{TWELVE}
Author POV
Selama di dalam portal, Luna dan Arka lebih sering bermain dengan Pippy--burung pipit Alona--untuk menghabiskan waktu. Sementara pemelihara burung itu lebih sering melamun, memikirkan hal yang menurutnya sangat aneh, dan membuat kepalanya pusing.
Beberapa menit kemudian, cahaya terang terlihat jelas dari arah depan mereka. Arka yang menyadari itu langsung berseru, memberi tahu kedua sahabatnya.
Arka mungkin lupa, kalau hanya ada mereka bertiga di dalam portal. Mungkin hanya sebatas berbicara pelan saja, Luna dan Alona sudah mendengarnya. Teriakannya membuat isi portal itu seolah sangat bising. Entah sejak kapan portal itu terasa seperti ruangan yang memantulkan suara. Bergema berulang-ulang.
"Nggak perlu teriak juga kali, Ka!" gerutu Luna. Alona hanya bisa melotot tajam kepada Arka, setelah ia dan Luna memastikan kedua telinga mereka masih utuh atau tidak. Mungkin sudah hancur seperti kaca yang hancur berkeping-keping karena suara yang sangat keras.
"Maaf deh," sahut Arka, menggaruk-garuk rambutnya yang tidak gatal.
Kok raut wajahnya Arka kayak setengah sengaja ya setelah teriak tadi? Tapi warna suaranya kan kuning..? Batin Alona.
***
Saat telah mencapai ujung cahaya itu, mereka akhirnya keluar dari portal. Tetapi, portal itu terbuka dari langit-langit kamar Alona, bukan di atas lantai. Saat bokong mereka bertiga menyentuh lantai marble putih yang keras, mereka merintih kesakitan.
Itulah kekurangan portal ini; tidak pernah memberi tahu di mana ia akan terbuka.
***
Alona POV
Duh! Bokongku sakit banget! Kenapa portalnya terbuka di langit-langit kamar, sih?!
Setelah aku mengusap-usap sedikit bokongku yang masih perih karena jatuh di lantai, aku perlahan berdiri. Terhuyung-huyung, kemudian mengulurkan tangan ke Luna yang tidak jauh di sampingku.
"Kamu tidak apa-apa, Luna?"
Luna hanya bisa menggelengkan kepalanya. Aku menarik lengannya, kemudian aku menarik Arka.
Begitu berdiri, Arka langsung mengomel. "Semenit yang lalu, aku barusan sembuh dari luka pukulan preman, dan sekarang, bokongku yang jadi korban kedua! Kenapa hari ini badanku dibuat sakit semua?"
Aku dan Luna hanya bisa tertawa melihat Arka mengomel-ngomel dengan tangan yang menopang pinggang.
Dengan wajah baby face miliknya, Arka benar-benar kelihatan seperti anak kecil. Kalau bisa, aku dan Luna ingin sekali mengelus kepala Arka dan mencubit pipinya yang sedikit tembem itu. Rasanya, Rai yang berwujud anak kecil dikalahkan Arka.
"Ngomong-ngomong, jam berapa sekarang?" tanya Luna. Aku langsung menoleh, melihat alarm ku yang ada di atas meja samping tempat tidur.
"Ini sudah setengah empat," sahutku. Ternyata, sudah 1 jam kami berada di Kota Irazanda--Anabric.
Aku berjalan menuju meja alarm ku itu, dan langsung menancapkan ponselku ke standing charger. Baterainya tinggal setengahnya. Kemudian, aku menyuruh Luna dan Arka untuk duduk di balkonku--ada dua kursi tambahan di sana.
Mereka menurut, kemudian aku pergi ke kamar mandi, menyalakan keran air bath tub, kemudian aku mengambil piyama dengan pola cupcake favoritku dari lemari, kemudian aku menaruhnya di gantungan pintu dalam kamar mandi.
***
3:50.
Setelah selesai mandi--dan salat Asar untuk menghindari omelan Pak Jordan kalau tidak salat awal waktu--aku berjalan ke balkon.
"Luna, Arka,"
Mereka berdua menoleh bersama. Sejak tadi, yang aku lihat adalah warna biru bercampur kuning dari arah balkon. Mungkinkah mereka membicarakan tentang Anabric? Atau...
"Emm, kalian nggak mau salat dulu baru pulang?" tanyaku. Eh? Kenapa aku merasa gugup hanya karena ingin bertanya ke Luna sama Arka?
"Oh iya, Lona! Aku boleh pinjam mukena, nggak?" sahut Luna terkejut.
Mamanya Luna dan Pak Jordan itu kelewatan alimnya. Kalau telat hanya 5 menit di awal waktu salat, kami berdua pasti diomeli selama lima belas detik penuh "arti". Kemudian, kami akan pergi dari hadapan mereka, dan salat dengan tubuh yang gemetaran. PrBahkan, pernah sekali mamanya Luna datang ke rumahku.
Kemudian saat akan waktunya salat Zuhur, aku, Luna, dan Arka masih memainkan ponsel kami. Kebetulan, kami sedang kerja kelompok sekolah saat itu.
Kalau pertanyaan yang ada di pikiran kalian sekarang adalah, "Kenapa mainin ponsel kalau lagi kerja kelompok?", maka jawabannya adalah karena tugas kelompok itu adalah mencari foto--tugas fotografi dari Miss Nana. Benar, tugas yang di mana aku menyerahkan salah satu replika foto berhargaku agar kami selamat dari "cengkraman" Miss Nana tadi siang.
***
Setelah itu, kami bertiga pergi ke ruang tamu rumahku di lantai satu. Saat menuruni anak tangga, sempat ada pelayan yang bertanya padaku.
"Nona Alona sudah pulang? Kok saya nggak lihat waktu pulang dari sekolah? Dan perasaan, dari tadi Pak Jordan saya tanya beberapa kali, dia terus menjawab, "Nona Alona belum pulang. Tunggu saja.""
Kami bertiga menelan ludah, kemudian saling tatap.
Apa yang harus kukatakan?
Aku menelan ludah, kemudian tersenyum sebaik mungkin. "Lona lewat depan kok, Mbak. Hanya saja, tadi penjaga gerbang sama Pak Jordan nggak ada di teras,"
Waduh, warna suaraku malah warna biru lagi, aku malah takut nih!
Beberapa detik, pelayan itu menatapku. Kemudian, tersenyum. "Oh, begitu ya, Non? Ya udah, saya kasih tahu ke Pak Jordan ya kalau Nona Alona sudah pulang,
"Kalau Nona butuh sesuatu, kata Mbak Rara, tanyakan saja pada dia katanya tadi, sempat berpesan ke saya tadi."
"Siap, Mbak!" sahutku, mengangguk-angguk. Beberapa detik kemudian, pelayan itu sudah berada di lantai dua. Persis saat pelayan itu melewati kami, aku langsung memberi kode ke Luna dan Arka. Kami cepat-cepat menuruni anak tangga, kemudian belok kanan ke ruang makan.
***
"Kamu pikir bisa lolos dari hukuman?"
"Iya? Memangnya, apa alasannya aku tidak bisa lolos?"
"Kau akan mendapatkan hukumanku sebentar!"
"Kau sudah menggagalkan program dietku jelang bulan puasa, Alona!" bisik Luna di sampingku.
Dia sangat tergiur dengan makanan yang ada di meja. Sejak kami sampai di ruang makan, Mbak Rara yang sedang membuka tablet nya langsung menoleh.
"Nona, mereka teman-teman Nona?" tanya Mbak Rara. Warna suaranya lembut banget! Kayak suara orangnya!
"Iya, Mbak Rara. Ini Luna sama Arka, sahabatku sejak kecil," jawabku, memperkenalkan Luna dan Arka. Mereka berdua melambaikan tangan, tersenyum.
"Kalau begitu, salam kenal. Nama saya Rachel Riana, biasanya dipanggil Rara," Mbak Rara mengulurkan tangannya pada Luna dan Arka, menjabat tangan mereka berdua secara bergantian.
"Silahkan duduk di meja makan. Kebetulan, tadi ada delivery donat yang dipesan oleh Pak Jordan untuk cemilan orang-orang di rumah. Ini khusus untuk Nona Alona,"
Saat aku menoleh ke meja makan, ada kotak dengan logo bakery langganan Papa. Sejak dulu, Papa selalu suka dengan roti bakery itu. Bahkan, kalau ingin membuat Papa tersenyum, belikan saja roti dari sana.
"Iya. Makasih, Mbak Rara!" sahut kami bertiga. Mbak Rara mengangguk, kemudian tersenyum.
Setelah itu, aku mengambil kotak itu, lalu membawanya ke ruang keluarga.
Beberapa menit kemudian, kami bertiga menikmati donut dengan berbagai macam topping dan rasa.
Luna langsung marah-marah sambil makan donat. Dia bilang, kalau dia sedang diet. Tapi, dia tidak bisa menahan hawa nafsunya saat melihatkubdan Arka makan donat duluan. Akhirnya, dia makan juga.
"Pokoknya, jangan ada yang bawa bekal makanan berat besok! Kalau ada yang bawa, kalian akan kusuruh makan cabai hijau!
"Kali ini saja aku mentolelir, karena donat ini enak," sahut Luna dengan wajah sedikit memerah. Aku dan Arka hanya bisa tertawa.
***
Semoga saja diet Luna berhasil, hahaha.
•
See you on {THIRTEEN}!
-A
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top