[2] Genara
"Tumben lo telat?" tanya pria dengan prawatakannya hampir sama dengan Gema.
"Ketiduran," sautnya singkat.
"Eh, Ma. Gue dengar-dengar ada anak baru di kelas lo, cantik nggak?" seru Arka disorakki oleh teman-teman tongkrongannya.
Gema mendengar itu mendengkus kesal, dia mengedikkan bahunya cuek dan meraih sepiring nasi goreng yang tengah dinikmati oleh Gima.
"Bang, pesan sana napa!" protes Gima tidak terima makananya diambil begitu saja. "Malas," saut Gema.
Gima menggeram kesal karena saudara kembarnya itu, mau tidak mau dia harus memesan makanan lagi. Kasian bukan kalau cacing diperutnya kelaparan.
"Yang sabar bro," kelakar Jade merasa geli dengan tingkah sikembar.
"Eh, btw ntar kita nongkrong yuk, udah lama nggak," seru Arka membuat yang lain mengangguk setuju.
"Gimana Ma?" tanya Jade yang duduk di samping pria itu. Gema mengangguk singkat, tanda menyetujui.
Gema Atlantik Filisteen, icon seutaro sekolah SMA Galaksi dan sekolah luar akan kecerdasan dan kebrandalannya membuat dirinya terkenal, serta kulkas berjalan julukan yang melekat pada diri Gema. Dia juga pemimpin dari sebuah gen motor Black Rose yang terkenal sebagai raja jalanan.
Begitu juga dengan Gima Alaska Filisteen, sebelas dua belas dengan Gema. Namun, pria satu itu sedikit pencicilan dari saudara kembarnya, Gema. Dia merupakan anggota inti dari Black Rose.
Jade Raqael Emerld, si paling bijak sana dari yang lain. Tangan kanan dari seorang Gema, dan anggota inti dari Black Rose.
Terakhir, Arkana Sebastian. Paling prik dan cukup berguna dalam urusan per-uangan. Anggota inti dari Black Rose.
"Oh, ya satu lagi. Yang belum bayar uang kas, segera!" seru Arka membuat beberapa anggota Black Rose menjadi ricuh.
Intan dan Genara yang barusan datang langsung mengalihkan netranya ke
arah sumber suara. Hal asing bagi Genara, "Mereka yang duduk di sana, anggota Black Rose," jelas Intan.
"Black Rose?" tanya Genara bingung.
"Ntar, gue jelasin. Makan dulu yuk!"
"Lo mau apa, Ra?" tanya Intan setelah mereka mendapatkan bangku kosong.
"Gue mineral aja, belum lapar," saut Genara. "Yakin nih?" tanya Intan memastikan sebelum dirinya pergi memesan makanan. Genara mengangguk, karena dirinya memang belum lapar.
"Eh, itu kan anak barunya?" tanya Dion, salah anggota Black Rose. Semua anggota Black Rose mengikuti arah yang ditunjuk Dion, termaksud keempat anggota inti itu.
Jade yang tengah minum kesedak saking kagetnya, melihat siapa anak baru tersebut. "Eh, lo nggak apa-apa De?" tanya Gima panik.
Jade masih terbatuk-batuk, dia menggeleng membuatnya mendapat tatapan bertanya dari Gema.
"Bentar-bentar," gumamnya gusar, dia mengetik sesuatu di handphonenya.
Princess Emerld💖
You :
De, ngapain pindah ke sini sih?
Princess Emerld💖 :
Gabut:)
Baiklah, Jade hanya bisa menatap nanar layar handphonenya. "Dah lah kacau," runtuknya.
"Napa lo?" tanya Gema bingung dengan sikap tidak jelas Jade.
"Dia adek gue."
Suara batuk karena tersedak kembali terdengar, "Apa, huk ...."
"Lo punya adek?" tanya Arka tercengang.
Jade mengangguk, Gima yang masih batuk-batuk karena tersedak langsung meneguk segelas air. "Trus, ngapain lo harus ketar-ketir kayak gini?" tanyanya setelah lebih lega.
Jade sontak terdiam. Banyak pertanyaan yang ada di dalam pikirannya saat ini, tapi sulit untuk diutarakan. Melihat Jade resah membuat Gema mengerti, "Dia nggak bakal kenapa-napa selagi ada lo," saut Gema. Mendengar itu, Jade mengehela napas gusar, apa yang dikatakan oleh Gema ada benarnya.
"Thanks," gumamnya pelan.
Gema menatap ke arah Genara, gadis itu tengah asik bertukar cerita dengan Intan.
"Sebenarnya ada apa?" Itulah yang ada di dalam pikiran Gema saat ini.
***
"Huft, capek juga," gumam Genara menghempaskan tubuhnya ke sofa. Saat ini dia baru saja tiba di rumah.
Tak lama dari itu Jade datang dengan wajah sama lelahnya. "Kenapa pindah ke sekolah abang sih, La," gerutu Jade mendudukan dirinya di sebelah Genara.
Genara tersenyum mengejek. "Mau lapor sama Mam dan Dad ahh," seru Genara semangat membuat Jade langsung memeluk tubuh Genara agar gadis itu tidak beranjak.
"Please jangan," bujuk Jade dengan tampang mengiba.
"Ihh, lepas. Abang bau," ujar Genara memberontak lepas dari dekapan Jade.
Jade segera melepaskan dekapanya dan mengendus-ngendus bajunya. "Wangi kok?" gumamnya.
Genara yang melihat itu tertawa, menertawakan tingkah konyol abangnya.
"Naraa!!" teriak Jade karena dijahili oleh adiknya sendiri.
"Rasain welee," ledek Genara dari atas tangga.
Jade mendengkus kesal, ah kalau sampai orang tuanya tahu bahwa dia masuk geng motor habislah riwayatnya.
Di lain tempat, Gema tengah menatap layar handphonenya dengan pandangan datar. Gima yang udah di teras rumah hanya memerhatikan tampang saudara kembarnya yang sama halnya dengan triplek.
"Woi, masuk nggak. Bunda udah manggilin dari tadi," teriak Gima. Gema melirik sang adik, dia segera turun dari motornya dan ikut menyusul masuk ke dalam.
"Sebenarnya apa sih yang lo pikirkan, bang?" tanya Gima yang berjalan di belakang Gema.
"Banyak," saut Gema singkat, mendengar hal itu Gima mencibir.
Dia malah melangkah terlebih dahulu ke ruang makan, tanpa memperdulikan Gema yang masih diam membatu.
"Abang mana Dek?" tanya Fayra kepada anak bungsunya.
"Lagi mikirin cicilan utang Bun, di luar," canda Gima.
"Sembarangan kalau ngomong," saut Bunda Fayra menasehati si bungsu.
"Canda, Bun," saut Gima cengengesan.
"Bun," sapa Gema bergabung. Gima sudah siap dengan sepiring nasi untuk makan siangnya.
"Lo makan bisa kalem dikit nggak sih?" gerutu Gema kepada kembaran melihat cara makan Gima yang berantakan.
"Guem lapar bam," ujarnya tidak jelas.
"Telan dulu Dek." Peringati Bunda Fayra. Gima meneguk minumannya, "Maaf, Bun."
Gema menghela napas singkat, dia mulai menyendokkan nasi ke dalam piringnya. Mengambil beberapa lauk-pauk, "Gimana sekolah kalian?" tanya Bunda Fayra disela-sela makan siang mereka.
"Baik, Bun," jawab Gima diangguki oleh Gema.
Bunda Fayra tersenyum, tidak disangka putra kembarnya sudah bertumbuh beranjak dewasa. Dulunya dia timang-timang sekarang kapan saja mereka bisa pergi darinya, mungkin lima atau sepuluh tahun akan mendatang putra-putranya akan memiliki kehidupan dengan keluarga barunya.
"Oh, ya Ayah udah pulang atau masih di kantor Bun?" tanya Gima melirik sang Bunda yang sama sekali belum menyiapkan makannya.
"Apa tanya-tanya, kangen Ayah kamu Gima?" tanya Ayah Fairuz datang dan langsung merangkul Bunda Fayra dari belakang.
Gima mengedikkan bahunya cuek. "Ayah tahu nggak di sini kawasan di bawah umur, ntar aja lanjutin di kamar gih," seloroh Gima berklik kesal melihat kebicinan sang ayah kepada bundanya.
Ayah Fairuz mencibir. "Ganggung aja kamu, makanya cari pacar sana," saut Ayah Fairuz.
"Ya, ya, ya," gumam Gima sebal.
"Abang diam aja, sariawan?" tanya Ayah Fairuz kepada si sulung.
"Abang lagi galau, mikirin cewek Yah."
Tukk!!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top