Chapter 19 - Lucas

Chapter 19
Lucas

Luna pun melirik ke arah Acrux yang tengah melemparkan tatapan malas pada Lucas. Tentu saja hal pertama yang dipahami Luna adalah bahwa Acrux tetap saja salah.

Ia mencoba senjata kelereng birunya pada benda yang notabene-nya bukan sebuah samsak. Lucas terdengar berbicara lirih pada earphone yang terpasang di telinganya. Tetapi, tatapan matanya tidak lepas dari Acrux.

"Sedari awal saya tidak setuju dengan keinginan Nona Luna terkait senjata. Tetapi dengan mohon maaf." Dia mengambil pistol kelereng biru Acrux dari tangan Luna.

"Saya rasa benda seperti ini akan diambil. Tuan Max tidak ingin keponakannya dalam bahaya."

Luna yang ingin berucap, gagal oleh Acrux yang lebih dulu menghardik Lucas.

"Kembalikan benda itu! Kami hanya membuat sebuah percobaan dengan mempelajari cara kerja pistol. Bantal itu terbakar karena reaksi kimia!"

Mata Lucas memincing tajam ke arah meja. Ia tahu, tidak ada yang namanya cairan kimia di atas sana.

"Kami membakarnya dengan kaca pembesar," seru Sadr yang kini sudah berdiri dibalik punggung Lucas.

Ia tersenyum lebar sambil memperlihatkan sebuah loop pada Lucas.

"Pelajaran fisika sederhana. Kami menggunakan kaca pembesar untuk membakar. Kau pasti tahu bukan? Mengarahkan pada cahaya lalu... wusss."

Sadr mengerakkan tangannya seperti gerakan ombak. Untung saja, dia bergerak cepat mengambil loop di atas meja untuk menutupi kebohongan Acrux.

Luna tampak terbelalak. Tetapi ia buru-buru mengganguk setuju dengan ucapan Sadr.

"Ayolah, kami hanya bocah SMA," imbuh Mintaka. "Mana mungkin membuat tembakan dengan pistol hingga menghanguskan sebuah benda. Itu konyol, 'kan?" Melirik ke arah Sadr. "Lagipula, pistol kan harusnya menembus dan melukai. Bukan membakar?"

Binar mata Lucas sedikit bereaksi. Bahunya sedikit melunak. Perkataan Sadr dan Mintaka benar. Senjata api itu tidak mungkin bisa menembakkan api dari sebuah peluru. Bicara peluru, Luna memang tidak meminta benda itu dibawa dengan amunisi. Hanya badan pistol kosong untuk bahan pengamatan.

"Baiklah." Dia mengembalikan pistol. Namun malah direbut kasar oleh Acrux.

"Saya akan menunggu di luar. Apa Nona Luna ingin mengganti ruangan? Butuh sejam untuk membuat semuanya menjadi kering."

"Aku rasa... kami bisa istirahat di tempat lain dengan sebuah handuk kering."

Lucas mengganguk takzim. "Kami akan segera menyiapkannya."

Pria berpenampilan necis itu pun pamit pergi. Setelah merasa semuanya aman. Sadr buru-buru menutup pintu lalu berlari kembali ke arah Luna dan yang lainnya.

"Kau hobi sekali menembakkan laser," sindir Mintaka sambil melipat tangan di depan dada. "Tidak di rumah Luna, belakang sekolah hingga laboratorium. Kau hanguskan semua."

"Diamlah gadis cerewet," balas Acrux.  "Duduk manis dan akan kubuatkan kau senjata yang sama."

"Apa kau bilang?! No!" Mintaka buru-buru membentuk tangan menjadi tanda silang di depan dada. "Tidak, terima kasih. Aku tidak butuh senjata aneh. Siapa juga yang mau pergi ke mana-mana membawa pistol."

Acrux berdecak kesal. Kedua tangannya sibuk kembali merakit sebuah benda. Mintaka pun menarik Luna menjauh dari Acrux. Sedangkan Sadr turut mengikuti kedua sahabat ceweknya.

"Tahu apa yang kutemukan di depan dermaga?" tanya Mintaka. Luna menggeleng.

"Tidak tahu."

"Ada dua pria berjas hitam, berdiri mematung dengan bingkai foto selfiku. Kau membuatku seperti di rumah duka, Luna!" geram Mintaka. Ia tak habis pikir bahwa Luna akan menjemputnya dengan cara seperti itu.

"Aku hanya menunjukkan fotomu pada Lucas. Aku tidak tahu jika dia memanjang fotomu seperti itu."

"Akhh!!" Mintaka memutar bola mata malas. "Aku merasa seperti penjahat saat di suruh mengikuti mereka. Maksudku oknum penjahat, ralatku. Ya begitu."

"Selesai," seru Acrux dengan senyum lebar. Ia membalikkan badan. Lalu melempar pistol ke arah Sadr, Mintaka dan Luna secara bergantian.

"Aku kan sudah bilang... aku tidak mau bawa benda semacam ini ke mana-mana! Ini ambil balik!" Mintaka berjalan menyerahkan, tetapi Acrux ogah menerimanya dan mulai lanjut merakit.

"Hey!" omel Mintaka. "Acrux! Ini ilegal kau tahu?"

Mintaka tetap ngotot meletakkan pistol tersebut di samping Acrux. Pria Argian itu melirik sekilas. Lalu mulai merakit beberapa bahan.

"Scorpion akan datang. Kau butuh senjata untuk melindungi diri." Menoleh menatap Luna. "Kau bisa meninggalkanku sendiri. Aku tidak bisa konsentrasi kalau ada sahabatmu ini di sini."

"Ck, dasar alien," umpat Mintaka.

"Apa kau bilang?" seru Acrux tidak terima.

"Ya Alien! Kenapa?"

"Jangan memanggilku Alien makhluk bumi. Aku punya nama!"

"Lihatlah," seru Mintaka pada Luna.

Luna pun terpaksa melerai mereka. "Sudah, biarkan dia bekerja. Ayo ikut aku keluar."

Mintaka terpaksa mengikuti ajakan Luna. Sadr memilih menemani Acrux. Sementara itu di luar ruangan. Beberapa orang sedang sibuk mengeringkan tiap sudut. Ulah kecil Acrux sungguh membuat masalah besar.

"Nona." Tahu-tahu saja Lucas sudah datang menghampiri. Di tangannya ia membawa beberapa tumpukan handuk putih lalu diberikannya pada sang Nona Muda.

"Terima kasih Lucas." Luna mengambil satu, lalu sisanya diberikan kepada Mintaka. "Sekalian kasih Acrux dan Sadr."

Mata Mintaka terbelalak. Lalu sedetik kemudian dia mengganguk dan berjalan pergi.

"Tugas project yang cukup berat kurasa," seru Lucas saat Luna mulai menyeka wajah dan pelipisnya.

"Yah, tapi menyenangkan."

Lucas mengganguk takzim.

"Makanan yang di pesan Nona telah siap. Kami juga sudah membooking sebuah mall untuk Nona dapat berbelanja pakaian ganti."

Sekonyong-konyong, handuk yang dipegang Luna terjatuh di atas lantai. Gadis SMA itu seperti merasa salah dengar.

"Tampilkan!" seru Luna pada Lydia lewat kacamata kecerdasan buatannya.

Proyeksi pada layar bereaksi. Lalu terdengar sebuah suara program wanita dewasa.

Sebuah tagihan transaksi atas moon industri telah berhasil di lakukan. Terhadap penyewaan properti.

Dia meminta rekomendasi lewat email padaku dan aku mengaktifkannya. Apa kau keberatan dengan itu?

Luna tidak berkata apa-apa. Ia hanya tersenyum tipis pada nota harga virtual yang dilakukan Lydia.

"Reservasi tanpa tanda tangan resmiku dibatalkan," ucap Luna. Dia lalu menekan sesuatu pada ganggang kacamata.

"Batalkan," seru Luna kembali.

"Maaf?" ujar Lucas. "Tapi... biasanya Tuan Max---"

"Aku punya hak sampai berusia 17 tahun untuk membuat keputusan. Jika kau berpatokan pada kebiasaan Paman Max maka kau salah Lucas. Aku hanya perlu mengambil pakaian ganti di rumah."

Lucas yang merasa telah berbuat salah, segera menundukkan kepala dan meminta maaf.

"Maaf atas kelancangan saya, Nona. Saya minta maaf dan tidak akan mengulanginya."

Mata Luna memincing tajam.

"Seberapa besar aku harus mempercayaimu?"

Tahu-tahu saja, Luna telah menodongkan pistol kelereng biru di hadapan Lucas. Beberapa pekerja t melihatnya terkejut bukan main.

"Jika kau adalah ajudan Paman Max maka kau tak perlu melayaniku."

Entah apa yang terjadi. Tetapi adrenalin dalam tubuh Luna seakan dirangsang sesuatu untuk bertindak waspada.

Dengan tersenyum. Lucas menyambar pistol tersebut dengan gerakan terlatih lalu balik menodongkan ke arah Luna.

"Seberapa yakin Nona pada saya?" ucapnya dengan sebuah seringai.

"Tarik pelatuknya," balas Luna. "Maka kau akan menjadi orang kepercayaanku A... bang?" lanjut Luna dengan sebuah senyum.

__//_/_/____

To be continue...

Siapa Lucas? Jawabannya di chapter selanjutnya...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top