lain.

Ya, sebenarnya sering sih, dengan teman sekelas. Tapi mereka lebih sering mengirimi nya pesan tidak berfaedah, seperti...

"Rin, lihat tugas akuntansi dong..."

-
-
-

"Nilaimu bagus, Rin."

Rinna mengernyit, sebelah alisnya terangkat. Sore ini tidak seperti biasanya kedua orang tua Rinna sudah pulang dari kantor dan tiba-tiba saja menanyakan tentang indeks prestasi Rinna di semester ini.

Di hadapannya, duduk di sofa yang berseberangan dengan Rinna, sepasang suami istri yang sering dipanggilnya dengan sebutan 'ayah dan ibu' sedang menatap selembar kertas yang merupakan sebuah 'raport' kuliah atau lebih sering disebut indeks prestasi mahasiswa.

"Pertahankan nilaimu, Rin," ujar Harry-ayahnya.

Helena manggut-manggut setuju dengan pendapat suaminya, "Jika kau bisa mempertahankan nilai mu yang diatas rata-rata seperti ini, ibu yakin ketika lulus nanti kau akan diterima di perusahaan besar."

Rinna mengangguk pelan, jujur ia tidak setuju dengan pendapat orang tuanya, sebenarnya masuk fakultas ekonomi pun ia masih setengah hati.

"Dan satu lagi," ujar Helena.
Rinna hanya terdiam sambil menatap Helena, gugup.

"Jangan terlalu banyak mengerjakan hal yang tidak perlu, Rin. Ibu tau kamu suka menggambar, tapi apa gunanya gambar cuma sekedar hobi?"

Rinna mengepalkan kedua tangannya. Lagi, pasti Helena selalu menyinggung hal ini, dengan kata lain dia ingin Rinna untuk berhenti menggambar-menghalangi hobi nya yang sudah ia tekuni selama bertahun-tahun.

"Dengar kata ibu, Rin. Percuma kamu ngerjain sesuatu yang ga bisa menghasilkan uang!" tambah Harry.

Terdengar kejam? Ya, inilah kenyataan.

Harry dan Helena tidak pernah mau menerima pendapat anaknya sendiri. Dan Rinna hanya bisa menuruti apa kata orang tuanya, dia tau, dia hanyalah sebuah boneka marionet.

Boneka marionet-tidak mampu melepaskan diri dari benang-benang yang dikendalikan oleh si pemain, yang tidak lain adalah orang tuanya sendiri.

-
-
-

"Rin..."

Ares memanggil Rinna, namun ia tidak menyahut-melamun, kah?

Akhirnya Ares menepuk bahu gadis itu, dan membuatnya terkejut,

"Eh, kenapa Res?" ujar Rinna sembari mengerjapkan kedua matanya, ia sadar sedari tadi dia melamun.

Ares duduk dihadapan Rinna lalu menyodorkan sebuah McFloat yang tadi dia pesan, "Nih, jangan melamun, ntar kesambet!"

"Thanks, Res," ujar Rinna.

Ares meminum McFloat, namun pandangannya tertuju pada gadis yang sedang duduk dihadapannya,

"Kamu mikirin apa sih, Rin? Keliatan gusar banget."

Rinna menoleh, "Hmm, apa ya? Mungkin ini gara-gara obrolan kemarin..."

"Cerita dong, Rin, aku dengerin nih, jadi pendengar setia."

"Idih, situ sehat?"

Rinna tertawa, begitu pula Ares. Jika diingat-ingat lagi, sudah hampir satu bulan Rinna sering ngobrol dengan Ares, ya walau lewat whatsapp, saling tatap muka seperti ini merupakan sesuatu yang langka-karena ini merupakan pertemuan ketiga mereka sejak sebulan yang lalu, langka bukan?

"Res, boleh aku minta pendapat mu?" tanya Rinna.

"Bicara aja, Rin!"

Rinna menghela nafas singkat, "Res, apa orang tua mu sering memaksakan kehendaknya padamu, nggak?"

"Hmm, memaksakan kehendak kaya gimana?"

Rinna memasang wajah berpikir-sedikit memanyunkan bibirnya, "Seperti kamu itu harus begini, tidak boleh melakukan hal A, harusnya itu B!"

"Oh, itu ya, jarang sih..." jawab Ares singkat, "mereka ngebebasin aku buat ngelakuin hal yang aku mau."

Rinna melongo, memasang ekspresi ngenes, hampir nangis, tetapi secara imajiner, "Ares, tukeran orang tua yuk!"

"Nahloh, napa minta tukeran??" Ares tertawa.

Rinna tertunduk lesu, sepertinya Ares sudah mengerti apa yang terjadi pada gadis ini, satu bulan dekat dengannya membuat Ares mengerti tentang siapa sosok Rinna yang sesungguhnya.

Rinna tidak lebih dari seorang gadis yang selalu berpikir terlalu jauh, sampai-sampai obrolan biasa pun bisa menjadi beban untuknya.

"Rin, kamu ngerasa dikekang sama orang tua?" tanya Ares.

Bingo!

Rinna mengangguk, "Mereka hampir tidak pernah menghargai hobi-ku."
"Oh, soal hobi rupanya..." Ares menghela nafas panjang, "cuma hobi, Rin. Kirain apaan."

"Tapi ini hobi yang sangat aku sukai, bahkan udah bisa dibilang ada benang merah yang ngikat aku sama hobi aku kayak jodoh, lah!"

"Berlebihan, Rin."

Ares melihat Rinna yang masih melongo, "Sini aku kasih tau kamu sesuatu, mungkin ini bisa ngubah cara pandang kamu yang selalu pesimis dengan apa yang terjadi padamu."
Ares menghela nafas panjang, "Apa kamu pikir impian kamu yang jadi animator itu ga bisa kamu gapai?"
Rinna mengangguk.

"Pemikiran kamu terlalu pendek, Rin."

"Eh?"

Rinna menatap Ares yang semakin serius, baru kali ini ia melihat ekspresi Ares yang seperti itu, seperti sedang menyusun rencana perang maha dahsyat-oke, ini berlebihan.

"Maksudnya?"

Ares tersenyum, "Rin, aku ajarin kamu gimana balas dendam sama orang tuamu mau??"-Ares menyeringai.

"Ha?"

"Kamu ngerasa orang tuamu selalu melihat hobi mu itu dengan sebelah mata, kan? Bahkan mereka sering melarangmu untuk melakukannya?"
Rinna mengangguk, Sumpah! Hatinya terasa memanas ketika mendengar kata-kata yang diucapkan Ares.

"Jawabannya, hanya satu, Rin."
Rinna menyela sekenanya, "Jangan bilang, jawabannya ada diujung langit?"

"Kagak lah, elah!" seketika Ares ngakak ditempat, Rinna memang polos atau bodoh, sih?-ya, bodoh sama polos beda tipis lah.

"Jadi maksudnya gimana, Ares?" Rinna mulai kesal.

Ares berhenti tertawa dan menatap Rinna dengan senyuman yang merekah,

"Buktikan pada mereka jika hobi mu yang selalu mereka lihat dengan sebelah mata, adalah gerbang menuju keberhasilanmu, Rin..."

Rinna menaikkan sebelah alis matanya, "Tapi mereka pasti akan terus melarangku untuk melakukannya, Res!"

"Terima kenyataan, Rin. Kamu itu berada di fakultas ekonomi, dilarang untuk mendalami seni, tidak didukung oleh orang tua buat jadi seniman..." Ares menatap Rinna yang terlihat sangat marah, "Tapi..."

Rinna tertegun.

"Kamu seorang gadis multitalenta dengan banyak kemampuan, Rin..." Ares tersenyum, "kamu bisa ngubah jalan takdirmu jika kamu mau, dan caranya adalah dengan berusaha!"
Ares tersenyum lagi,

"Jangan dengar apa kata orang lain, hapus pikiran negatif kamu, jadilah seperti bunga teratai. Meski tumbuh di daratan penuh lumpur, mereka bisa tumbuh dengan indah! Itulah kamu, Rin."

"Semua butuh waktu, tau quotes nya Monte Cristo kan?" Ares melirik Rinna, gadis itu pasti tau apa yang ada di pikirannya,

"Wait and hope..." ujarnya berbarengan.

Rinna saling tatap dengan Ares, lalu sedetik kemudian mereka tertawa, rasanya aneh ketika ngobrol sesuatu yang aneh seperti ini-ini akibat kebiasaan Rinna dan Ares yang selalu membahas hal aneh bin absurd dan tidak berbobot.

Rinna bernafas lega, kata-kata Ares ada benarnya, mungkin ini adalah waktunya ia melakukan pemberontakan secara gerilya. Pemberontakan yang manis, namun untuk melakukannya butuh perjuangan ekstra, selain harus bersikap masa bodoh dengan semua perkataan orang tua-bahkan dunia-yang pastinya menyiksa batin, apa kabar hati?

Rinna harus tetap berusaha. Ya, inilah 'sweet revenge' miliknya, dan untuk mewujudkannya adalah dengan menunggu dan berharap.

"Makasih, Res, sepertinya aku diberi pencerahan..." Rinna tersenyum.

Ares ikut tersenyum, "Syukur, deh... jangan stres lagi, Rin, tar cepet tua."

"Tua-an kamu, Res!" balas Rinna sekenanya.

Rinna menyipitkan kedua matanya, "Ngomong-ngomong, kenapa kamu bisa ngasih nasehat berfaedah gitu, Res?" manatap Ares penuh selidik.

Ares mengedipkan sebelah matanya,
"Jelas dong, kan aku ngasih nasehat buat orang yang aku sayang..."
Ares nyengir, Rinna membatu.

Wtf!
-
-
-

Lagu kalafina: [kimi no gin no niwa-Kalafina]

Sotto hiraita doa no mukou ni kowaresou na sekai ga aru
Asa ga kuru no ka yoru ni naru no ka
Mayoinagara hikari wa hokorobite

Di seberang pintu yang terbuka secara perlahan, ada dunia yang rapuh
Apakah pagi akan tiba? Apakah akan menjadi malam?
Selagi aku merasa bimbang, cahaya mulai menerobos masuk.

Koe ga yobu made wa mou sukoshi asobou
Hana no you ni mawaru toki wo kurikaeshi.

Hingga suara memanggil, ayo kita bermain sekali lagi
Kita mengulangi waktu yang berputar bagaikan bunga.

Yume wa kono heya no naka de
Yasashii uta wo zutto kimi ni utatteita
Nani ga honto no koto na no
Ichiban tsuyoku shinjirareru sekai wo oikakete
Kimi no gin no niwa e

Impian yang ada di dalam ruangan ini
Selalu menyanyikan lagu yang lembut untukmu
Apa kenyataannya?
Kukejar dunia yang dapat kupercayai pada yang terkuat
Menuju taman perakmu.

Michi ni mayotta ano ko ga kyou mo ichiban hayaku kaeritsuita
Tadashisa yori mo akarui basho wo mitsukenagara hashireba iinda ne

Anak itu yang tersesat di jalan, bahkan hari ini pulang kembali paling awal
Aku senang jika berlari sambil menemukan tempat yang lebih terang dari kebenaran

Osanai nemuri wo mamoritai ban'nin
Otona ni naru-mon wa kataku tozasarete

Kuingin menjadi penjaga untuk melindungi tidurku yang lugu dan polos
Sebab gerbang menuju kedewasaan sudah menutup secara tegas

Kimi wa kizuiteita kana?
Honto no koto nante itsumo kako ni shikanai
Mirai ya kibou wa subete
Dareka ga egaku tooi niwa no wagamama na monogatari
Mada dare mo shiranai

Sudahkah kau menyadarinya?
Bila kenyataan itu selalu hanya ada di masa lalu
Segala hal-hal seperti masa depan dan harapan
Berada di dalam kisah ego dari taman jauh yang digambarkan oleh seseorang
Masih belum ada yang mengetahuinya

Hitamuki na kotori no koe de utau kodomo wa
Nani wo kakushi nani wo kowashi
Moeru tokei himitsu meku hana no kaori
Koko ni iru yo

Seorang anak kecil yang bernyanyi dengan suara kicauan burung secara tekun
Apa yang ia sembunyikan? Apa yang ia hancurkan?
Jam tangan yang membakar dan wangi bunga yang tersembunyi
Semuanya berada di sini.

Shizuka ni yorisotte
Doko ni mo yukanaide
Madobe de saezutte
Nani wo nakushitatte

Datanglah mendekat dengan tenang
Jangan ke mana-mana
Kau yang berkicau dari jendela
Apa yang kauhilangkan?

Yume wa sono ude no naka ni
Yasashii hito no uso mo nageki mo tojikometeita
Nanika tarinai kokoro de
Hikari wo matoi tonde yukou
Shoujo no katachi wo shite
Owaranai hajimari e
Hontou no owari e

Impian yang berada di dalam rangkulanku
Telah menutup kebohongan dan duka dari orang yang baik
Dengan hati yang tidak mencukupi
Ayo kita pergi terbang berbalut cahaya
Dalam wujud seorang gadis
Menuju awal yang tiada akhir
Menuju akhir yang nyata

Shizuka ni yorisotte
Doko ni mo yukanaide
Madobe de saezutte
Doko ni mo yukanaide

Datanglah mendekat dengan tenang
Jangan ke mana-mana
Kau yang berkicau dari jendela
Jangan ke mana-mana
-
-
-
Ya, inilah mimpi yang kuhilangkan tapi tidak dihapus sepenuhnya,
Karena dengan sedikit bantuan Ares, semua bisa terjadi,
Karena Ares sudah menyeretku tanpa permisi ke dalam taman peraknya, yang berisikan tekad dan kekuatan untuk mewujudkan mimpi.
-
-
-
Fin~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: