[11] Gemara
Genara terduduk di tepi ranjang. Pandangannya lurus ke depan. Di belakangnya Gema masih terbaring tak sadarkan diri.
Helaan napas lelah mengudara di dalam kamar tersebut. "Sebenarnya ada apa?" gumamnya memejamkan matanya.
Dia bingung kenapa dia bisa berada di apartemen ini, apalagi dengan keberadan Gema. Pasalnya apartemen ini tidak pernah terjajah oleh orang lain selain mereka bertujuh.
"Ra udah bangun?" Terlihat kepala Samudra menongol dari balik pintu kebatulan pintu kamar itu tidak tertutup.
Genara sontak menoleh ke belakang. Dia tersenyum singkat, dan bangkit. "Abang laper," adunya menyengir kuda. Samudra memutar bola mata malas, "Ayo sini makan dulu," ajaknya merentangan tangan. Dengan senang hati Genara menyusul dan bergelanjutan manja di lengan Samudra. Samudra tersenyum tipis, walau gadis itu bersikap manja kalau ada maunya, setidaknya dia bersyukur Genara bisa tersenyum lepas sampai detik ini bersama dengan dirinya.
"Yang lain mana Bang?" tanya Genara.
"Bang Galak sama Ruby ke luar, yang lain pada molor. Venus, ntah lah," jelas Samudra menyuapi Genara. Genara menggut-manggut, mulutnya sibuk mengunyah kue.
"Makan lagi Ra, aaaa," ujar Samudra. Genara menggeleng, perutnya sudah begah, "Kenyang."
Samudra mengangguk, dia menatap cukup lama Genara. Genara lantas membalas tatapan itu.
"Why?"
Samudra lantas menyodorkan jari kelingkingnya di depam wajah Genara. "Janji sama Abang, kalau Ara bakalan sembuh," sautnya.
Genara tersenyum. "Aku nggak janji, tapi bakal berusaha," sautnya mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Samudra.
Samudra langsung mendekap tubuh kecil itu, mengusap-usap punggung Genara dan sekali-kali mencium puncak kepala Genara.
"Kesayangan Abang," gumamnya.
Genara langsung mendorong tubuh Samudra. Dia tertawa kecil. "Kenapa?" tanya Samudra bingung.
"Bang Semur tetap nyebelin," ledeknya menjulurkan lidahnya.
Samudra menggerutu, "Dasar bocil."
***
Genara menatap lurus ke tubuh pemuda yang masih tak sadarkan diri itu. Dirinya mendekat, dan duduk di tepi ranjang. "Hei, sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Genara pelan.
Wajah Gema dibanjiri keringatnya, dalam tidurnya dia nampak gelisah. "Maaf," gumamnya meracau.
"Maaf, maaf." Kata maaf berulang kali terucap dari dalam mulutnya.
"Ma, bangun!" saut Genara menggucang-gunacangan lengan Gema.
Dengan napas memburu Gema membuka kedua kelopak matanya.
"MA!"
"Ra!"
Tubuh Gema langsung duduk, dia meraih tubuh Genara ke dalam dekapannya. "Maaf," gumamnya meletakkan dagunya pada cekukan leher Genara.
Genara membalas pelukan Gema. Cukup lama mereka dalam posisi seperti itu. Akhirnya Genara melepaskan dekapannya tersebut. Tatapan mereka beradu beberapa saat.
"Kenapa?" tanya Genara tersenyum tipis. Gema menggeleng, dia malah menggenggam tangan Genara. "Janji, janji sama gue. Lo bakal sembuh," gumamnya. Genara mendengar hal itu tersenyum miring.
Dia mengangguk, mengiyakan perkataan Gema. Gema tersenyum lega, dan kembali mendekap tubuh Genara. "Terima kasih," gumamnya pelan.
"Ehemm, udah?" tanya Samudra berdiri di daun pintu sambil bersikekap dada. Di sana juga terpadat Jade, Bumi, Galaksi, Venus, dan Ruby dengan tampang cengong gadis itu.
Bumi yang berdiri si samping Ruby malah menutup mata gadis itu."Bocil nggak boleh lihat," bisiknya. Ruby yang setengah kesal malah menginjak kaki Bumi dengan tidak berperasaan.
"Sakit, bocil!" ringisnya menatap Ruby sengit.
"Nggak ngerasain," ledeknya.
Genara tersenyum tipis melihat kerandoman sepupu-sepupunya. "Ara okey," sautnya. Melihat itu Venus tersenyum lega, lantas dia memilih meninggalkan ruangan tersebut.
Gema menatap mereka dan Genara bergantian. "Yang dekat pintu Bang Samudra, sebelahnya Bang Galaksi, yang dekat Ruby itu Bang Bumi. Dan yang ke luar tadi itu Venus. Mereka semua sepupu gue," jelas Genara tersenyum.
Gema menatap Galaksi. Merasa diperhatikan Galaksi mendekat dan duduk di pinggir ranjang. "Salam kenal," sautnya tersenyum.
Gema mengangguk singkat. Dia lantas menoleh ke arah Ruby yang tengah saling menyalahkan dengan Bumi. "Ma, jangan beri tahu yang lain ya, please," sautnya dengan tampang memohon.
Gema langsung menoleh ke arah Genara. Dan tampang gadis itu pun sama. Tampang memohon.
Saat ini mereka semua tengah berkumpul di ruang tengah. Genara sibuk menscroll beranda handphonenya. "Kamu jadi ikut lusa?" tanya Jade tiba-tiba duduk di sampingnya.
Genara sontak menghentikan aktivitasnya. "Ke mana?" tanyanya bingung.
"Puncak."
Genara langsung mengingat. "Iya," sautnya mengangguk.
"Yaudah gih pulang, diantarin Venus," suruh Jade. Genara mengangguk, hal itu sontak tak lepas dari pandangan Gema.
"Gue Bang," tujuk Ruby karena hanya dirinya cewek yang tinggal. "Sama Semur atau nggak Bumi," suruh Jade.
"Semur pala lo," gerutu Samudra heran namanya secakep itu malah dipanggil semur oleh kakak-beradik ini.
"Nggak mau," tolak Ruby. Dipastikan kalau ikut dua manusia itu pasti dia tidak akan sampai ke rumah dalam waktu cepat.
"Sama Bang Galak." Final Jade.
Ruby melirik Galaksi, seketika bergigik ngeri. "Nggak-nggak, sama aja mah mereka. Bang Galak palingan ke kantor duluan," protesnya lagi.
"Kenapa nggak sama Abang aja sih!"
"Gue ngantarin Gema, lo mau nebeng tiga. Hem?" tanya Jade tersenyum jahil. Dengan wajah masam, Ruby meraih tasnya. "Lebih baik pulang sendirian," gumamnya pergi.
Satu persatu pada meninggalkan ruangan itu. Dan hanya Jade, Galaksi, dan Gema yang masih stay. "Soal kejadian itu gue minta maaf, Bang," saut Gema membuka suara.
Galaksi yang semula menatap layar handphonenya mendongkakkan kepalanya menatap Gema.
"Lo nggak salah, Ma!" Peringatan Jade tak suka ketika Gema terus-terus menyalahkan dirinya yang nyatanya memang tidak bersalah sama sekali.
Galaksi tersenyum tipis. Dia melatakkan handphonenya di atas meja. "Kadang takdir Tuhan emang kejam, Ma. Namun, kalian harus melihat juga dari sudut pandang yang berbeda."
"Tuhan memberikan cobaan sesuai dengan kapasitas hambanya juga, takdirnya Ara maupun lo Gema udah tergaris. Dan Tuhan yakin kalian bisa melaluinnya, jangan pernah salahkan diri lo lagi. Lo nggak salah!" lanjut Galaksi. Mendengar itu Gema hanya diam dan menunduk.
"Gue yakin lo bisa laluin semua. Dan lawan trauma lo itu."
Gema menghela napas, kemudian mengangguk ragu menatap Galaksi. "Thanks Bang," gumamnya tersenyum tipis.
Galaksi beralih menatap Jade, pemuda itu berpangku tangan di depan dada dengan wajah mengantuk. "Lo boleh kapan saja datang ke sini!" saut Jade menegakkan tubuhnya. Galaksi mengangguk membenarkan ucapan Jade.
"Kalau lo pengen cerita atau butuh bantuan. Gue, Jade, atau yang lain selalu welcome." Galaksi menepuk bahu Gema.
"Gue duluan," saut Galaksi bangkit dari duduknya.
"So?" tanya Jade menatap Gema menatap lurus ke arah pintu.
Gema mengangguk. "Thanks," gumamnya.
"Pulang, kuy!" ajak Jade diangguki oleh Gema pasalnya sekarang sudah menunjukkan pukul 16.47. Bisa dikatakan seharian ini dia berada di apartemen ini karena tidak sadarkan diri.
"Sandi apartemen tanggal ulang tahun Ara, lo pasti tahu kan?" tanya Jade menutup pintu.
Gema mengangguk. "Sekali lagi makasi."
"Sans."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top