01 | Umat Manusia di Masa Depan yang Jauh
Manusia adalah makhluk serakah. Kutipan yang sudah ada sejak zaman dahulu kala itu memang benar adanya. Kemungkinan di masa silam, manusia bahkan tidak berpikir bahwa akan ada kendaraan yang memungkinkan untuk melintasi lautan ataupun terbang di udara, tetapi kenyataannya hal itu terwujud di tahun 2000-an silam.
Lantas, manusia kembali mengandai-andai. Bagaimana kiranya jika pekerjaan di dunia ini digantikan oleh robot? Terdengar sangat menyenangkan jika memikirkan kerja berat apalagi yang memiliki risiko keselamatan rendah. Segala pekerjaan berat bisa digantikan oleh robot. Tak ayal, robot-robot ciptaan manusia itu mulai merambat hingga hal-hal sepele seperti pekerjaan ruman tangga, asisten perkantoran, dunia hiburan, dan bahkan artistik.
Seakan tidak puas dengan kemajuan yang ada pada tahun 2150 itu, manusia mengandaikan hal yang lebih mustahil. Bagaimana jika ada robot pencipta? Atau robot yang memiliki otak ilmuwan sehingga bisa menciptakan teknologi bantu-bantu manusia dengan sendirinya tanpa harus terkena campur tangan manusia.
Orang pada masa itu mungkin merasa amat menarik hingga ilmuwan di seluruh dunia mulai dikumpulkan untuk membuat kecerdasan buatan tingkat tertinggi. Pada akhirnya di abad ke-30 segalanya terwujud bersamaan dengan malapetaka yang para robot sebabkan.
Pabrik robot berteknologi tinggi yang dipimpin oleh otak dari segala robot di dunia, sebuah AI dengan kecerdasan yang didapat dari gabungan ratusan ilmuwan kelas dunia. Mother Rex. Pusat dari robot dengan kecerdasan luar biasa yang sekarang memegang kendali atas hancurnya dunia.
"Woah, selamat sore, Komandan!" seru seorang wanita yang membungkukkan badannya sembilan puluh derajat begitu melihat si lelaki tiba di markas.
Lelaki itu melirik ke sekeliling, melihat kekacauan yang terjadi di depan markas mereka. Para prajurit yang mengerang terluka, onggokan-onggokan besi yang sudah rusak memenuhi sekitar. Dia kemudian memandang ke arah langit, gelap, penuh dengan asap bekas pembakaran sisa-sisa perang. Langit sore berwarna oranye ataupun indahnya bintang-bintang malam tidak akan pernah bisa lagi ditemukan di masa umat manusia menjelang kepunahan.
"Di mana Teh Resti?" Pria itu–Komandan Steven Giorasa–yang merupakan komandan militer yang sekarang berpusat di Bandung bertanya pada bawahannya.
"Kayaknya Kak Resti lagi meneliti sesuatu di ruangannya." Jawaban dari si bawahan membuat Steven melangkah masuk ke dalam, mengabaikan sambutan-sambutan dari tentara yang lain dan fokus hingga pada ruangan yang dia tuju.
Steven mengetuk pintu terlebih dahulu lalu berucap, "Teh, saya ada keperluan sama Teh Resti."
"Masuk aja gak dikunci," jawab dari si pemilik ruangan.
Mendengar hal itu, Steven membuka ruang tersebut dengan pelan lantas masuk ke are ruang kerja wanita yang lebih tua beberapa tahun darinya itu. Mata Steven mulai menelisik ke sekeliling ruangan, Resti adalah mantan komandan militer yang ikut dalam perang besar-besaran melawan ribuan Rex's Children–sebutan untuk tentara robot bentukan Mother Rex beberapa tahun lalu dan memutuskan berhenti dari garda depan sebab kehilangan kedua kakinya.
Wanita yang kini duduk di kursi roda itu fokus pada dua layar super komputer yang sedang diutak-atik olehnya. Sedangkan Steven, dia masih mengedarkan pandangan kagum pada ruangan serba canggih yang merupakan laboratorium pribadi milik seniornya tersebut. Saat ini, meski tidak ikut berperang, tetapi Resti adalah orang yang berperan penting dalam penyediaan senjata untuk mereka. Yang jelas, chip buatan Resti adalah teknologi original dan tidak dapat disadap oleh Mother Rex.
"Saya sudah mendapatkan blue print markas Mother Rex, Teh." Steven bersuara lalu mendekat ke samping Resti.
Ketikan Resti pada tuts super komputer berhenti setelah mendengar itu. Kursi rodanya bergerak memutar, menghadap pada Steven yang kian mendekat. "Bisa gak sih panggilnya Kak saja gitu? Perasaan dulu Stev manggilnya Kak deh bukan Teh. Aku kan gak lagi ngeteh."
"Teteh itu sama saja dengan Kak." Steven membalas. Lelaki itu adalah orang Bandung asli. Tidak banyak penduduk lokal di Bandung yang masih hidup setelah pembantaian besar-besaran yang dilakukan oleh para besi berjalan itu.
"Terserah lah," balas Resti pada akhirnya. Dia menyesap susu coklat hangat di atas meja kerjanya lalu bersedekap. "Sini blue print-nya."
Steven memberikan sebuah chip berbentuk kotak pada Resti. Wanita itu lantas memeriksanya dan mengkoneksikan dengan super komputer miliknya. Mata coklat si wanita membola melihat setiap detail yang dia tangkap dari chip berisikan blue print dari Mother Rex, komputer dengan kecerdasan buatan paling canggih di dunia.
"Ini ... terlalu detail untuk dikatakan asli." Resti berkomentar.
"Saya juga sependapat dengan Teteh. Waktu saya memeriksa di area sekitar Mother Rex juga seakan memberikan saya celah membobol dan menyimpan blue print itu. Mother Rex tidak mungkin membiarkan sistem pertahanannya longgar." Steven menjelaskan.
Ada yang salah dengan kejadian ini, semacam jebakan. Akan tetapi, apapun itu ... ini adalah satu-satunya waktu yang mereka tunggu-tunggu. "Mau gimana pun juga, ini sudah waktunya, Stev. Kita yang memusnahkan mereka atau kita yang akan punah oleh mereka."
Ucapan seniornya itu begitu serius. Steven tahu jelas dan memang hari itu akan segera datang. Hari di mana umat manusia akan kembali berperang dengan Rex's Children sekaligus mencari cara untuk melakukan shut down pada Mother Rex, otak dari terancamnya kepunahan umat manusia.
.
.
Dipublikasikan pertama kali pada :
Rabu, 16 Oktober 2024, 21:45 WIB.
A/N : Sebenernya ini mau diupload pas anniv Gen 17 FLC beberapa bulan lalu tapi gak jadi-jadi karena ngurus naskah lain. So, berhubung genmate-ku berulang tahun dan ngepas sekali beliau MC jadi ya sudahlah mumpung moment-nya ngepas juga.
Hbd stvngrs ✨🎂
Tokoh-tokoh yang ada di sini bakalan ngambil nama-nama anak FLC terutama Gen 17 FLC dengan latar Bandung karena Stev dan Cha domisili di sana. Diriku? Ngikut aja lah.
Yang gak kenal sama FLC bisa banget tetep baca kok. Cuma nyomot nama ini, moga gak ooc.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top