04. Kind Choco
Hari beranjak gelap, Gavi dan ketiga temannya berjalan menyusuri pedesaan tanpa tahu arah. Tidak ada satu orang pun yang mereka temukan di jalan. Desa ini semacam desa mati, lampu penerangan jalan tidak menyala dengan baik, beberapa redup dan beberapa kelap-kelip. Meski memiliki insting yang kuat dalam kepercayadirian sebagai seorang Vampire, keempatnya tetap merasa kelelahan. Mereka membawa koper dan menggendong tas yang besar dan berat.
Cukup lama seolah jalanan tersebut tidak berujung, sebuah sorot lampu bergerak mendekat memberikan secercah harapan untuk mereka berempat. Cahaya itu berasal dari sebuah mobil yang berjalan perlahan menghampiri mereka. Mobil van berwarna abu-abu dengan plat nomor merah menandakan bahwa itu adalah mobil dinas.
Mobil tersebut berhenti tepat di samping Gavi, Alvyn, Bailey, dan Kilik. Kaca jendela depan mobil pun turun. Di sana terdapat seorang lelaki muda menatap acak ke arah mereka seraya kebingungan. "Saya mendapatkan surat bahwa kalian ada di perkampungan ceri, bagaimana bisa?"
"Eh ... Surat?" tanya Gavi seraya memiringkan kepalanya ke kanan.
Sopir tersebut mengangguk yakin. "Ya, Surat. Ada di kursi mobil penumpang saya ketika saya mencari kalian di sekitaran halte."
Merasa ada yang mencuri perhatiannya, Gavi mencoba menoleh ke arah pohon ceri di seberang jalan. Ia mendapati seekor kelelawar menggantung di batang puncak pohon tersebut sambil berayun.
"Choco. Padahal hewan itu sengaja tidak aku bawa tadi." Gavi membatin.
Setelah berbincang cukup intens bersama sang sopir, semuanya menaiki mobil yang kini benar membawa mereka ke kampus tujuan. Di sepanjang perjalanan sopir itu tidak berhenti bertanya pada mereka. Gavi yang dominan menjawab pun sebisa mungkin untuk tidak membuka identitas mereka. Gavi melihat sang sopir cukup sering melihat ke arah mereka lewat cermin depan mobil. Ia menyadari bahwa sopir tersebut menaruh kecurigaan pada mereka karena warna kulit yang kontras berbeda.
Dari perkampungan ceri, ternyata kampus tujuan Gavi dan teman-teman tidak terlalu jauh. Sesampainya mereka di Normal Alexandria University, terlihat satu orang sudah menunggu di depan gerbang. Gavi dan ketiga temannya turun seraya mengucapkan banyak terima kasih pada sopir super ramah tersebut. Selain mereka diinterogasi selama di perjalanan, Gavi, Alvyn, Bailey, dan Kilik mendapati banyak sekali ilmu baru tentang dunia ras Human yang tidak ada dalam buku.
"Tersesat?" ujar seorang lelaki yang melipatkan tangannya di depan dada seraya tersenyum.
"Ya ... Sedikit." Gavi membalas senyumannya dengan canggung.
"Perkenalkan, aku Leo. Presiden Mahasiswa di Normal Alexandria University." Pria yang bernama Leo tersebut menjulurkan tangannya. "Kita juga satu jurusan, Magicology," tambahnya.
Keempat mahasiswa Vampire yang tidak biasa bersalaman itu merasa kaku. "Gavi, dan ini teman-teman—."
"Kilik, Alvyn, dan Bailey, kan?" Leo menyebut tiga nama secara acak. Ketiganya mengangguk. "Mari ikut aku, harusnya kalian sudah sampai di sini sejak tadi sore." Leo mulai berjalan memasuki gerbang kampus.
Suasana malam di Normal Alexandria University cukup dingin, pencahayaan masih jelas terlihat meskipun sangat sepi karena sudah memasuki jam malam. Saat menginjakan kaki di depan gerbang, semua akan disuguhkan taman kampus dengan air mancur indah ditengahnya. Air yang keluar dari mulut patung ikan raksasa tersebut dikelilingi bangku taman terbuat dari campuran besi dan kayu kokoh. Pohon-pohon dengan ukuran anakan menghiasi beberapa titik di taman kampus.
Gedung utama dari Normal Alexandria University terletak sejajar dengan air mancur taman yang kemudian di ikuti gedung-gedung lainnya didesain berjajar melingkar. Asrama mahasiswa terletak di bagian lain gedung utama. Seluruh bangunan di sana bergaya modern kastil dengan kaca-kaca dan emas murni yang melapisi setiap gedung.
Setelah berkeliling kampus dan dirasa hapal dengan tata letak gedung-gedung kampus, destinasi terakhir yang mereka datangi adalah asrama mahasiswa. Mereka ini mengantarkan Bailey terlebih dahulu ke asrama wanita, kemudian melanjutkan berjalan ke asrama pria.
Gedung asrama wanita dilapisi kaca berwarna merah muda, sedangkan gedung asrama pria dilapisi kaca berwarna biru. Model dari kedua gedung tersebut tidak ada bedanya. Keduanya sama-sama memiliki pintu masuk mentereng berkarpet merah dengan posisi di bagian tengah, serangkaian rumput ukir yang indah ditanam disepanjang gedung, dan tanaman hias pot kecil ditempel di setiap jendela kamar.
"Kamar kalian ada di samping kamarku. Jadi, tidak perlu sungkan untuk mengetuknya apabila kalian membutuhkanku, oke?" Keramahan Leo membuat Gavi dan teman-temannya merasa diterima. "Selamat beristirahat." Leo kemudian melangkah memasuki kamarnya sendiri.
Setelah Gavi, Alvyn, dan Kilik masuk ke dalam kamar, hal pertama yang dilakukan adalah membereskan barang bawaan.
"Oh, ya. Aku jadi teringat dengan gadis yang tadi sempat kukejar." Gavi membuka pembicaraan di tengah-tengah rasa lelah yang menyelimuti mereka. Tidak jarang lelaki itu menguap.
"Ahh, benar. Bagaimana bisa gadis tersebut ada di jalan kebun itu sendirian?" Kilik terpancing seraya memasukkan pakaian terakhir miliknya ke dalam lemari.
"Atau mungkin kau halusinasi, Gav." Seraya menggantung jubah Vampire-nya yang entah mengapa ia bawa, Alvyn meyakinkan Gavi.
"Hmmm, mungkin?" Gavi membuka gorden jendela kamar sambil mengedarkan pandangannya ke luar. "Hey, Alvyn, Kilik. Lihat." Gavi mengecilkan volume suaranya untuk memanggil temannya.
"Ada apa?" tanya Alvyn yang kemudian mendekat sambil mengerutkan keningnya.
"Itu ... itu dia gadis yang aku lihat tadi," ujar Gavi. Kedua temannya yang lain ikut mengintip di balik jendela kamar.
Terlihat seorang gadis berjalan santai menuju asrama wanita. Namun, karena hanya kamar Gavi, Alvyn, dan Kilik yang masih menyala lampunya, gadis itu tertarik menoleh ke arah sana. Gadis tersebut berhenti berjalan hingga beberapa detik kemudian ia berlari memasuki asrama wanita. Tiga lelaki yang mengintip itu segera bersembunyi.
"Apakah dia melihat kita?" tanya Kilik. "Kita sudah seperti orang cabul yang suka mengintip."
"Kita terlihat dari bawah sana?" Pertanyaan Alvyn lebih tidak masuk akal.
"Jelas dia lihat, bodoh. Dia tidak akan kabur jika tidak melihat kita." Kesabaran Gavi mulai menipis.
Perdebatan di antara ketiganya pun berlangsung. Mereka membicarakan lebih lanjut terkait korelasi pertemuan tidak terduga mereka dengan si gadis, yang sebenarnya sampai saat itu juga ketiganya masih tidak yakin.
Setelah selesai membereskan barang-barang, ketiga pemuda Vampire tersebut mulai merebahkan dirinya di kasur. Memikirkan bagaimana esok adalah hari pertama mereka belajar di kampus lain selain di Juvenile Academy. Masih dengan program studi yang sama yakni Magicology. Akhirnya lampu kamar dimatikan dan mereka mulai bersiap untuk tidur.
Namun, tidak lama mereka memejamkan mata, terdapat suara semacam ketukan dari luar jendela. Hanya Gavi yang sadar akan suara tersebut. Mau tidak mau dirinya bangkit dari tempat tidur dan berjalan perlahan sambil mengantuk ke arah jendela. Ia kembali membuka gorden dan mendapati Choco yang terbang mondar-mandir lalu menabrakkan dirinya sesekali ke jendela. Sebenarnya Gavi masih kesal dengan keberadaan Choco yang ternyata diselipkan oleh Mrs. Lope di tas.
Pada awalnya lelaki berambut pirang terang itu berniat untuk membiarkan Choco di luar, tetapi setelah dipikir beberapa kali, ia sadar bahwa hal itu hanya akan mengganggu malamnya saja. Gavi akhirnya membuka jendela. Choco yang sudah terlatih oleh keluarga Fledermoys secara turun temurun pun datang dengan santai kemudian bertengger di pundak Gavi seolah kelelawar gemuk itu adalah burung hantu.
Selayaknya insting seekor hewan nokturnal, pada malam hari Choco tidak akan tenang dan tertidur. Hal ini justru membuat tidur Alvyn dan Kilik juga terganggu. Tidak lama kemudian, mereka beruda pun terbangun.
"Astaga, Gav?" Alvyn siap mengomel.
"Diam." Ternyata Gavi lebih galak dari Alvyn. "Ini Choco. Kutanya padamu, apakah ini sebagian dari hasil negosiasimu dengan ibuku?" Gavi memberikan tatapan bengis pada lelaki rambut acak-acakan itu.
"Hehe." Alvyn mengacungkan dua jarinya menandakan damai.
"Biar aku yang urus, hewan kontrakmu ini ramah pada orang asing tidak?" Kilik bangkit dari tidurnya kemudian mendekat ke arah Gavi.
Gavi mengangguk. "Sedikit rewel sebenarnya."
Kilik mencoba meraih Choco dari kepala Gavi. Seolah tersihir, Choco berhenti bergerak dan tertidur sesaat setelah Kilik mengusap kepalanya.
"Selesai. Kalian tidurlah, aku akan berjaga." Kilik merupakan seorang Vampire Idiopathic Insom.
Dirinya bisa memberikan rasa kantuk pada siapa pun lalu membuatnya tertidur. Namun, hal itu membuat dirinya tidak akan tertidur dalam kurun waktu beberapa hari bahkan beberapa minggu tergantung dengan dosis yang ia berikan pada target.
"Kau bunuh Choco?" Alvyn melihatnya kaget, karena ia baru mengetahui kemampuan Kilik.
"Tidak, Choco hanya akan tertidur sampai bulan depan," jelas Kilik enteng. "Sudah, tidur sana."
-ooo-
Keheningan malam terpecahkan dengan ketukan Lea di pintu kamarnya. Dalam keadaan berkeringat dan terengah-engah, Lea berteriak memanggil Allecia dari luar.
"Allecia!" Ketukan Lea berubah menjadi pukulan yang sangat keras.
Tidak terima tidurnya terganggu, Allecia membuka pintu kamar dengan perasaan kesal yang menggumpal. Ia masih mengenakan masker lumpur di wajahnya dengan bando merah muda yang saling terkait melingkar di atas kepalanya. Gadis itu mengenakan piyama bermotif ungu polkadot.
"Hey, hey, dengar." Tidak mempedulikan perasaan temannya, Lea langsung menyelonong masuk kemudian duduk di kasur.
Allecia yang terlihat muak pun kemudian menutup pintu dengan keras. "Astaga, Lea. Ini sudah tengah malam."
"Dengar, aku bertemu orang aneh hari ini," jelas Lea uring-uringan.
Sambil berjalan kembali ke tempat tidur dan menarik selimutnya, Allecia mulai memejamkan matanya lagi. "Ceritakan."
Lea menceritakan semua hal mulai dari perjalanannya menuju perkampungan ceri sampai dirinya melihat seseorang di kamar asrama pria yang ia ketahui semula kosong. Di sisi lain, alih-alih mendengarkan, Allecia sudah kembali ke dunia mimpinya. Gadis merah muda tersebut tertidur sambil menganga.
Menyadari bahwa dirinya diabaikan, Lea menarik paksa selimut Allecia kemudian berlari ke tempat tidur dan berpura-pura memejamkan matanya.
"Leizca Luna Leana!" teriak Allecia.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top