{NINE}

Author POV

Setelah Rai mengalahkan dua preman yang berusaha menculik Alona, Luna dan Arka, dia membantu Arka untuk berdiri. Rai menatap Alona dengan wajah yang berseri--seolah tidak merasakan apa-apa setelah bertarung dengan dua preman.

***

Alona POV

Aku tidak tahu mengapa Rai masih bisa menunjukkan wajahnya yang berseri-seri itu, bahkan di saat lengannya terluka. Mungkin hanya aku yang bisa melihatnya, sebab Luna sama Arka tidak menanyakan kondisi Rai. (Mungkin karena mereka lupa akan masa lalu...)

***
Flashback Mode : On

Hari itu, 22 Desember 2014; Hari Ibu.

Aku, Luna dan Arka sedang membuat hadiah untuk ibu kami masing-masing. Aku yang sejak kecil sudah diajarkan Mama untuk merangkai bunga, ingin membuatkannya mahkota bunga. Saat itu pula, hari pertama aku bertemu Rai di taman bungaku yang ada di belakang rumah.

***

"Pa, Lona ke taman, ya! Mau petik bunga untuk Mama!"

"Iya, jangan terlalu lama, ya! Nanti Mama keburu pulang dari rumah nenek!" jawab Papa. Aku langsung meninggalkan Luna dan Arka di ruang keluarga, keluar melewati "sliding door" kaca, dan mengambil keranjang rotan untuk memetik bunga.

Saat aku sedang memetik bunga Lavender kesukaan Mama, aku melihat seseorang di dekat pagar kayu pembatas taman dengan padang rumput kecil yang ada pohonnya di belakang.

"Hei!" teriakku pada anak itu. Dia kayak anak Belanda dari belakang.

Anak itu menoleh, dan aku sedikit terkejut, karena mata anak laki-laki itu berwarna ungu terang. Dia perlahan berjalan mendekatiku. Aku lihat dia sedikit lebih tinggi dariku.

"Siapa namamu? Aku Alona!" aku mengulurkan tangan, menggantungkan keranjang bunga di tangan kiriku. Dia terlihat sedikit terkejut...

Anak itu tersenyum, dan menjabat tanganku. "Rai. Senang bertemu denganmu, Alona!"

Aku membalasnya dengan senyuman.

"Lona, kamu bicara sama siapa?" sahut Luna dari pintu, disusul Arka yang juga penasaran di belakangnya. Berdiri dengan wajah bingung.

Aku segera menarik tangan Rai, dan langsung membawanya ke depan mereka.

"Kenalin teman baru kita, Rai!"

Luna dan Arka saling tatap, kemudian langsung memperhatikan Rai dengan tajam. Aku hanya bisa termangu.

"Halo, Rai! Aku Luna! Dan ini Arka!" sahut Luna, memperkenalkan dirinya dan Arka. Arka tersenyum, kemudian mengajak Rai masuk ke dalam.

Itulah hari pertama aku bertemu Rai, di saat aku berumur 8 tahun. Sejak saat itu, kami bertiga dan Rai selalu bermain bersama. Dia selalu ada di sisi kami. Pernah Mama mengatakan padaku kalau Mama juga bisa lihat Rai. Mama tetap memperbolehkanku bermain, asalkan PR-ku nggak dilupain.

***
Flashback Mode : Off

Alona POV

Kenapa Rai harus berbohong padaku? Tapi kalau diingat-ingat lagi, Rai kan nggak pernah berbohong? Tapi kenapa..?

"Alona,"

Aku terkejut, kemudian aku menoleh. Itu Rai.

"Kenapa, Rai?"

"Buka portal ke Anabric. Kita harus bawa Arka dan mengobati lukanya. Aku tahu seseorang yang bisa menyembuhkannya di Anabric,"

"Ta-tapi, apa Luna sama Arka bisa masuk? Kan di buku yang aku bawa terakhir itu, hanya ada 3 anak yang bisa masuk. Aku sih salah satunya, tapi aku tidak tahu kalau mereka berdua bisa masuk atau nggak, Rai..."

Rai menghela napas. Dari napasnya saja, aku bisa melihat kalau dia sedikit ragu. "Nggak ada salahnya mencoba, bukan?"

Aku langsung mengerti, tapi...

"Rai, tidak ada sesuatu yang berbentuk terowongan di sekitar sini, bagaimana caranya membuka portal?" sahutku, menanyakan pertanyaan paling logisku.

Rai langsung menghadap ke depan, dan menunjuk ke bawah. Tunggu, jangan-jangan...

"Lubang pembuangan air itu?" tanyaku lagi, memastikan. Rai mengangguk. Baiklah..? Aku rasa dia ada benarnya juga. Lubang itu memang lumayan besar, dan lagipula, Rai juga tadi muncul lewat sana. Bisa jadi kita harus mengulanginya.

Aku menoleh, dan meminta Luna dan Arka untuk berdiri. "Luna, Arka,"

"Kenapa, Lona?" jawab mereka serempak. Warna suara kuning? Apa maksudnya?

"Kita pergi ke Anabric. Sekarang." jawabku. Aku yakin mereka akan berteriak, "APAA?!". Batinku.

Mereka berdua saling tatap, kemudian berdiri. Mereka tidak berteriak? Itu ajaib.

"Baiklah, Lona. Kami percaya padamu sekarang. Setelah melihat "Rai" ini muncul tiba-tiba di depan Arka saat kamu manggil namanya, aku hanya bisa menerima kenyataan kalau dongeng itu nyata." sahut Luna. Arka yang diam hanya bisa mengangguk.

***

Kami langsung berdiri di sekeliling lu-bang pembuangan air di aspal. Saat ku-jelaskan pada Luna dan Arka, mereka hanya bisa menganga.

"Katakan kalimatnya, Lona," sahut Rai pelan. Aku mengangguk.

"GATE TO ANABRIC!"

Tiba-tiba, tutup lubangnya bergetar, kemudian terbang melewati kepala kami. Rai langsung lompat masuk ke dalam portal biru bercahaya itu. Aku lirik, Luna dan Arka menatap takjub portal itu.

"Kalian duluan saja. Aku akan ada di belakang kalian." sahut Arka. Aku sedikit ragu, tapi aku meminta Luna melompat duluan. Dia masuk. Aku menatap punggung Arka sejenak, kemudian aku masuk ke dalam portal.

***

Di dalam portal, Luna dan Arka hanya bisa takjub melihat isi portal yang memang sangat indah, meski hanya ada warna biru.

Cahaya di depan menyilaukan mata, dan setelah cahaya itu hilang, kami langsung berada di Danau Mimpi. Tepat di luar tungku pohon berlubang itu.

"Danau ini masih indah banget, apalagi kalau sore begini. Aku langsung ingat pas pertama kali melihatnya kemarin!" sahutku. Luna dan Arka jadi seperti aku saat datang ke dunia ini. Hanya bisa takjub.

"Ayo, kita harus pergi ke dasar danau untuk masuk ke kota," sahut Rai. Aku langsung terkejut, dan aku langsung menoleh bersamaan dengan Luna dan Arka.

"APAA?!"
***

Satu misteri terpecahkan, dan datang lagi satu misteri baru. Apakah yang sebenarnya berada di dasar Danau Mimpi?

See you on {TEN}!

-A

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top