01. Juvenile Academy

Petir menyambar pohon jati di ujung lapang berulang kali. Gavi tersadar dari lamunannya setelah mendapati bahwa kuah mie instan dalam mangkok biru yang ia pegang tumpah mengenai kakinya. Secepat mungkin ia pergi dari tempat tersebut sebelum seseorang menyadari kebodohan yang terjadi padanya.

Suasana Juvenile Academy saat itu cukup muram. Hujan deras turun dengan suara gemuruh petir terdengar sejak pagi. Tidak ada yang menyangka bahwa di tengah musim panas akan turun hujan lebat. Gavi mengutuk dalam hati karena dirinya tidak bisa pulang ke rumah. Ia terpaksa diam di akademi seraya menunggu hujan reda. Hari rabu, Gavi hanya memiliki satu kelas saja.

"Gavi," panggil seseorang yang terlihat berjalan mendekati dirinya sambil cemberut.

Merasa ada yang menyebut namanya yang berharga, lelaki berhidung mancung itu menoleh dan menatap singkat sumber suara.

"Kau meninggalkanku dengan sekumpulan Vampire bau badan itu di kantin, huh?" Lelaki itu memprotes dan memukul pelan kepala Gavi.

"Kau lupa? Kau pun Vampire, bodoh," sanggah Gavi seraya membalas pukulan itu. "Oh, ya. Vyn. Kira-kira Profesor Vincent ada di ruangannya tidak, ya?"

Pria yang diketahui namanya Alvyn tersebut mengangkat kedua bahunya lalu menyeruput mie yang masih mengepul asap dalam mangkok. "Mau meminta kejelasan terkait pertukaran pelajar?" tanya Alvyn. "Aku sudah tidak berharap banyak, sih."

"Setidaknya kalau kita tahu hasilnya akan lebih lega, meski tidak lulus." Gavi menyimpan mangkok yang sudah kosong karena tumpah itu di sampingnya.

"Hmmm, kalau begitu, ayo temui beliau." Alvyn mengedarkan pandangannya seolah mencari seseorang.

"Gebetanmu? Aku melihatnya mengecup pipi Andreas tadi." Gavi beranjak dari tempat duduk kemudian meninggalkan sahabatnya yang masih terduduk memelotot.

"Andreas si anak dekan itu? Sialan." Vampire berambut putih panjang tersebut mengepalkan tangannya.

"Kalau kau mengeluarkan bom asapmu di sini, aku tidak akan berteman denganmu lagi." Gavi mengancam dengan gertakan gigi taringnya yang memanjang. "Sudah, ikut aku ke toilet, bantu aku membersihkan kuah ini dari sepatuku."

Gavi Fledermoyz dan Alvyn Enes telah bersahabat sejak mereka masih duduk di bangku taman kanak-kanak. Alih-alih teman, keduanya lebih terlihat seperti saudara kembar. Alvyn sudah tidak memiliki siapa pun, seluruh keluarganya ada di penjara Piranh Island karena kesalahan yang mereka perbuat di masa lampau.

Gavi sendiri terlahir dari keluarga pustakawan. Ayahnya merupakan seorang ahli linguistik dan ibunya seorang pengurus perpustakaan wilayah Light Vampo—tempat tinggal mereka. Gavi merupakan anak semata wayang. Semua beban masa depan ia tanggung mau tidak mau. Keluarga Gavi memiliki satu hewan peliharaan yang selalu menjadi informan dan setia pada mereka, hewan itu sudah dipelihara secara turun-temurun dari nenek moyang Gavi. Seekor kelelawar besar dan gemuk yang diberi nama Choco.

Gavi dan Alvyn tepat berada di depan pintu ruangan Profesor Vincent. Tidak ada yang berani untuk mengetuk pintu hingga pada akhirnya sebilah kayu itu terbuka dengan sendirinya. Terpampanglah tepat di hadapan mereka seorang pria gembrot berpakaian tuxedo ungu renda putih dengan wajah yang masam. Mata kirinya terus berdenyut seolah bernada.

"Ah! Tepat. Ya. Tolong panggilkan mahasiswa program studi Magicology tahun ketiga atas nama Alvyn, Bailey, dan Kilik. Saya tunggu di ruangan." Dengan ekspresi yang datar, Profesor Vincent kembali menutup pintu ruangannya.

"Tunggu ... kau dengar tadi profesor bilang apa?" tanya Alvyn.

Gavi menggeleng tidak yakin, kedua alisnya terangkat cukup tinggi. Mereka kebingungan karena Profesor Vincent berbicara sangat cepat. Belum lama keduanya masih mencerna perkataan kepala program studinya itu, tiba-tiba pintu kembali terbuka.

"Dan ... Gavi," ucap Profesor Vincent singkat kemudian secepat mungkin kembali menutup pintu.

"Hah?" Baik Gavi maupun Alvyn keduanya melongo.

Semuanya hening bergeming. Suara hujan masih terdengar jelas di telinga mereka. Petir yang masih heboh menyambar di beberapa tempat tidak membuat keduanya terdistraksi.

"Bailey dan Kilik, huh?" tanya Alvyn memastikan. Gavi mengangguk pelan, dirinya masih memikirkan perkataan profesornya tadi. Lelaki rambut putih itu pun melangkah terlebih dahulu.

"Mungkinkah itu nama-nama yang lulus program pertukaran pelajar?" Gavi bergumam seraya berjalan membuntuti Alvyn.

Keduanya menemukan Bailey dan Kilik di aula besar, mereka sedang asik bermain kartu domino. Bailey merupakan wanita yang identitas keaslian wanitanya masih dipertanyakan oleh Gavi—terlalu maskulin untuk seukuran wanita. Bailey adalah tetangga Gavi sehingga mereka berdua sudah kenal sejak kecil.

Sedangkan Kilik, ia adalah kompetitor Gavi di kelas. Persaingan akademik di antara keduanya selalu terasa tegang apabila mereka berada di kelas yang sama. Meski begitu, hubungan Gavi dengan Kilik masih baik-baik saja, di luar akademik keduanya adalah teman satu tim di olahraga polo air.

Keempatnya langsung menghadap ke ruangan kepala program studi Magicology. Profesor Vincent bukan tipe orang yang suka basa-basi. Masih dengan ekspresi muka yang sama dirinya memberikan pengumuman. Dugaan Gavi benar, itu adalah pengumuman kelulusan pertukaran pelajar.

Dalam hal ini, sebenarnya hanya Gavi yang murni diterima di pilihan pertama. Gavi lulus pertukaran pelajar ke Wilayah Human. Sedangkan, Alvyn yang mendaftar ke Wilayah Fallen Angel, Bailey yang mendaftar ke Wilayah Nefilim, dan Kilik yang mendaftar ke Wilayah Werewolf tidak diterima sehingga mereka bertiga ditransfer semua ke Wilayah Human yang masih membuka kuota penerimaan.

Mendengar pengumuman itu Gavi terlihat kaget karena ia mendapatkan beasiswa penuh untuk pertukaran pelajar ini.

"Ingat, surat ini harus ditanda tangani oleh orang tua atau wali kalian selambat-lambatnya besok. Jadi, besok kalian menghadap saya kembali, ya. Di ruangan ini." Profesor Vincent memberika sepucuk amplop yang masih tertutup rapat. "Silakan, boleh meninggalkan ruangan saya."

Keempatnya berjalan ke luar ruangan dengan perasaan yang senang kecuali Gavi. Dirinya masih bingung terkait perizinan orang tua. Ia merasa tidak akan mendapat izin karena kedua orang tuanya memiliki masalah kepercayaan terhadap ras Human.

"Gavi, aku meminta ayahmu untuk menanda tangani suratku, ya?" tanya Alvyn dengan penuh harap.

"Entah kita bisa mendapatkan izin atau tidak dari mereka." Gavi memandangi amplop ungu pastel itu dengan perasaan yang campur aduk. Sesekali dirinya mencium wangi lavender dari benda yang kini sedang ia putar-putar tersebut. Satu hal yang membuat Gavi penasaran, entah mengapa di permukaan amplop resmi itu ada tanda bibir berwarna merah.

"Poroducat bonum." Jari telunjuk Alvyn ditempelkan di dahi Gavi kemudian ditariknya hingga hidung.

Alvyn merupakan seorang Vampire Escapologist. Ia memiliki kemampuan untuk mengendalikan pikiran seseorang untuk terbebas dari keraguan dan aura negatif. Kemampuan ini semacam hipnoterapi tingkat tinggi. Namun, jelas hal ini tidak ada pengaruh apa pun pada Gavi karena mereka sama-sama lahir di tengah malam bulan darah.

Hujan mulai reda saat sore tiba. Sebagai daerah yang tidak memiliki konsep siang yang jelas, Wilayah Vampire merupakan bagian tergelap di alam semesta. Wilayah ras Vampire sendiri dibagi menjadi dua yakni Light Vampo dan Dark Vampo.

Perbedaan yang paling mencolok dari kedua wilayah ini adalah fungsinya. Light Vampo merupakan tempat di mana seluruh penduduk ras Vampire beraktifitas, sekolah, pasar, pemukiman, dan lain sebagainya. Sedangkan Dark Vampo merupakan tempat terlarang, tidak ada yang boleh memasuki wilayah yang sepenuhnya ditumbuhi oleh hutan cemara yang sangat rapat. Gavi sendiri tidak tahu apa yang ada di dalam hutan sana, yang jelas penjara Piranh Island ada di sana. Hanya orang-orang tertentu dengan izin khusus dari pemerintah yang bisa memasuki Dark Vampo.

Gavi berjalan beriringan dengan Alvyn. Ia masih belum menemukan cara untuk membujuk orang tuanya.

"Dengar, aku tidak ingin kau menggunakan kemampuanmu untuk menghipnotis orang tuaku." Gavi menghentikan langkahnya sebelum membuka gerbang halaman rumah.

Acungan jempol tertanda setuju dari Alvyn.

"Gavi! Nak! Cepat, ayahmu terluka!" Baru menginjakkan di teras rumahnya, Gavi dikagetkan oleh teriakan seorang wanita.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top