{ONE}
Author POV
"Tuan, saatnya berangkat. Anda harus menghadiri rapat di kantor perusahaan tekstil di kota sebelah." sahut asisten pribadi Jaya yang sudah cukup tua. Jaya yang masih duduk di kursi ruang kerjanya menghela napas pelan, kemudian berdiri.
"Alona sudah bangun, Pak Jordan?" tanya Jaya pada pria tua di depannya. Pria tua yang dipanggil Jaya dengan nama Pak Jordan itu hanya bisa menggeleng. "Nona Alona belum bangun, pak. Nona begadang semalaman untuk belajar karena akan mengahadapi Ujian Nasional minggu depan,"
Jaya ber-oh sebentar, kemudian ia berkata, "Tolong beritahu Alona, jangan begadang terus. Dia bisa sakit nanti." Jordan mengangguk.
"Saya berangkat sekarang, Pak. Jika Alona ingin refreshing keluar rumah, tolong awasi dia, dan pastikan dia tidak sendirian," Jaya menghela napas pelan.
"Dia satu-satunya harta paling berhargaku yang tersisa dari Elena..."
***
Alona POV
Suara alarmku berbunyi nyaring di samping tempat tidurku. Belum mataku terbuka, sudah ada warna merah yang aku lihat.
"Iya, iya, aku sudah bangun!" Aku langsung menekan tombol penghenti alarm dengan keras. Sebenarnya aku tadi sudah bangun, tapi setelah salat Subuh aku tidur lagi karena masih ngantuk setelah begadang untuk belajar demi UAS minggu depan.
Tanpa berpikir panjang, aku langsung pergi ke arah balkonku, membuka jendelanya.
"Halo, matahari pagi yang cerah dan warna alam indah!" Aku berseru kencang dari atas balkon. Di bawah sana, aku melihat mobil Papa yang sudah mendekati gerbang masuk ke taman rumah untuk keluar dan pergi. Burung pipit peliharaanku—Pippy—berkicau riang. Menghasilkan warna kuning cerah.
Burung pipit itu terbang dari sangkar putihnya yang ada di samping kursi bulat putihku di depan jendela.
"Hai, Pippy," sahutku saat burung Pipit dengan bulu belang putih-biru peliharaanku itu mendarat di jari telunjuk tangan kiriku. Aku mengelus kepala berbulu lembutnya dengan salah satu jariku. Hanya satu yang ada di pikiranku. Ini hari apa?
Tiba-tiba, aku mendengar suara dering ponselku dari dalam tas. Aku terburu-buru masuk ke dalam kamarku, dan mencari-cari tasku di meja belajar. Itu membuat Pippy langsung terbang kembali ke sangkarnya karena terkejut. Setelah kutemukan tas jinjing dengan motif bintang, bulan, dan matahari kesukaanku itu, aku membukanya dan mengambil ponselku.
Aku mengangkat telepon, dan belum cukup sedetik aku mengangkatnya, telingaku hampir saja meledak karena teriakannya. Warna merah memenuhi sekitarku—warna yang menandakan kemarahan, dan bisa juga kesedihan. Tapi aku yakin, ini pasti gadis favoritku yang marah-marah.
"Kenapa kamu teriak pagi-pagi begini?!" teriakku tidak kalah kerasnya dengan suara si penelpon.
"Hah? Pagi? Kau tidak lihat jam? Ini jam sepuluh, Alona!" balasnya dengan nada tinggi. Warna merahnya semakin pekat saja. Waduh, pasti dia makin kesal nih.
"Jam sepuluh?!" aku berteriak karena terkejut. Aku pikir tadi baru saja jam tujuh pagi.
Dari balik ponselku saja sudah terdengar dia menghela napas pelan, berusaha meredakan amarahnya. Aku tertawa kecil. Setidaknya dia tidak akan bisa marah lama-lama. "Ngomong-ngomong, kenapa nelpon aku?"
Tiba-tiba, warna merah di sekelilingku berubah menjadi aura yang tidak mengenakkan. Kok tiba-tiba aku merinding yah? Aku mengusap leherku yang bulu kuduknya berdiri.
"Jangan bilang kalau kau lupa jika hari ini kita dan Arka janjian pergi ke perpustakaan umum di taman kota untuk belajar, Alona?!"
Aku menepuk dahi.
Argh! Aku benar-benar lupa! Bagaimana ini? Mereka berdua bisa membunuhku karena lupa lagi. Batin Alona.
Aku terkekeh-kekeh, menggaruk rambut yang tidak gatal. Aku yakin dia tahu apa yang aku lakukan meski dia tidak melihatku.
"Datang ke perpustakaan umum di taman kota dalam waktu dua puluh menit. Sekarang!" Dia langsung menutup teleponnya. Di sekitarku hanya warna abu-abu saja yang aku lihat mengambang.
"Cepat mandi lalu pergi ke perpustakaan!"
***
"Hah, hah, hah... Pak Jordan!" teriakku dari lorong rumah. Aku berlari-lari di lorong, terburu-buru mencari Pak Jordan. Beberapa menit kemudian, Pak Jordan datang dari kanan. Aku hampir saja menabraknya.
"Non, kenapa lari-lari di rumah?" tanyanya lembut. Warna abu-abu tadi digantikan dengan warna hijau lembut suara Pak Jordan. Setidaknya aku sedikit lega.
"Bi-bisa siapkan mobil untukku, Pak? Aku harus pergi ke perpustakaan umum di taman kota. Teman-temanku sudah menunggu!" jawabku ngos-ngosan.
"Baik, Nona. Mobil anda akan segera disiapkan."
***
Sesampainya di depan taman kota, aku langsung berlari menuju pintu perpustakaan. Di sana, aku sudah melihat dua sahabatku yang memakai pakaian cerah, sampai-sampai dari kejauhan saja sudah terlihat.
"Alona!" seru salah satu dari mereka. Dia melambaikan tangannya, memberikan tanda kalau itu adalah mereka. Warna kuning cerah seperti matahari muncul di sekitarnya. Persis dengan arti namanya. Matahari.
"Luna! Arka!" teriakku, membuat burung-burung yang bertengger di batang pohon tinggi beterbangan di atas udara.
"Kau terlambat lima detik!" sahut Luna, menunjuk jam kecil di pergelangan tangan kirinya. Arka hanya tertawa kecil melihatku menggaruk rambut yang tidak gatal.
"Maaf, Na. Aku kan pelupa. Hehehe,"
Luna hanya bisa menggeleng-geleng sambil tersenyum tipis melihatku. "Baiklah, ayo masuk ke perpustakaan."
Aku dan Arka mengangguk, kemudian kami bertiga berjalan masuk melewati pintu perpustakaan setinggi tiga meter.
***
Meski baru sedikit yang baca, aku tetap senang, kok :)
•
See you in {TWO}!
-A
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top