{TWO}
Author POV
Alona, Luna dan Arka langsung menuju ke bagian rak buku untuk anak SMP. Mereka sudah tahu ke mana mereka harus menuju.
Saat sedang mengambil salah satu buku untuk UN, ada sebuah buku bersampul kulit keras dan tebal terjatuh dari rak. Buku itu langsung menarik perhatian Alona. Dia mengambilnya lalu dia menatap beberapa detik dengan teliti. Sampulnya berwarna hijau bercampur biru, dengan gambar gunung cetak timbul di tengah-tengahnya. Di bawah, tertulis nama yang Alona yakini sebagai nama sang penulis buku--Aratnagrid Anele.
Nama yang aneh. Batin Alona.
Setelah itu, Alona berjalan menuju salah satu meja yang berada di dekat rak.
***
"Kalian sudah dapat buku?" tanya Alona pada Luna dan Arka. Mereka mengangguk-anggukkan kepala sambil menunjukan buku yang berada di lengan mereka. Kemudian, Luna dan Arka duduk di kursi yang tersedia.
"Hei, buku apa tuh, Lona?" Tanya Arka, menunjuk buku yang sepertinya buku dongeng di samping lenganku di atas meja.
Aku mengangkat kedua bahu. "Aku rasa ini buku dongeng? Waktu mau ambil buku pelajaran UN, buku ini tiba-tiba jatuh di lantai. Aku langsung tertarik, jadi aku ambil, deh."
Luna dan Arka ber-oh sebentar, kemudian membuka buku pelajaran masing-masing.
"Judulnya apa?" tanya Luna. Alona memindahkan buku pelajaran ke samping, dan mengangkat buku dongeng (sepertinya) itu ke tengah-tengah meja agar kedua sahabatnya itu bisa melihatnya.
"ANABRIC?" sahut Luna dan Arka saat melihat sampul depan buku itu. Aku mengangguk saat mereka berdua mendongakkan kepala.
"Apa sinopsisnya?" tanya Luna lagi. Alona membalikkan bukunya, kemudian membaca sinopsisnya.
"Kisah tiga orang anak yang memimpikan banyak hal, dan secara tidak langsung, mimpi mereka menjadi kenyataan. Membuat dunia ajaib yang hanya ketiga anak ini mampu membukanya dengan sebuah kalimat..."
"Menarik juga," sahut Arka, menaruh tangannya di dagu, menyeringai lebar. Alona dan Luna mengangguk setuju dengan hal itu.
***
Alona POV
"Huft, capeknya!"
Aku langsung mengempaskan tubuhku di atas kasur empuk kesayanganku, melempar sepatuku, dan menaruh sembarangan tasku. Setelah dua jam berada di perpustakaan, aku jadi bingung.
Sebenarmya ada apa sih dengan ibu pustakawan itu? Batinku.
***
Flashback Mode : ON
"Kalian udah selesai, belum?" tanyaku tidak sabaran. Sudah dua jam kami berada di perpustakaan ini. Aku sudah selesai dari tadi merangkum pelajaran yang aku kurang mengerti materinya, dan memotret materi pokoknya dengan ponselku.
"Aku sudah. Tinggal Arka, nih," sahut Luna, menyeringai melihat Arka. Sebenarnya sih aku dari tadi lebih pusing karena banyak warna di sekitarku--terutama warna kuning cerah, tanda rasa semangat. Malahan, suara Lani mengeluarkan warna biru muda lembut. Aku tidak tahu maksudnya.
Lima menit kemudian, Arka akhirnya selesai juga. Setelah berdiri, dan mengambil tas masing-masing, kami mengembalikan bukunya di rak tempat kami mengambil setiap buku. Kecuali buku yang satu ini.
"Kenapa nggak dibalikin ke rak bukunya, Lona?" Tanya Lani penasaran.
"Kayaknya aku mau pinjam bukunya, deh. Aku tertarik banget sama bukunya, kayak punya sihir gitu,"
"Ya sudah, pergi ke ibu pustakawan nya aja, dan bilang mau pinjam bukunya." Sahut Arka.
Aku mengangguk, kemudian kami berjalan ke bagian depan perpustakaan untuk bertemu dengan pustakawan.
"Permisi, Bu. Saya mau pinjam buku ini," tanyaku sopan. Ibu pustakawan itu mendongakkan kepalanya, dan dia seolah terkejut melihatku.
Dia sempat menurunkan sedikit kacamatanya untuk memastikan penglihatannya, kemudian ia meneliti dengan detail wajahku. Luna dan Arka hanya menatap bingung di belakangku.
"Oh, kaulah pemilik buku itu!"
Aku langsung melotot. Apa? Aku pemilik buku ini? Hah...?
"Ma-maksud Ibu apa ya? Saya tidak pernah kehilangan buku. Buku ini juga baru saja saya lihat dari rak buku," aku berusaha rileks, tapi si ibu pustakawan malah menggeleng-gelengkan kepalanya. "Mata coklat terang, rambut hitam panjang dan ikal di bawah, berkulit cerah, itu adalah ciri-ciri pemilik buku ini. Dan kamu terlihat sangat mirip dengan yang menitipkan buku ini padaku."
Kami bertiga hanya bisa menganga mendengar jawaban si ibu pustakawan yang sudah berusia separuh baya.
Setelah beberapa kali berusaha meyakinkan kalau bukan aku pemilik buku bersampul hardcover merah ini, ibu pustakawan itu yang menang. Aku terpaksa mengalah, dan 'mengambil kembali' buku itu.
Kata ibu pustakawan itu, dia ingin sekali mengembalikan buku ini kepadaku.
***
Flashback Mode: Off
Setelah mengingat kejadian aneh di perpustakaan tadi, aku langsung mengeluarkan buku itu dari tasku. Aku menatapnya beberapa saat, kemudian perlahan membukanya.
"Dikisahkan ada tiga orang anak yang memiliki kekuatan imajinasi dan ajaib tertinggi di seluruh Bumi. Mereka merupakan sahabat baik sejak kecil, dan salah seorang dari mereka memiliki kemampuan spesial.
"Tanpa sengaja, mereka telah membuat dunia ajaib dari kekuatan imajinasi tinggi mereka. Dengan satu kalimat, yakni Gate to Anabric, mereka dapat membuka portal untuk pergi ke dunia itu.
"Hanya saja, ada satu kendala yang harus mereka lewati. Mereka hanya bisa membuka portal itu jika mereka meneriakkan kalimat ajaib itu dengan keras, dan menemukan semacam benda atau tempat yang memiliki lubang. Seperti lubang sungguhan yang ada di tanah, terowongan, dan lain-lain. Hanya mereka bertiga yang mampu membuka portal itu, tidak ada anak maupun manusia lain yang bisa membuka portal itu. Hanya bisa masuk ketika portal itu terbuka."
"Wow. Itu hebat banget. Kalau seandainya dunia itu memang ada, aku dengan Luna sama Arka pasti bakal pergi ke sana!" teriakku di dalam kamar.
"Atau...," aku baru saja memikirkan ide gila. "aku coba saja! Siapa tahu benar, kan? Kan?"
***
Ini lebih panjang dari Prolog sama {ONE}. Semoga kalian suka yah! :)
•
See you in {THREE}!
-A
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top