Nomer Dua
Jika kalian ingin tahu siapa gadis nomer satu di SMA Bakti Bangsa jawabannya adalah Thalita Tatiana Agatha. Thalita cantik, menawan, penuh pesona, membuatnya menjadi incaran para siswa di sekolahannya. Belum lagi status sosialnya yang membuat orang tuanya menjadi ketua komite di sekolah elit ini dan ia juga membentuk sebuah kelompok yang berisi pria-pria tampak di antaranya, Kenan, Gavin, Farzan dan satu anggota lagi, ia anggota terakhir terpilih yang bernama Kila Lelana Bagaskara, si nomer dua dalam segala hal dari Thalita, termasuk perasaan terhadap Kenan.
Mereka membentuk sebuah grup yang diberi nama The Next Generation. Mereka pemimpin kelas elit dan kepintaran mereka sering kali membuat mereka mewakili beberapa olimpiade. Semua siswa ingin sekali masuk ke dalam Thenege. Hanya setelah masuknya Kila, Thenege tidak lagi membuka pendaftaran member baru.
Kegiatan klub Thenege pun hanya terlihat wah di depannya saja. Realitanya, kegiatan mereka sekitar menghambur-hamburkan uang dengan hobi mahal, membuat pesta dengan mengundang DJ kelas dunia atau liburan ke luar negeri dan mengoleksi beberapa barang-barang lelangan. Ini sama sekali bukan gaya Kila, bahkan ia tidak benar-benar ingin masuk ke dalam lingkaran klub ini. Hanya saja, Thalita saat itu datang secara tiba-tiba dan memintanya untuk bergabung. Ia semakin penasaran saat Kila tahu jika Kenan berada di klub ini.
Saat ini Kila sedang berada di dalam sebuah ruangan dengan lantai pualam, sofa putih tulang yang nampaknya nyaman untuk dibuat tidur. Gadis ini duduk, nampak serius membaca sebuah novel terjemahan.
"Aku mau belanja sama Kenan, kamu mau ikut?" Thalita duduk di depan Kila dengan anggunnya. Kila mencoba untuk tersenyum, entah kenapa akhir-akhir ini Kila mulai menduga-duga jika niat Thalita mengajaknya untuk bergabung dengan klubnya adalah karena gadis ini ingin pamer kepadanya. Ayolah, untuk apa ia pamer kepada gadis nomer dua ini? Bukankah Thalita lebih unggul darinya?
"Gavin dan Farzan?" Kila balas bertanya.
"Gavin, dia selalu menghabiskan waktunya untuk Clara dan Farzan, sudah pasti ada di lapangan untuk bermain sepak bola," terang Thalita yang membuat Kila mengangguk paham.
"Jadi, apa kamu mau ikut?" Thalita menawari Kila untuk kedua kalinya.
"Aku ada rapat osis dan aku jamin sampai jam 4 nanti, jadi kamu pergi saja," ucapnya dan Thalita terlihat tak enak.
"Maaf ya, kapan-kapan kita akan pergi bersama, jadi sampai jumpa besok," ucap Thalita yang melambaikan tangannya dan pergi begitu saja.
Seketika desahan panjang keluar dari mulut Kila. Ia tak mengerti sama sekali dengan mereka, jika pada akhirnya ia tidak dapat diterima di klub ini, kenapa mereka repot-repot untuk menjadikan dirinya member? Kila pun memejamkan matanya untuk sesaat, mencoba menenangkan dirinya dari perasaan terkucilkan. Sungguh, ini pertama kalinya ia merasa diperlakukan seperti ini.
"Kamu masih di sini?" suara berat seseorang membuat Kila membuka matanya dan ia terkejut saat melihat sosok yang selalu membuatnya gugup tak menentu.
"Ke-kenan," panggilnya dengan gugup.
Pria ini menatapnya datar, lengkap dengan kirut di dahinya. "Kenapa kamu belum pulang? Kata Thalita ada sesuatu yang perlu kau lakukan? Atau jangan-jangan itu alasanmu agar dapat menghindari pertemuan klub? Kalau kamu tidak suka bergabung dengan klub ini, jangan memaksakan diri," ucapnya yang selalu menodong Kila dengan banyak prasangka.
Kila tahu jika Kenan tidak pernah sedikit pun menyukainya, tapi Kila hanya gadis biasa yang tak bisa melupakan rasa sukanya kepada Kenan begitu saja. Bahkan, Kila selalu berdoa agar suatu saat Kenan bersikap lembut kepadanya. Pada akhirnya menjadi gadis cantik nomer dua, bergabung disebuah klub elit paling berpengaruh di sekolah juga tak membawanya pada kebahagiaan.
Kila pun pergi dari ruang mewah yang selalu membuatnya sesak napas. Ia berjalan dengan lamunan panjangnya dan hampir saja menabrak seseorang.
"Kamu sedang memikirkan apa, Kila?" tanyanya membuat Kila menatap Raihan, mencoba untuk menunjukkan senyum termanisnya.
"Aku sedang memikirkan program untuk mengisi acara liburan kita nanti." Bohongnya yang jelas membuat Raihan mendesah.
"Jangan berbohong, pasti semua itu karena Kenan, kan? Keluarlah dari klub itu, sebelum kamu kehilangan jati diri kamu Kil. Kamu berubah terlalu banyak, Kil. Aku mencari Kila yang selalu periang, baik dan peduli pada semua orang. Bisakah aku menemukannya sekarang?" tanya Raihan yang tentu membuat Kila semakin sedih. Ia bukan tidak tahu jika dirinya telah berubah semakin tak menjadi pribadi yang lebih baik.
"Kenapa kamu selalu disebut nomer dua, itu karena kamu begitu layak dan bahkan bisa melampaui Thalita. Itu kenapa Thalita mencoba untuk memanipulasi dirimu. Sadarlah Kila ...." Lagi-lagi Raihan mencoba untuk mengingatkan Kila. Jujur, ia tidak pernah menganggap Thalita adalah saingannya, ia juga tak mengerti mengapa semua orang mengatakan hal semacam ini tentang dirinya.
"Aku tahu itu," ucap Kila dan handphonenya pun bergetar. Kila pun menatap layar Handphonenya dengan kirutan di dahinya, kemudian gadis ini pun mengangkatnya.
"Ada apa Bella?" tanya Kila kepada sepupunya ini. Kebetulan, ia juga salah satu dari kelas elit.
"Kamu dimana? Kenapa kamu tidak ada dalam pesta ulang tahun Gavin?" tanya Bella di seberang.
Seketika wajah Kila menunjukkan keterkejutannya. Ia lupa kalau hari ini adalah ulang tahun Gavin.
"Aku lupa ...." Hanya kata itu yang mampu Kila katakan. Ia tak mengerti dan tak menemukan alasannya, kenapa Thalita dan Kenan harus berbohong kepadanya.
"Wajar kalau kau lupa, tapi sebagai member inti dari klub Thenege ... Ini sangat keterlaluan. Mereka tidak ingin memberitahumu?" Bahkan Bella pun tak mengerti kenapa mereka tak memberitahu Kila.
Pendapat Bella pun membuat Kila semakin sedih dan marah. Mereka, memperlakukan dirinya sampai pada tahap seperti ini.
"Aku akan ke sana, dimana tempatnya?" Kila telah bertekad akan datang, entah untuk mengakhiri semua ini atau dengan niatan lainnya.
"Di Vila Gavin, kau pasti tahu tempatnya," jawab Bella.
"Ya, aku tahu." Kila pun menutup teleponnya begitu saja.
"Bahkan saat seperti ini kau masih ingin menemui mereka? Kila, mereka mengabaikanmu!" Aurel pun tak terima melihat Kila diperlakukan seperti ini.
"Karena itu, aku ingin mengakhirinya sekarang!" seru Kila yang kini melangkah pergi. Menyisakan Raihan dan Aurel yang menatapnya prihatin.
---***---
Vila dekat sebuah danua adalah bangunan yang paling menarik. Kila datang kemari dengan mobil sedannya dan terdiam sesaat sebelum akhirnya ia keluar dari mobilnya.
"Tunggu di sini sebentar ya pak Supri, aku akan masuk ke dalam," pintanya.
"Baik non," balas sang supir dan Kila pun segera berjalan.
Seperti begitu mengenal tempat ini, selama setahun memang mereka sering mengajaknya datang kemari dan itu pun jika ada acara besar seperti ulang tahun atau merayakan hal-hal lainnya.
Saat memasuki pintu, dua penjaga mempersilahkan Kila masuk karena mereka memang mengenalnya. "Dimana Gavin?" tanyanya pada penjaga.
"Pestanya di dekat danau, non," jawab salah satu di antara mereka.
Kila pun melangkah semakin jauh ke sisi Vila yang lain, senja telah berganti malam. Kila baru menyadari jika membutuhkan 3 jam untuk sampai di vila Gavin dan ia menemukan kumpulan teman-temannya memakai gaun pesta dengan dekorasi yang megah, sementara dirinya masih memakai seragam sekolah yang lengkap.
"Kila ...." Farzan menyadari kehadiran Kila, pria ini pun menghampirinya. Terlihat ekspresi kebingungannya.
"Kenapa kamu tidak mengingatkanmu tentang ulang tahun Gavin?" tuntut Kila.
"Thalita bilang, ia sudah mengabarimu, tapi kamu terlalu sibuk dengan urusan OSIS," terang Farzan dan Kila seketika menghela napas panjang.
"Dia tidak memberitahuku ...," lirih Kila, masih mencoba untuk meredam kemarahannya.
"Kamu serius? Mungkin saja dia lupa." Lagi-lagi Farzan membelanya dan hal ini tentu membuat Kila tersenyum getir.
"Iya mungkin saja dia lupa, tapi aku merasa dia sengaja melakukan ini." Kila sudah sangat sakit hati dengan Thalita yang memperlakukannya seperti ini, membuat kontrol dirinya hilang.
Farzan menatapnya dan merasa tidak memahami dengan apa yang Kila katakan. "Kenapa kamu menuduhnya seperti itu?"
Sangat wajar memang, jika Farzan menganggap Kila tak memiliki rasa terima kasih dan malah menuduh Thalita macam-macam.
"Bisakah kamu tak mengacau?" Suara itu, tentu Kila mengenalnya. Kenan, pria yang begitu ia sukai sampai ia rela memasuki klub yang sama sekali tak menganggapnya ini dan lagi-lagi Kila harus mengatakan jika itu bukan salah Kenan.
Semua ini salahnya, yang dengan rela mau dimanfaatkan oleh Thalita untuk membuatnya semakin terlihat baik di mata semua orang dan dirinya yang akan selalu disebut-sebut sebagai gadis nomer dua dan pengikut setia Thalita.
"Aku memang pengacau, jadi sebelum aku mengacaukan semuanya sebaiknya aku keluar dari klub," tegas Kila.
"Kamu tidak harus melakukan itu." Farzan mencoba untuk mencegah Kila."Biarkan saja, lagi pula aku merasa ia tidak pernah cocok di sini." Gavin menyahut, ditemani Clara yang menatap Kila tak suka.Mereka semua yang ada di pesta pun memandangnya. Seketika Farzan menariknya pergi, pria ini mencoba untuk melindungi Kila.
"Lepaskan aku Farzan!" Kila mencoba untuk menarik tangannya dari genggaman tangan Farzan ditengah-tengah danau dengan cahaya bulan sebagai penerang.
"Kenapa kalian seperti ini? Apa aku terlalu mengganggu? Jika pada akhirnya aku tidak membuat kalian nyaman, kenapa kalian merekrutku?" Kila mendesak Farzan dengan rentetan pertanyaan yang sebenarnya tak Farzan pahami.
"Aku tidak bermaksud seperti itu, kenapa kamu selalu salah paham." Kali ini Thalita yang datang, menunjukkan seribu macam tipuannya dan sepertinya ia berhasil membuat Kila terlihat buruk dimata semua orang.
Kenan dan Gavin pun bergabung. "Kenapa kamu selalu mempermasalahkan hal kecil? Ayolah, ini hari ulang tahunku. Bisakah kita berhenti berdebat dan melanjutkan pestanya?" sela Gavin.
"Tentu, kita kembali ke pesta," kata Kenan yang kini menarik tangan Thalita, mengabaikan keberadaan Kila. Gavin pun mengikuti Kenan dan kemenangan mutlak diperoleh oleh Thalita.
Kali ini hanya desahan Farzan yang terdengar. "Aku tidak tahu apa yang terjadi di antara kalian, hanya saja kami para pria tidak terlalu suka kalian membesar-besarkan masalah kecil sampai seperti ini dan kamu jangan pernah berharap Kenan mempercayaimu, ia akan selalu mempercayai Thalita." Farzan pun menjeda. "Jangan lagi berpikir untuk keluar dari klub. Tenangkan dirimu dan aku akan mengantarkanmu pulang," kata Farzan yang kini menarik tangan Kila.
Kila pun enggan meresponnya. "Aku akan tetap keluar dari klub!" ucapnya dengan tegas.
"Kila!" panggil Farzan tak kalah tegas. Di antara ke empat teman klubnya, Farzanlah yang paling peduli dirinya dan Kila menghargai itu. Namun, Farzan jelas tidak akan terus-terusan memihaknya.
Mereka, saat ini berada di persimpangan jalan dengan tujuan berbeda. Kila tidak bisa lagi mempertahankan semuanya.
"Terima kasih untuk kebaikanmu selama ini dan selamat tinggal," pamit Kila yang kini meninggalkan Farzan, teman-teman klubnya.
Tidak selamanya gemerlap berlebihan itu indah, karena sangat menyilaukan sampai membuat orang tidak tahan. Saat ini Kila mencoba untuk meninggalkan gemerlap itu dan kembali kepada saat senja datang. Tak gelap dan tak bergilauan, menenangkan dan membuat nyaman seperti kata senja.
-Tbc-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top