APA DIA HARUS BERLUTUT DAN MENYATAKAN CINTA?

"Hidupku dulu tidak menyenangkan. Ketika kehilangan semua cinta." Dan Dinar tidak ingin mengulanginya. Tidak ingin anaknya mengalami hal yang sama. "Orang tidak bisa kehilangan sesuatu jika tidak pernah memilikinya bukan?"

"Terlambat," sanggah Kana, menepis semua hal tidak masuk akal yang dilontarkan Dinar. "Cinta kepada Jasmine sudah kamu rasakan. Lagi pula, umur orang mana ada yang tahu. Bisa jadi kamu yang meninggalkan Jasmine duluan. "

"Gimana kalau aku mati lalu Jasmine jadi seperti ayahku? Karena Jasmine terlalu mencintaiku?" Dinar mengabaikan kalimat Kana, yang diakuinya betul.

"Kepedean! Memang Jasmine secinta itu sama kamu? Tadi siang dia bilang dia naksir kliennya yang mau bikin iklan ...."

"Come again?" Dinar sampai memajukan tubuhnya mendengar berita ini.

"Ingat kata-kataku ini, Dinar. Hidup tidak akan bahagia kalau kamu sibuk membayangkan hal-hal yang belum tentu terjadi. Kamu hidup sekarang, bukan besok, bukan kemarin. Jadi jangan berbuat bodoh lagi! Kalau kamu melewatkan kebahagiaan yang seharusnya kamu rasakan hari ini, kamu tidak akan mendapatkan itu lagi lain hari.

"Dan Dinar, kamu dan Jasmine sama-sama kuat. Jika ada ujian di masa depan nanti, kehilangan atau apa pun, aku yakin kalian tidak akan terpuruk. Jika kalian limbung, ada aku. Ada kami. Orang-orang yang akan selalu ada untuk kalian.

"Jeez, Dinar. Kamu itu software engineer, orang paling logis di dunia. Kenapa kamu takut sama hal-hal nggak masuk akal begitu?" Kana menutup ceramahnya dengan gerutuan.

"Tapi, Jasmine betul dekat sama kliennya?" Dinar mengabaikan nasihat Kana.

"Iya, cepetan balik. Maxima juga nggak bangkrut kalau kamu ninggalin kerjaan kamu sebentar. Jasmine juga, kalau kamu tinggal mati, aku akan memastikan dia nggak sampai gila, aku akan mengingatkan banyak laki-laki yang jauh lebih baik dari kamu di dunia ini. Begitu juga sebaliknya."

"Jangan dibuat bercanda, Kana." Laki-laki yang lebih baik darinya? Untuk Jasmine? Apa ada? Dinar bukan ragu, tapi tidak terima.

"Urusannya memang sesederhana itu. Kamu yang membuat rumit. Kamu berhak bahagia, Didi. Setelah semua rasa sakit yang kamu alami semasa kecil dan remaja, kamu berhak mendapatkan semua kebahagiaan di dunia. Kebahagiaanmu ada di tanganmu. Kenapa kamu memilih menderita dengan tidak menerima kehadiran Jasmine?"

Pertanyaan terakhir dari Kana menggema di kepalanya. Dia menderita tanpa Jasmine. Dinar pikir pergi ke Brunei akan bisa membuat dirinya berpikir lebih baik. Tapi, kenyataannya tidak seperti itu. Setelah terbiasa melihat Jasmine setiap hari, kali ini dia merasa kehilangan. Saat Jasmine tidak datang ke kantornya di sore hari, Dinar akan keluar dan memarkir mobilnya di kantor Jasmine. Lalu membuntuti Jasmine. Itu juga yang membuat Dinar menemukan Jasmine yang hujan-hujanan sore-sore.

Hell, dia terbiasa sendirian dari dulu. Tapi sekarang, ketika melihat laki-laki dan wanita tertawa, bergandengan tangan, saling tersenyum sambil menatap, Dinar merana. Hatinya terasa seperti diremas tangan raksasa yang tidak terlihat. Seharusnya dia juga menjadi bagian dari mereka. Bahagia bersama wanita yang dia cintai. Dinar berusaha untuk menguatkan hati, dia hanya dua minggu saja di sini, setelah itu dia bisa pulang. Namun pasangan-pasangan yang ditemuinya di mana-mana itu semakin membuatnya berharap ada Jasmine di sisinya.

Kebiasaan buruknya kembali lagi. Selama di sini Dinar semakin susah untuk tidur. Sebelum Jasmine meminta jarak, Dinar selalu menelepon Jasmine jika sulit tidur, menyuruh Jasmine untuk berbicara apa saja. Hanya mendengar suara Jasmine saja membuatnya rileks. Dengan begitu Dinar akan tidur nyenyak. Walaupun keesokan harinya Jasmine akan memarahinya selama lima menit penuh.

"Bilang kalau bosan ngobrol sama aku, jangan langsung tidur seperti itu! Aku berbusa-busa cerita ini itu, kamu nggak dengerin. Terus sekarang, aku mau nerusin cerita dan kamu minta aku buat ngulang yang tadi malam, karena kamu nggak sempat dengar? Not even in your wildest dream!" Jasmine tahan bicara panjang dalam satu tarikan napas.

Tentu saja Dinar hafal bagimana Jasmine bicara, matanya tidak pernah lepas dari Jasmine kalau Dinar sedang bersamanya.

"Aku ketiduran karena aku nyaman. Dengar suara kamu bikin nyaman jadi ngantuk." Dinar dengan sabar memberi alasan. Alasan yang sesungguhnya. Lucu sekali, mengingat dulu dia pernah bersikeras bahwa wanita yang suka bicara bukan tipenya.

"No! Itu karena kamu bosan, kalau nyaman pasti kamu tahan dengerin aku ngomong sampai selesai." Jasmine tidak mau kalah.

"Tapi aku tidak bosan. Aku suka mendengar suaramu." Kalau pun dia setuju dengan pendapat Jasmine, Jasmine juga akan marah, tidak terima Dinar menyebutnya membosankan. Sama-sama kena marah, jujur lebih baik.

"Aku nggak mau lagi ngomong sama kamu." Biasanya Jasmine akan mengancam seperti ini setelah mereka berdebat mengenai nyaman versus bosan.

Namun, ketika Dinar menelepon Jasmine lagi keesokan harinya, Jasmine akan tetap menerima panggilannya dan bercerita panjang lagi, Dinar ketiduran lagi, lalu Jasmine mengomel lagi. They go on the repeating cycle.

Dinar tersenyum mengingat semua itu. Hidup dengan Jasmine memang selalu berbeda. Di mana lagi akan ada wanita seperti Jasmine yang mau menerima Dinar yang membosankan ini? Kalau ingin terus bersama Jasmine, ada satu hal mendesak yang harus dilakukan. Memenuhi syarat dari Jasmine. Menyampaikan perasaaan. Atau Jasmine akan selalu merasa dirinya adalah kekasih tidak resmi. Kalau Jasmine tahu, tanpa dikatakan, sebetulnya selama ini posisi Jasmine ada pada puncak daftar orang-orang yang berarti dalam hati dan hidup Dinar.

Tapi memang ada hal-hal yang perlu diungkapkan, supaya orang lain tahu, bukan?

Menanyakan kapan waktu yang tepat untuk mengungkapkan perasaan—kenapa ini terdengar seperti urusan ABG?—sama dengan menanyakan kapan waktu yang tepat untuk diet, kapan waktu yang tepat untuk mulai rutin olahraga, atau kapan waktu yang tepat untuk menabung. Tidak ada jawabannya.

"Ikan Sepat, Ikan Gabus. Makin cepat, makin bagus." Kalau kata Manal.

Ingat Manal, Dinar harus mengakui Brunei tidak seru karena tidak ada gerombolan si berat itu.

***

Bertemu Jasmine lagi. Setelah lama tidak melihat Jasmine, Dinar akan bisa segera melihat wajahnya. Wajah yang setiap hari dipandangi melalui foto di ponselnya. Secara khusus Dinar membuat satu folder bernama Jasmine di ponsel. Isinya foto-foto dan video-video Jasmine yang diam-diam diambilnya. Juga satu folder berjudul Bukti Keberadaan, yang berisi segala sesuatu tentang Jasmine. Foto buku-buku Jasmine yang cewek banget di lemari di ruangan Dinar. Sangat kontras perbedaannya dibandingkan buku pemrograman milik Dinar. Foto snack favorit Jasmine—biskuit chocochips. Foto sendal jepit merah milik Jasmine di mobil Dinar, dan segala sesuatu yang membuktikan keberadaan Jasmine di habitat Dinar—apartemen, kantor dan mobil. Dengan begini setidaknya dia punya bukti bahwa Jasmine betul-betul ada dalam hidupnya. Keberadaan Jasmine lebih dari sekadar mimpi.

Tangannya bergerak mempelajari apa yang disukai Jasmine, untuk merancang acara lamaran menjadi pacar. Pekerjaan menjadi programer ini berbahaya untuknya. Urusan cinta saja Dinar ingin menerapkan System Development Life Cycle, tahapan pengembangan software. Perencanaan, analisa, desain. Astaga, ini urusan perasaan bukan software penggajian. Hatinya menertawakan otaknya.

Dulu Dinar berpikir, jika dia menikah suatu saat nanti, dia akan menikah dengan wanita yang seumuran dengannya. Yang dewasa dan sudah punya pandangan hidup serupa. Siapa sangka dia malah jatuh cinta dengan wanita semuda Jasmine. Yang masih manja dan merepotkan. Tapi, aneh. Dinar malah merasa dia dibutuhkan dan diandalkan oleh Jasmine, melebihi siapa pun yang pernah hadir dalam hidupnya. Bahkan saat bersama Alila, tidak terlalu seperti ini. Perasaan dibutuhkan dan diandalkan itu membuat Dinar merasa hebat. Merasa bahwa hidupnya berarti karena dia tidak lagi hidup hanya untuk dirinya sendiri. Tapi juga untuk orang lain.

***

Tangan Jasmine mengaduk-aduk sereal di mangkuknya. Dia berharap yang sedang menelepon Julian saat ini adalah Dinar. Jasmine tahu mereka berdua memutuskan untuk berteman. Kakaknya cocok dengan Dinar karena suka main game, dan Dinar selalu punya stok game-game hebat untuk Julian. Bahkan Dinar mengajari Julian cara menang dengan curang.

Jasmine melirik ponselnya yang tergeletak di samping mangkuknya. Baru lewat dari jam tujuh pagi. Ini masih terlalu dini untuk mengingat Dinar. Dinar yang tidak suka sereal yang disiram susu putih. Orang aneh yang makan sereal seperti makan keripik kentang, baru minum susu setelahnya.

"Di perut juga bercampur sendiri akhirnya." Jawabannya, seperti biasa, tidak normal.

Tapi Jasmine rindu dengan orang tidak normal itu. Bagian menyakitkan dari rindu adalah saat kita merasa tidak berhak menyampaikan kerinduan itu. Tidak berhak karena kita bukan siapa-siapa dalam hidup orang yang kita rindukan.

Mata Jasmine membulat ketika melihat ada WhatsApp dari Dinar. Hatinya lega luar biasa setelah tersiksa sekian lama karena hanya membaca semua pesan yang pernah dikirim Dinar, sampai Jasmine hapal semua isinya. Jasmine membukanya dengan tangan gemetar. Dia belum siap kalau harus mendengar kabar buruk dari Dinar.

Aku mau ketemu dan bicara. Di tempat kita pertama ketemu dulu. Jamnya sama seperti waktu itu.

Jasmine benar-benar percaya bahwa yang mengirim itu pasti Dinar. Tidak ada basa-basinya sama sekali. Tidak pakai salam. Tidak menanyakan kabar. Apa Dinar tidak ingin tahu bagaimana hidup Jasmine tanpa kehadirannya? Dasar menyebalkan.

Jasmine mengirim balasan.

How have you been? Ketemu di mana? Kapan?

Saat orang mengatakan ingin bicara, otomatis Jasmine akan berpikir bahwa yang akan dibicarakan bukan hal yang bagus. Seperti atasannya yang ingin bicara dengannya—lebih banyak menegur. Kalau pacar—atau orang yang diangggap pacar—yang mengatakan ini? Mungkin mereka ingin putus. Daripada menebak-nebak begini, lebih baik dia menyiapkan hati untuk apa saja yang akan dikatakan Dinar nanti.

Jasmine tidak perlu menunggu balasan dari Dinar. Sudah pasti Dinar akan membalasnya paling cepat satu jam lagi. Itu juga kalau Dinar mau membalas. Selama ini lebih sering tidak ada balasan yang diterima Jasmine.

Bergegas Jasmine masuk ke kamar dan membuka pintu lemarinya lebar-lebar. Seandainya ini menjadi pertemuan terakhirnya dengan Dinar, setidaknya Dinar akan ingat bahwa Jasmine adalah wanita paling menarik yang pernah dia temui. Jasmine mengerang putus asa, mendadak semua baju di lemarinya tampak tidak layak. Kenapa ini terasa seperti akan melakukan kencan pertama dan dia harus menarik perhatian Dinar, supaya ada kesempatan untuk kencan kedua? Padahal Jasmine sudah sering pergi dengan Dinar—Jasmine menyebut itu kencan, tidak tahu Dinar menyebut apa.

Dinar tidak pernah memperhatikan baju yang dipakai Jasmine. Hanya pernah sekali saja memuji Jasmine cantik, saat resepsi pernikahan Kana. Selebihnya tidak pernah lagi.

"Argh. Kenapa dia menyebalkan begitu coba." Jasmine mengacak rambutnya.

"Tapi aku cinta." Jasmine menggumam putus asa.

***

Gila. Hari yang tidak pernah dibayangkan akan terjadi dalam hidupnya. Ada wanita yang mencintainya dan menantangnya untuk mengungkapkan cinta. Dinar tidak pernah suka nonton film romantis jadi dia tidak punya bayangan bagaimana orang-orang di luar sana menyatakan cinta. Satu-satunya pernyataan cinta yang diingatnya adalah adegan dalam film The Lord of the Rings: The Fellowship of the Ring, saat Arwen—cewek setengah peri itu—melamar Aragorn. Dan Aragorn menikahinya, tidak banyak drama. See? Tidak harus laki-laki yang menyatakan cinta lebih dulu. Para wanita sangat boleh melakukannya.

Kenapa wanita memerlukan hal-hal seperti ini? Dinar tidak habis pikir. Apa semua wanita di dunia mengharapkan punya pasangan yang akan berlutut di hadapannya dan menyatakan cinta? Dinar tidak mencium wanita yang tidak dia sukai. Banyak hal yang dilakukan Dinar hanya untuk Jasmine, tidak untuk wanita lain. Apa Jasmine tidak sadar bahwa Dinar tidak akan meninggalkan komputernya kalau bukan demi seseorang yang dicintainya. Demi Jasmine. Hanya Jasmine. Bukankah seharusnya itu sudah cukup untuk menjadi bukti?

Dinar mengecek jam di pergelangan tangannya, sepertinya sudah saatnya.

***

Jasmine tidak yakin di mana dia harus menemui Dinar. Di supermarket tempat dia dan Dinar pertama kali grocery shopping date? Apa mungkin Dinar ingin bertemu di tempat ibu-ibu belanja? Lagi pula, di supermarket dulu mereka tidak berkencan. Hanya Jasmine terpaksa menemani Dinar, yang memberinya tumpangan sore itu. Apa harus di lobi Maxima di mana Jasmine pingsan dengan memalukan itu? Atau di restoran di mana mereka bertemu nenek sihir jahat yang menyebut Dinar adalah pembunuh? Kalau dipikir-pikir, saat itu adalah pertemuan resminya dengan Dinar untuk pertama kali.

Tetapi, mengikuti kata hatinya, Jasmine masuk ke coffee shop di gedung kantor Dinar. Tempat paling pertama dia bertemu Dinar. Atau melihat Dinar. Karena saat itu Dinar sama sekali tidak memperhatikannya. Tatapan mata Jasmine menyapu seluruh ruangan. Sabtu sore begini di sana tidak begitu ramai. Mungkin karena coffee shop ini terletak di gedung perkantoran, bukan lokasi di mana anak-anak muda menghabiskan akhir pekan.

Jasmine sedikitragu-ragu ketika duduk, tapi memilih untuk tinggal. Titik ini adalah tempat dimana dia bertemu Dinar untuk pertama kali, kembali hatinya meyakinkan. Sekitarpukul setengah empat sore waktu itu. Kali ini, Jasmine juga memilih meja yangsama dengan yang dulu dia tempati. Di sisi kanan dari pintu masuk. Duduk dikursi yang menghadap jalur masuk, tempat yang pas untuk memperhatikan siapasaja yang keluar masuk. Rencananya Jasmine akan menunggu setengah jam di sini,kalau Dinar tidak muncul, berarti Jasmine salah tempat. Dia akan menuju tempatselanjutnya. Lobi Maxima. Kalau Dinar terlalu lama menunggu, itu salahnyasendiri. Karena mengirim pesan dengan petunjuk yang tidak jelas dan tidakmembalas saat Jasmine memastikan.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top