Chapter 31
"Acrux?" tanya Luna yang berlari menghampiri Paman Max saat mendengar suara dentuman.
"Lucas akan mengurusnya. Sekarang ke kamarmu dan aku ingin berbicara serius."
Luna tidak diberi jawaban dan pilihan. Membakang juga tidak ada gunanya. Jadi dia terpaksa berjalan menuju lantai atas dengan di ikuti Paman Max dari belakang.
Setibanya di sana, Luna langsung terkesima menatap debur ombak dari jauh. Namun senyumnya seketika sirna, saat Paman Max melanjutkan interogasinya.
"Siapa yang memberimu izin ke India?"
Pertanyaan to the point. Luna memilih menggigit bibir bawahnya sambil menimang jawaban yang bijak.
"Kau menggunakan akses perusahaan?" tebak Paman Max kembali. "Siapa yang kasih izin?"
Luna memilih membisu. Mustahil untuk menyebut nama Lucas.
"Jawab Luna!" bentak Paman Max. "Siapa yang membantumu?! Kau tahu, jejakmu di ketahui oleh para penjahat itu. Entah jejak apa yang kau tinggalkan buat mereka."
Luna menunduk. Masih memilih membisu, bagaimana mungkin dia harus menjawab nama Lydia. Buku diary ayahnya melarang ia memberitahu sang Paman.
"Tidak mau menjawab?" tukas Paman Max. "Baiklah, akan kuselidiki orang tersebut. Tapi bukan berarti aku tidak mengizinkanmu. Sampai kau cukup umur, itu saja."
Luna mengganguk. Paman Max mulai memaklumi. Dipaksa pun Luna tidak akan membuat suara.
"Menggunakan militer perusahaan. Itu adalah hal yang harus kupertanggung jawabkan. Akan ada biaya yang keluar."
"Apa aku harus membayarnya?" sela Luna. "Tahun depan aku berusia 17 tahun. Aku akan belajar memimpin perusahaan."
Paman Max tidak menanggapi. Ia malah melambaikan tangan ke arah udara. Mendadak. Jendela balkon kamar Luna tertutup.
Kaca bening itu perlahan-lahan menggelap. Lalu kembali menyala seperti tampilan desktop perangkat lunak.
Tampilan hologram menampilkan beberapa gambar. Sebagian berita tentang pembajakan, ada pula tentang transaksi Luna menggunakan uang perusahaan. Lalu rekaman cctv yang memperlihatkan ledakan. Untung saja, rekaman Acrux mengeluarkan cahaya dari tangannya berhasil ditindak cepat oleh Lucas sebelum itu menyebar.
"Cctv bagian penyerangan terhapus. Mungkin ulah mereka. Tapi aku tahu siapa wanita Libra itu."
Paman Max menoleh ke arah Luna.
"Mereka menyebutnya Devila. Salah satu pesuruh musuh bebuyutan kita."
"Kenapa mereka terus mengincarku?"
Paman Max kembali melambai dalam udara. Lalu tampilan hologram di depan mereka berganti gambar. Di sana menampilkan ruang kerja ayah Luna di perusahaan induk.
"Keluarga kita berhasil membuat Grafena untuk pembuatan masal. Tapi masalahnya, semua data itu tersimpan rapi oleh ayahmu di suatu tempat."
Luna menyipitkan mata. Terhenyak, pasti.
"Kupikir karena ayah menolak bekerja sama dengan rekan kerjanya."
Paman Max menggeleng.
"Benar. Karena ayahmu tahu, mereka akan memonopoli penemuan itu. Itu sebabnya mereka mengincarmu. Ayahmu memberikan clue bahwa hanya Luna yang tahu."
Luna mendadak merasa pusing. Soal itu dia tidak pernah tahu. Bahkan Lydia tidak memiliki informasi seperti itu. Dia hanya tahu, bahwa orang-orang itu mengincarnya karena ingin balas dendam.
"Lagipula ayahmu menemukan material yang jauh lebih di atas grafena. Dia menyebutnya Darium, 1 gram Darium mampu menghidupkan lampu selama 50 tahun tanpa henti. Tapi Aditya sialan itu malah menghilangkannya bahkan dari adiknya sendiri."
Luna merasa ngeri melihat emosi paman Max. Tangan pria itu terkepal kuat. Sadar, kemarahannya membuat Luna ketakutan. Ia pun melunak.
"Kau akan homeschooling selama di sini. Kepindahanmu sudah di urus. Lupakan soal yang tadi. Kau fokus belajar saja."
Fokus belajar? Luna membatin. Bagaimana bisa dia melupakan semuanya saat ia baru saja mengetahui fakta sebenarnya.
"Paman Max," panggil Luna saat pria itu hendak pergi.
"Ada apa Luna?"
"Soal meteor itu."
"Kenapa?"
"Apa kita akan baik-baik saja?"
Paman Max terdiam sebentar. Memperhatikan kekhawatiran yang terlukis di wajah sang keponakan.
"Fenomena alam biasa," tukas Paman Max. "Tidak perlu khawatir."
Dia tidak perlu menunggu Luna bersuara. Karena di bawah sana, ia mendengar kegaduhan yang dibuat oleh Acrux bersama Lucas.
.
.
.
Untunglah, Lucas telah membawa Acrux pergi sebelum Paman Max datang menghampiri mereka.
Keduanya pun pergi menuju sebuah flat tempat Lucas tinggal tak jauh dari rumah pribadi Paman Max.
Di dalam sana, Acrux mengeram kesal. Ia menaruh dendam pada energi kinetik Paman Max yang telah membuatnya terpental. Lalu ia ingat kelereng biru dari dalam saku celananya.
Jika saja ia sadar, mungkin benda itu sudah ia lemparkan ke arah wajah Paman Max.
"Dia akan menangkapmu jika dia tahu kau adalah Alien."
Lucas memberikan kopi kalengan dingin ke arah Acrux. Pria itu menatapnya acuh. Namun tetap menerimanya.
Lucas duduk di sofa yang berhadapan dengan Acrux. Keduanya dibatasi oleh meja kayu di tengah-tengah.
"Sejujurnya, aku lebih mencemaskan pasukan planetmu yang akan datang ke bumi." Lucas memulai percakapan saat Acrux meneguk minumannya.
"Jaraknya lima galaxy. Kalau kau perlu ingat." Acrux memperingati
"Teknologi planetmu maju. Bukan tanpa alasan mereka tidak bisa datang lebih cepat."
Acrux terkekeh. Lucas secara tidak langsung mengakui kehebatan planetnya. Mendapati tampak songong tercetak jelas di wajah Acrux. Justru membuat Lucas ingin menggamparnya.
"Aku tidak ingin Luna terluka," sindir Lucas.
"Soal itu aku jamin."
"Lalu sampai kapan kau tinggal di bumi. Kapan kau pindah planet? Mau ke Mars? Pluto? Sartunus? Merkurius? Atau matahari? Bilang saja, nanti ku antar."
Kaleng kopi yang kosong diremas oleh Acrux dengan wajah masam.
"Di sana tidak ada kehidupan."
"Apa peduliku? Aku hanya ingin menjaga bumi-ku. Kau kan hanya numpang."
Acrux semakin memperkuat remasannnya. Lucas tidak peduli. Mau dia punya kekuatan super atau apapun itu. Alien di depannya ini hanya makhluk tumpangan antar dimensi.
"Beri aku penawaran."
Senyum licik terbit di bibir Lucas.
"Penawaran apa? Luna sudah memberimu perlindungan. Aku tidak punya apa-apa untuk ditawarkan."
Acrux akhirnya melepaskan kaleng penyot dari genggamannya.
"Dilarang buang sampah sembarangan!" marah Lucas.
"Ilmu pengetahuan," lirih Acrux. "Jika kau mau membantuku melawan Scorpion. Akan kuberi kau 1 kg Darium."
"Hah? Apa? Darium?"
"Unsur terkuat dari planetku. 1 butir Darium seukuran gula. Mampu membuat bateraimu tidak akan pernah habis. Dijahit di pakaian tempur akan menjadi rompi anti peluru, tembakan dan nyala api."
Lucas yang sedang meminum kopi kalengannya. Spontan terbatuk, dia pernah mendengar ayah angkatnya mengatakan sesuatu tentang Darium. Sebuah unsur elemen masa depan.
Lucas pikir itu hanya wacana. Karena saat itu ayah angkatnya sibuk membuat sebuah sketsa aneh di laboratorium. Pria itu masi berteori menciptakan unsur baru.
Siapa yang menduga, unsur itu benar-benar ada dan ada di planet Argian.
"Kau serius?"
"Seorang Pangeran tidak akan berbohong. Aku punya otak untuk menilai teknologi bumi yang ketinggalan zaman. Bahkan, jujur saja, energi listrik kalian sangat boros sekali. Jika aku jadi Luna. Aku akan membangun garda listrik yang di salurkan oleh wireless."
___/_/_/_____
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top