{TEN}

Alona POV

"APAA?!"

Kegilaan macam apa lagi ini? Kota di bawah sebuah danau di tengah lereng gunung? Mustahil!

"Ka-kau serius, Rai?" tanya Luna, sedikit gemetaran.

Rai mengangguk.

"Ba-bagaimana caranya, Rai?" tanyaku, sedikit terkejut. Tanpa menjawab pertanyaanku, Rai pergi ke tepi sungai, kemudian mengacungkan tangan kirinya. Tiba-tiba, ada semacam kotak muncul dari dalam danau. Kotak itu terlihat seperti... kotak sensor infra merah?

Kotak itu mengeluarkan semacam sensor, dan mulai dari kepala dan berakhir di ujung kaki Rai, kemudian kembali ke atas lagi.

"Kunci diterima. Halo, Rai!"

Tiba-tiba, air di tepi danau perlahan menyusut, dan muncullah anak-anak tangga yang terbuat dari marble bening. Air danau yang jernih bisa terlihat.

"Ayo," Rai berkata pelan, kemudian dia perlahan berjalan menuruni anak tangga itu. Aku yang masih melongo setelah melihat munculnya anak-anak tangga itu, langsung memberi kode pada Luna dan Arka untuk mengikutiku.

***

Perlahan-lahan, kami menuruni anak tangga. Di samping kami, berdiri dinding kaca transparan yang memisahkan kami dan air danau. Seperti berjalan di dalam air sungguhan!

Semakin ke bawah, semakin gelap. Aku sempat menoleh, melihat ke atas. Air danau sudah kembali seperti semula. Aku yakin, dari atas sana, danau itu terlihat sangat alami.

Tiba-tiba, ada semacam lampu yang menyala di dalam lorong transparan itu.

Ketika lampu itu sudah menyala, pemandangan menakjubkan menyambut kami. Di balik dinding kaca transparan di sampingku, ribuan ikan warna-warni dan terumbu karang terlihat. Sangat memanjakan mata.

Aku, Luna dan Arka sudah terhipnotis dengan pemandangan di balik dinding kaca ini. Ya Tuhan, terima kasih karena sudah memperlihatkan kepadaku pemandangan indah ini...

"Alona, Luna, Arka,"

Kami langsung tersadar, kemudian menoleh secara bersamaan. Rai memberi kami kode agar mengikutinya. Kami menggangguk, kemudian lanjut menuruni anak tangga.

***

"I-Ini..!"

Kami bertiga mematung. Lihatlah, di depan kami, ada sebuah kota yang terlihat sangat menakjubkan. Kota itu terlihat seperti kota di film The Little Mermaid bercampur nuansa kota Belanda jaman dulu. Sangat artistik, dan menakjubkan!!

"Selamat datang di Kota Irazanda!" sahut Rai, tersenyum berseri-seri. Kami menatap takjub kota itu. Jika dilihat, kota ini juga memiliki teknologi yang sangat canggih. Entah bagaimana cara seseorang membuat kota seperti ini.

Sesuatu langsung terlintas di benakku. "Emm, Rai?"

Rai menoleh. "Kenapa, Alona?"

"Aku sedikit khawatir. Seharusnya, aku sudah sampai di rumah sebelum jam 5. Bagaimana kalau Pak Jordan masuk ke kamarku untuk memastikan kalau aku sudah pulang?"

Rai terdiam sejenak, kemudian, ia menghembuskan napas pelan. "Kamu mengkhawatirkan Pippy, bukan?"

Aku mengangguk. Aku mengambil ponselku dari kantong rokku, dan melihat jam. Sekarang jam 2:30. Biasanya Pippy sekarang kuberi makan.

Kenapa Rai bisa jadi cenayang dan orang yang peka? Dan bagaimana dia tahu kalau sebenarnya aku mencemaskan Pippy? Aku kesal dikalahkan "anak kecil".

"Tak usah khawatir, Alona. Pippy sudah ada di sini."

Aku langsung melotot. Menghiraukannya, Rai kemudian bersiul, memanggil sesuatu. Setelah itu, terdengar suara burung yang amat kukenali. Dari warnanya saja, sudah kuketahui pemilik suara itu.

Burung Pipit mungil kesayanganku itu mendarat di jari telunjukku. Aku mengelus lembut kepalanya yang berbulu lembut. Warna suaranya senada dengan warna air danau yang jernih.

"Hai, makhluk manis!" sahut Arka, mengelus tubuh mungil Pippy. Entah bagaimana, kami bertiga suka hewan--terutama burung. Luna yang tidak tahan melihat Pippy langsung mendatangiku.

Warna di sekitarku biru dan kuning bercampur. Sangat tenang, dan damai.

"Sebaiknya Arka segera diobati, Lona. Kita harus menemui Dr. Elda di pusat kota," sahut Rai. Dia tersenyum tipis, mungkin karena Pippy? Aku tidak tahu...

"Dr. Elda?" tanya Luna. "Siapa dia?"

"Dr. Elda adalah dokter paling terkenal di kota Irazanda. Sekaligus, teman dekatku. Aku yakin, dia bisa menyembuhkan Arka dengan cepat." Rai menjelaskan panjang lebar.

Sepertinya, Rai sangat dekat dengan Dr. Elda ini.

***

Setelah berjalan beberapa menit di sekitar kota, kami sempat merasa aneh karena beberapa penduduk kota yang melintas memperhatikan kami. Tetapi, aku agak lega karena warna suara mereka rata-rata kuning dan hijau. Sepertinya, penduduk kota Irazanda ramah dan bukan yang terlalu "kepo".

"Kita sudah sampai,"

Di depanku, berdiri sebuah bangunan yang cukup besar. Sepertinya Dr. Elda ini punya klinik sendiri. Pintu mereka otomatis, jadi kami langsung masuk ke dalam bangunan itu.

"Ini sebuah klinik nyata, atau editan dalam film?!" sahut Luna, menatap takjub klinik milik Dr. Elda itu.

"Semuanya nyata di sini, Luna," jelas Rai, tertawa kecil. Warna suaranya kuning. Rai pasti ketawa karena tingkah Luna. Tumben..

"Hai, Rai!" sahut salah seorang perawat (sepertinya) yang berjalan di koridor. Rai menyapanya balik, kemudian ia meminta kami mengikutinya ke ruang Dr. Elda.

Saat kami sudah sampai di depan sebuah pintu putih dengan ukiran bunga lavender ungu, aku sedikit tertegun. Rai membuka pintu itu perlahan.

Di dalam, sebagian besar alatnya berwarna ungu dan biru. Dan tidak ada seorang pun di sini. Ini mengingatkanku pada seseorang...

"Kau sudah pulang, Rai?"

Kami semua menoleh, dan aku langsung mematung. Di depanku, berdiri seorang wanita yang masih terlihat awet muda, dan berwajah cantik. Dia memakai snelly putih yang terpasang badge namanya, dan baju kaos ungu. Rambutnya digerai, dan setengahnya dikaitkan dengan bobby pin.

"Aku sudah pulang, Kak Elda." jawab Rai, tersenyum lebar. Wanita itu tersenyum tipis, kemudian menatapku lamat-lamat. Dari tatapan matanya, sepertinya dia terkejut melihatku.

"Alona..?!" teriaknya.

Aku terkejut, dan langsung berkata, "A-anda tahu siapa aku?"

"Iya," sahutnya, sedikit salah tingkah. "Rai sering menceritakan kamu, dan juga teman-temanmu.

Dr. Elda menoleh ke Luna dan Arka. "Dan ini Luna dan Arka, kan?" sahutnya, menunjuk Luna dan Arka. Aku mengangguk-angguk.

"Anda Dokter Elda?" tanyaku. Wanita itu mengangguk.

"Dokter, bisa obati Arka? Dia dipukul oleh preman tadi saat berusaha melindungiku dan Luna,"

"Tentu bisa, Alona. Arka, kemarilah. Aku akan mengobatinya dengan obat tradisional yang ampuh." Sahutnya. Arka langsung mengikuti Dr. Elda ke meja pengobatan di sisi ruangan.
***

Kenapa reaksi Dr. Elda saat melihat Alona seperti itu? Apakah ada sesuatu?

See you on {ELEVEN}!

-A

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top