- Rose Sapphire, 001
Gadis yang selalu menghabiskan waktu dengan melukis, anak sang Duke, temannya Kaisar. Orang-orang selalu berkata, jikalau tuan putri pemilik surai hitam legam serta manik ungu bagai permata. Namun, tiada seorang pun mengetahui bahwasanya blue sapphire juga bisa retak. Di bawah langit malam berbintang, hanya ada blue sapphire berkilauan; dalam sekali lihat siapapun akan tahu siapa pemilik permata biru tersebut. Kendati miliki rambut tak sepanjang putri cantik lainnya, tetapi dalam sekali tatap semua orang 'kan tahu jikalau hanya kata indah pada Alviria Crenzlori. Mendudukkan diri dengan begitu anggun, tentu saja berhasil cipta senyum sumringah. Tuan putri yang selalu berucap begitu lembut, bahkan bangsawan lain selalu berkata.
"Bangsawan mana yang akan menolak putri sulung keluarga Duke Crenzlori? Keluarga yang dikenal sebagai temannya Raja."
Begitulah para bangsawan lain termakan oleh dusta, berucap bahwa Michael ialah dalang dari jatuhnya Raja; sedikit pun tidak ketahui jikalau putri sulung keluarga Crenzlori sedang tersenyum. Bahkan sinar yang selalu menipu itu kini perlahan redup, pada malam ketika mereka hanya tahu caranya berteriak. Berkata tidak membutuhkan Raja yang berani melakukan pertumpahan darah, faktanya bukanlah Michael pemilik dari tangan kotor tersebut. Di belakang sana, gadis yang rela melakukan apapun demi pemilik kata indah. Lelaki dengan surai pirang serta biru di ujungnya, kemudian iris senada sang langit. Bahkan gadis yang selalu dapatkan puja-puji pun terperangah, sebab baru ketahui keberadaan ciptaan dewa secantik Michael, anak beserta kehadiran terlupakan.
Anak itu merangkak, tatkala rasakan tubuh mulai sulit untuk sekedar bangkit. Tubuh yang sempat terinjak-injak kini tampilkan lebam, jikalau ada orang dengan simpati tinggi di dekatnya mungkin ia akan merinding. Tidak ada yang lebih memprihatinkan selain anak-anak di tepian jalan, mereka akan selalu merengek pinta makanan dan selalu seperti itu. Tidak banyak orang baik di kerajaan tersebut, faktanya di dunia ini hanya ada para manusia yang mementingkan diri sendiri. Tidak peduli siapapun akan mati, selama mereka masih bisa hidup; kemudian menjilat kaki manusia dengan derajat lebih tinggi. Begitu para rakyat miskin menjalani hidup mereka, selama serakah masih ada manusia tak berdaya tersebut akan selalu mencoba lakukan apapun—termasuk membunuh orang lain. Bagi mereka, uang kalah perioritas utama tak peduli haram atau tidaknya. Selama mereka bisa makan, mabuk, dan nikmati hidup yang bagi orang bodoh tersebut tidaklah adil.
Lalu, Michael hanya bisa tersenyum getir. Perutnya terasa sakit, tetapi dia harus tetap mengobrak-abrik kotak sampah. Mencari bekas para manusia dengan derajat lebih tinggi, berpikir mungkin saja sisa-sisa itu ada yang bisa dia makan. Tangan kecil tersebut berhasil menemukan sesuatu, roti keras yang entah mengapa bisa dibuang. Baunya begitu tidak nyaman, bahkan warnanya pun sudah mulai berubah jadi hijau. Meneguk Saliva miliknya, mau bagaimanapun tidak ada makanan lain yang bisa dia makan selain ini. Michael sudah terlanjur tak memiliki tenaga untuk sekedar mencuri apel di seberang sana, ia hanya bisa mengorek tong sampah bersama secercah harapan untuk bertahan hidup. Saat mulut sudah mulai terbuka, sembari menahan tangis anak kecil itu telah siap menyantap makanannya sore ini. Namun, ada sebuah tangan menahan pergerakan gelandang kecil tersebut. Rambut pirang serta manik mata senada dengan miliknya, jika diamati seksama terlihat seperti lelaki berumur sekitar tiga puluh tahun lebih. Terbilang cukup mudah, tetapi bukan itu pertanyaan Michael kala itu.
"Siapa anda?"
Sebagai anak yang telah kehilangan kedua orang tuanya, Michael hanya tahu tentang aturan rimba—bagaimana caranya dia agar tetap bisa bertahan hidup. Michael tidak peduli, siapa pemilik kasta tertinggi saat ini, yang terpenting baginya hanya makan terus hidup kemudian mati dengan cari paling baik. Namun, sekarang ada seseorang dengan jubah mewah berada tepat di hadapan manik biru anak tersebut, sedang tersenyum begitu lembut. Tepat tak jauh dari sana ada kereta kuda, samar terlihat seorang perempuan juga sedang tersenyum dengan wajah seakan sedang menanti. Michael semakin tidak mengerti, mengapa ada pasangan suami-istri dengan pakaian mewah mendatanginya?
"Aku tidak menyangka, akan ada rakyatku yang tak mengenali diriku. Terutama, kamu adalah anak kecil berumur lima tahun."
Michael sudah berada di kota ini sejak lama, telah mengerti orang seperti apa saja yang sedang berucap dusta. Begitulah dia melihat sang Kaisar, hanya ada kata dingin di sana, kendati Raja tersebut berucap dengan lembut serta mengukir sebuah senyum. Michael sungguh tahu, bahwasanya pada diri lawan bicaranya hanya ada ketidakpedulian.
"Maukah kamu ikut dengan kami?"
Bagai gelandang lainnya yang hanya tahu cara menjilat kaki seorang bangsawan, Michael menurut, tanpa berpikir panjang dia mengangguk. Tanpa mengetahui atas dasar apa ia dibawa menujur Istana Kekaisaran. Pada otak yang belum berkembang dengan baik pemilik siang hari hanya menurut dengan alasan ia akan makan-makanan enak di sana—padahal bisa saja dia dijadikan budak oleh keluarga Raja. Namun, hati seorang Michael kecil berkata ia akan baik-baik saja.
Michael diadopsi oleh keluarga kekaisaran dengan dalih bahwa sang ratu sepertinya takkan melahirkan seorang anak, tetapi sepuluh tahun kemudian bayi laki-laki pun lahir. Suatu keajaiban yang tiada seorangpun menyangka. Kemudian, Michael hanya bisa diam sembari mencoba menerima fakta bahwa dia benar-benar dibuang, tepat lima tahun kemudian setelah anak kandung kaisar terlahir.
Gadis yang sebentar lagi menginjak usia kedua puluh tahun kini sedang duduk di atas mayat. Lalu, di depan sana ada Michael sedang menatap datar dengan pedang pada tangan kanan. Tatapnya dingin dan kosong, Alviria sadar akan semua itu.
"Pangeran, bukankah ini yang anda inginkan. Setelah anda bercerita tentang bagaimana hidup anda berlalu, saya sadar akan sesuatu. Iris biru anda selalu menatap penuh sinar menuju keluarga yang memiliki gemerlap amat terang. Saya tahu, ada keserakahan pada diri anda. Di sini, saya hanya mengabulkan permintaan yang tak pernah terucap oleh anda sendiri. Saat ini adik anda berada tepat di bawah tubuh saya, anda tidak berminat sedikitpun mengucap selamat tinggal sebelum saya membakar mayat adik anda? Duh, bahkan dia belum menginjak usia sepuluh tahun."
Michael menjatuhkan pedang miliknya, melangkah kemudian merentangkan tangan. Bukan untuk salam selamat tinggal untuk adik kecilnya, tetapi sambutan terhadap pelukan. Alviria sadar maksud dari calon kaisar selanjutnya. Tepat saat malam hanya berisikan sunyi serta bulan purnama sebagai penerang. Di ruangan gelap tersebut hanya ada dua ranum saling menyatu. Menghiraukan tiga Mayar di ruang yang sama, serta bercak-bercak darah; lalu, dua pedang dengan model sama pula—alasan mengapa tuduhan jatuh ke tangan orang yang salah. Pada malam berbintang ditemani purnama, pemilik blue sapphire yang katanya penuh akan kejujuran faktanya hanya berisikan dusta.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top